Koruptor dan Penjarah Berjamaah: Dua Wajah Kegagalan Bangsa

Mata Akademisi, Milenianews.com – Ketika saya mengirim tulisan ke media tentang kondisi kebangsaan kita yang berjudul “Menjarah: Simbol Kegagalan”, ada dialog menarik soal demo di Sumbar.

Seorang pimpinan koran terkemuka menyampaikan bahwa ada kelompok anarko yang akan menunggangi para demonstran di Sumbar. Mereka menyusup dan memasok logistik. Selain itu, mereka membayar demonstran. Mereka merusak perjuangan mahasiswa.

Kata anarko menjadi perhatian karena tak begitu familiar di telinga. Istilah yang cukup menarik. Saya sampai bertanya pada Artificial Intelligence. Anarko ternyata berasal dari anarkisme, sebuah ideologi politik yang menolak otoritas dan struktur hierarkis dalam masyarakat. Anarko percaya bahwa masyarakat dapat berfungsi dengan baik tanpa adanya pemerintahan, bahkan struktur kekuasaan yang sentral.

Baca juga: Setiap Postingan Adalah Perlawanan, Suara Kita Tidak Akan Pernah Sia-sia

Anarkisme memiliki berbagai bentuk dan interpretasi, tetapi pada umumnya anarko percaya pada kebebasan individu, otonomi komunitas, dan pengambilan keputusan secara kolektif. Anarkisme dapat dihubungkan dengan berbagai gerakan sosial dan politik, seperti anti-globalisasi, lingkungan, dan hak asasi manusia. Ia bisa menjadi perusak.

Perjuangan mahasiswa dicuri kepentingan tersembunyi

Bgd. Ishak Fahmi, pengacara sekaligus penulis, menyebut kondisi parah ini terjadi karena ada yang menunggangi, ada yang “menggunting dalam lipatan.” Mereka memanfaatkan momen perjuangan mahasiswa dan lapisan masyarakat lainnya demi kepentingan pribadi, bahkan merusak citra perjuangan itu sendiri.

Dari komentar dua sahabat itu, tiba-tiba ada rasa cemas di hati: dari penjarahan di Jakarta, bisa-bisa meluas juga ke Padang sebagaimana kota lain. Bakar-bakaran dan aksi brutal. Konon penyebabnya adalah karena adanya penyusup. Polisi sekarang sedang menyelidikinya.

Aparat jangan hanya sibuk gertak, tunjukkan perlindungan nyata

Sekecil apa pun informasi tentang penyusup, kita memang harus waspada. Karena itu, saya langsung mengirim informasi tersebut ke Muhidi, Ketua DPRD Sumbar. Saya yakin Ketua DPRD akan segera berkoordinasi dengan Kapolda. Polisi intensif memantau, melindungi, dan mengawasi agar demo di Sumbar tertib dan terpantau aman.

Saya yakin Muhidi akan peduli, segera mengambil tindakan preventif yang badunsanak. Demo sebelumnya, Ketua DPRD Muhidi terpantau turun langsung menemui para demonstran. Mereka bercengkrama, berdialog, melepas sumbat yang selama ini menahan aspirasi.

Jika masih ada yang menunggangi, maka tugas intelijen adalah memetakan risiko. Polisi mengawal dan melindungi dengan cermat agar nantinya tidak berhadap-hadapan dengan rakyat karena salah tangkap atau salah tembak.

Orang yang betul-betul salah layak dihukum, tetapi kadang kecakapan literasi polisi di lapangan kurang. Akibatnya bisa asal menembak, asal menangkap, sebagaimana kejadian sebelumnya.

Menjarah adalah wajah telanjang kegagalan negara

Menjarah adalah tindakan yang tidak hanya merusak harta benda, tetapi juga menghancurkan tatanan sosial dan moral masyarakat. Di tengah kemarahan rakyat terhadap ketidakadilan dan korupsi, sekelompok orang memanfaatkan kesempatan untuk menunggangi kekacauan dan memperburuk keadaan.

Koruptor yang marah karena dikejar hukum, PKI yang mulai mengadu domba seperti yang terjadi di beberapa daerah, hingga kelompok-kelompok lain yang memanfaatkan kesempatan untuk mencapai tujuan mereka sendiri—semua itu memperkeruh keadaan.

Rakyat, yang seharusnya menjadi prioritas, justru menjadi korban dari kekacauan ini. Mereka tidak tahu banyak tentang isu-isu tersebut, namun bersatu hanya untuk menyuarakan ketidakadilan dan korupsi.

Rakyat kehilangan kepercayaan, negara kehilangan wibawa

Menjarah bukan hanya tentang mengambil harta benda orang lain, tetapi juga tentang menghancurkan kepercayaan dan harapan masyarakat. Rakyat kehilangan kepercayaan pada pemerintah dan lembaga pelindungnya, sehingga kestabilan bangsa terancam.

Kita harus waspada terhadap upaya-upaya memanfaatkan kekacauan untuk memperburuk keadaan. Kita harus memastikan bahwa keadilan dan kebenaran ditegakkan, serta rakyat tidak menjadi korban permainan politik dan kekuasaan.

Pemimpin harus berhenti jadi penonton

Aparat mestinya memainkan perannya untuk melindungi rakyat. Segala perangkat intelijen, informasi, perangkat infrastruktur, dan pendukung lainnya ada di pemerintah.

Baca juga: Pelindung Demokrasi Kehilangan Empati, Saatnya Kita Ambil Sikap

Tetapi mengapa penjarahan luar biasa bisa terjadi? Banyak yang menduga ada pengkhianat di dalamnya. Sebagian menduga pihak luar struktur mencoba mengacaukan negara ini, termasuk para koruptor kelas kakap yang belum tertangkap.

Mari kita bangun kembali kepercayaan dan harapan masyarakat dengan memastikan keadilan dan kebenaran ditegakkan, serta rakyat menjadi prioritas utama. Tuntutan masyarakat mesti didengarkan, seperti mengganti para pejabat yang korup, mengesahkan undang-undang perampasan aset, dan lainnya.

Dengan demikian, kita dapat menciptakan bangsa yang lebih adil, sejahtera, dan bermartabat. Itulah tanggung jawab pemimpin sesungguhnya, sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945.

Penulis: Sastri Bakry 

Profil Singkat: Seorang sastrawan, penulis, mantan birokrat, sekaligus aktivis budaya dan penggiat literasi asal Padang, Sumatera Barat. Ia dikenal sebagai Ketua SatuPena Sumatera Barat, pendiri Sumbar Talenta Indonesia, serta Ketua International Minangkabau Literacy Festival (IMLF).

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *