Krisis Moral Siswa dan Gagalnya Sinergi Orang Tua, Sekolah, dan Negara

moral siswa

Mata Akademisi, Milenianews.com – Bangsa yang hebat ialah bangsa yang mampu mendedikasikan kemampuan terbaiknya untuk pendidikan generasi penerusnya. Hari ini terasa semakin berat tantangan zaman dalam memproduksi generasi emas yang akan memajukan negeri ini, dilihat dari pelbagai kasus yang belakangan dilakukan oleh siswa sekolah.

Jika ditarik akarnya, tentu tidak serta merta guru di sekolah saja yang perlu bertanggung jawab, namun berbagai pihak turut serta menjadi penanggung jawab akan moralitas siswa hari ini. Pelbagai kasus yang terjadi di antaranya:

  • Siswa SMA di Grobogan dipukuli teman sekolah (17/10/2025).

  • Siswa SMK Cianjur dikeroyok senior gegara gim, berujung damai (4/3/2025).

  • Dua siswa SMA 14 Makassar ditangkap terkait viral perkelahian di depan SMA 16 (8/8/2025).

  • Belasan siswa SMA dianiaya kakak kelas hanya karena sapaan tak dibalas di SMA Pidie, Aceh (1/9/2021).

  • Kasus perundungan siswa SMPN di Blitar saat MPLS (18/7/2025).

  • Siswa bakar sekolah di Temanggung karena diduga sering dirundung (3/7/2023).

  • Pelajar di Garut jadi korban pelecehan seksual tiga kakak kelas (11/1/2025).

  • Pelajar SMP kena bacok saat tawuran di Sawangan, Depok (1/11/2025).

  • KPAI: Bullying marak, 25 anak Indonesia bunuh diri sepanjang 2025.

Baca juga: Seni Berkomunikasi: Fondasi Pola Asuh bagi Generasi Alpha

Kasus-kasus di atas hanyalah sebagian kecil dari banyaknya kasus yang melibatkan siswa sekolah. Jika masih terjadi lempar tanggung jawab dalam menangani persoalan ini, maka tidak akan ada habisnya perdebatan yang tak tentu arah. Maka perlu upaya penyelesaian yang humanis, sejuk, dan menggunakan pendekatan emosional terhadap siswa.

Tidak jarang, siswa yang memiliki kasus tertentu mempunyai riwayat yang tidak menyenangkan, baik dalam berteman, berkeluarga, atau bahkan di masa lalunya. Selain itu, ada pula pengaruh tontonan, lingkungan, NAPZA, alkohol, dan lainnya. Ada beragam faktor yang melatarbelakangi siswa menjadi tidak terkontrol.

Kerja sama antara guru, orang tua, aparat keamanan, tokoh masyarakat, alim ulama, dan tokoh adat sangat diperlukan dalam menuntaskan pelbagai kasus siswa. Jika ditinjau lebih detail, faktanya orang tua memiliki lebih banyak waktu dan pengetahuan mengenai pola tingkah laku anak dibandingkan guru, yang hanya mengawasi dari pagi hingga siang atau sore hari saat di sekolah. Di luar sekolah, guru tidak lagi mengetahui perilaku siswa, sekalipun wali kelasnya. Maka dalam hal pendekatan emosional, orang tua sangat mungkin membentuk pola yang rapi sebagai modal bagi anak dalam menyikapi berbagai hal yang memengaruhinya.

Dalam konteks bermasyarakat, siswa yang berbaur satu sama lain umumnya tidak begitu memperlihatkan tingkah yang berlainan karena masih dalam lingkup tempat tinggalnya. Sekalipun ada yang memperlihatkan bahwa ia “berbeda”—merasa sok jagoan, sok hebat, lalu menantang teman-temannya—orang tua atau tetangga biasanya akan segera menasihati, bahkan RT hingga RW akan turut serta membina. Begitu pula dalam kasus lain di lingkungan masyarakat, pola yang dibangun ialah saling menjaga, membantu, mengayomi, dan mengasihi. Maka, apa pun yang mengganggu ketenteraman hidup bermasyarakat akan diselesaikan dengan kekeluargaan dan musyawarah.

Dalam tindakan kasus yang dialami siswa-siswi belakangan ini, banyak terjadi di sekolah atau di luar sekolah. Maka diperlukan pola pengawasan yang ketat bagi siswa agar mereka memanfaatkan waktu untuk hal-hal bermanfaat, bukan sebaliknya. Penanaman nilai spiritual dan nilai-nilai moral perlu dilakukan sedini mungkin bagi siswa. Penanaman nilai-nilai moral bukan hanya ketika awal masuk sekolah, namun setiap saat sebagai upaya preventif dalam mengarahkan siswa ke hal yang positif.

Orang Tua yang Waspada

Sebagai orang tua, tugas mendidik anak jangan sampai ditinggalkan. Jika orang tua beralasan bahwa anak sudah dididik di sekolah, maka dalam benak anak bisa timbul anggapan bahwa ia bebas melakukan apa pun karena orang tuanya tidak peduli. Inilah yang menjadi mindset kebanyakan anak.

Cara paling mudah membentuk pola disiplin adalah sejak kecil, dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak agar anak merasa nyaman bersama orang tuanya. Pengaruh luar seperti lingkungan dan teman akan segera dikomunikasikan anak jika ia memiliki hubungan komunikasi yang sehat.

Ujung pengharapan dalam membentuk kepribadian anak ada pada orang tua. Sejak kecil, orang tua harus menanamkan nilai-nilai positif yang akan membangkitkan semangat hidup anak. Afirmasi positif yang dibangun akan menciptakan perubahan besar di kemudian hari.

Jika orang tua tidak lagi peduli terhadap sikap anak—bahkan takut atau kasihan lalu membiarkan semua keinginannya—maka inilah awal kehancuran sang anak. Pola disiplin yang tidak dibangun membuat anak bebas semaunya, merasa hidupnya tanpa aturan. Bibit baru yang kelak bisa menjadi perusak masyarakat jika dibiarkan.

Sekolah yang Nyaman

Sekolah menjadi tempat pola pikir dan kepribadian anak berkembang sesuai bakat dan minatnya. Sekolah harus memfasilitasi anak untuk berkreasi dan berinovasi sesuai caranya. Maka, sekolah harus memberikan ruang seluas-luasnya yang nyaman, aman, dan jauh dari tindakan yang dapat melukai baik fisik maupun batin anak.

Sekolah yang melahirkan orang-orang hebat bagi bangsa ini menjadi memori historis bahwa sekolah adalah jembatan anak bangsa membebaskan negerinya dari penjajahan. Oleh karena itu, jika ruang anak untuk berkreasi dan berinovasi terganggu oleh teman, lingkungan, atau bahkan guru, maka sekolah tersebut sudah tidak mencerminkan lembaga pendidikan sebagaimana dicita-citakan Ki Hajar Dewantara.

Sekolah harus menjadi ruang bebas pengaruh buruk. Jika ada indikasi siswa atau guru mengarah pada tindakan tersebut, wajib didisiplinkan—bahkan, jika perlu, diproses secara hukum. Jika siswa tidak merasa nyaman belajar, selalu diganggu teman, dilecehkan, atau mendapat ancaman pembunuhan, maka itu bukan lagi sekolah, melainkan tempat terburuk bagi siswa.

Perlu disiapkan aturan teknis oleh sekolah yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan untuk memutus mata rantai para pelaku perusak nama baik sekolah yang akhirnya merusak citra pendidikan Indonesia. Jika ingin ada perubahan, maka penyelesaian harus dimulai dari hal dasar ini.

Aparat Penegak Hukum yang Mengayomi

Aparat, baik kepolisian maupun pengadilan, yang bertugas menangani perkara hukum harus responsif dan mampu memberikan efek jera bagi siapa pun—baik siswa maupun non-siswa—yang melakukan tindak kejahatan terhadap siswa.

Jika pendisiplinan sudah rapi di rumah oleh orang tua dan di sekolah oleh guru, tetapi hukum tidak memberikan efek jera, maka perlu kolaborasi antar berbagai pihak dalam merumuskan pola yang berkesinambungan. Aparat dapat melakukan upaya preventif dengan memastikan sekolah berjalan dengan baik dan aman melalui sosialisasi serta patroli di lingkungan masyarakat.

Baca juga: Sebuah Refleksi: Meninjau Ulang Gaya Hidup Pejabat Masa Kini

Apabila upaya preventif telah dilakukan dan masih terjadi kekerasan atau kejahatan terhadap siswa, maka akan lebih mudah mengidentifikasi pola dan penyelesaiannya. Siswa diibaratkan seperti batang bambu yang muda—masih sangat mudah dibentuk. Namun bila sudah menginjak usia di atas SMA, akan sulit membentuk pola baru karena ia sudah memiliki pemikiran dan tujuannya sendiri.

Pola yang baik akan mengarahkan anak pada tujuan yang baik pula, namun jika sejak dini tidak ditanamkan nilai-nilai positif, akan sulit mengarahkannya ke hal yang benar. Oleh sebab itu, penanaman nilai-nilai positif sejak dini harus segera dimulai, mengingat semakin hari kasus yang melibatkan siswa semakin bertambah. Jika aparat dan pemerintah tidak mengupayakan langkah strategis, generasi mendatang akan semakin rusak moralnya dalam mengurus tatanan bermasyarakat.

Penulis: Sabarnuddin, Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *