Keterbatasan yang Membebeaskan: Strategi lokal Al-Ibriz di Tengah Gempuran Universalitas

Strategi lokal Al-Ibriz

Milenianews.com, Mata Akademisi – Memahami Al-Qur’an bukan sekadar membaca teks, tetapi menyerap pedoman hidupnya melalui tafsir yang mendalam. Dalam suatu karya tafsir, fenomenalitas sebuah karya kerap diukur dari seberapa luas jangkauan dan universalitas bahasanya. Tetapi, Kitab Al-Ibriz li Ma’rifat Tafsir Al-Qur’an al-‘Aziz membuktikan sebaliknya. Karya monumental Bisri Musthofa ini justru mencapai statusnya yang legendaris dengan melalui sebuah pilihan strategis yang tampak paradoks: membatasi diri pada penggunaan bahasa Jawa dan aksara Pegon.

Tidak dapat dimungkiri, pilihan Bisri Musthofa untuk menggunakan bahasa Jawa membawa konsekuensi tersendiri. Sebuah Tafsir berbahasa Arab seperti Tafsir Al-Jalalain memiliki jangkauan universal; ia dapat dipelajari oleh seorang santri di Maroko, seorang akademisi di Berlin. Sementara itu, Al-Ibriz secara natural terbatas jangkauannya hanya pada masyarakat yang memahami bahasa Jawa dan aksara Pegon.

Baca juga: Metode, Sistematika, dan Corak Tafsir Al-Baidhawi dalam Anwarut Tanzil

Dengan perkembangannya teknologi, munculnya Artificial intelligence atau biasa disebut dengan kecerdasan buatan, yang mana untuk meningkatkan efisiensi, membuka wawasan baru, dan mengotomatiskan tugas kompleks untuk mempermudah kehidupan manusia. Dalam proses transliterasi, kecerdasan buatan ini memanfaatkan model neural machine translation (NMT) untuk memproses terjemahan. Chatgpt merepresentasikan kecerdasan yang universal. Ia mampu memahami dan merespons dalam berbagai bahasa, mengakses miliaran data, dan memberikan jawaban yang konsisten secara global. Dalam hal ini, chatgpt seolah telah menjadi ‘kitab tafsir berbahasa Arab’ modern. Dimana hal itu menjadi sebuah sumber informasi yang bisa diakses oleh siapa saja dan di mana saja.

Di dunia keilmuan Tafsir yang kerap elitis dan berjarak, kitab Al-Ibriz karya Bisri Musthofa ini justru memilih jalan sebaliknya: turun ke jalan, menyapa rakyat dengan bahasa ibu mereka yaitu bahasa Jawa ngoko. Pilihan yang dianggap ‘keterbatasan’ inilah yang justru mengantarkannya pada status fenomenal yaitu menjadi kitab tafsir yang tidak hanya dibaca, tetapi benar-benar ‘hidup’ dan dihidupi oleh masyarakat dan hal itu menjadi strategi komunikasi yang cerdas dan penuh empati.

Menurut Wittgenstein, makna kata bukanlah benda yang dirujuknya, melainkan terletak pada penggunaannya dalam kehidupan nyata. Bahasa Arab Al-Qur’an merupakan sebuah ‘permainan bahasa’ dengan aturan dan konteks budayanya sendiri yang khas. Ketika ditafsirkan ke dalam bahasa lokal, terciptalah ‘permainan bahasa’ yang baru. Proses ini membuat pesan Al-Qur’an yang universal menjadi hidup dan relevan dalam konteks kultural masyarakat pembacanya serta upaya penafsirnya untuk membumikan Al-Qur’an yang berbahasa langit (Arab dan Makkah) ke dalam bahasa bumi (Jawa) agar mudah dipahami.

Di sisi lain, dalam sudut pandang Hermeneutik menyebutkan bahwasannya orang tidak akan meragukan otentisitas dan validitas gagasan yang dituangkan penulisnya, karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sangat dikuasainya dan dipahami oleh masyarakat sekitarnya. Seperti dalam QS. Al-Ma’un ayat 1, Bisri Musthofa menyebutkan arti mendustakan agama dengan mengonkretkannya dalam kenyataan sosial dengan menyebut: “Wong kang atine atos marang anak yatim, mlaku-mlaku neng mall tok, nanging wewehne mboten gelem. sholate mung golek di weruhi wong liya. Kuwi tah wong kang maune agama nanging nyatane madoni agama dewe!”, (“Orang yang berhati keras pada anak yatim, jalan-jalan ke mall terus, tapi enggan bersedekah. Shalatnya hanya ingin dilihat orang. Itulah orang yang mulutnya agamis tetapi nyatanya membohongi agama sendiri!”).

Sementara itu, chatgpt menerjemahkan “mendustakan Agama” sebagai penolakan terhadap kebenaran agama dengan penjelasan yang normatif. Disini terlihat chatgpt sekadar memberi definisi, sedangkan Al-Ibriz memberi gambaran hidup yang “nyantol” dan mengena. Dalam penggunaannya, penafsiran antara Bisri Musthofa dalam Al-Ibriz dengan terjemahan oleh chatgpt tentunya sangat berbeda, yaitu terletak pada tujuan dan dimensinya. Adanya Al-Ibriz ini bertujuan untuk mentransformasi hati dan perilaku dengan menghubungkan pesan ayat yang universal pada konteks budaya masyarakat jawa, sedangkan chatgpt hanya mengalih bahasakan suatu kata secara linguistik tanpa memahami dimensi kultural dan spiritual yang dimaksud.

Baca juga: Mantiq Ibn Arabi: Fondasi Spiritual bagi Krisis Mental Health Gen Z

Pilihan Bisri Musthofa ini untuk menggunakan bahasa Jawa, bukanlah sebuah fenomena yang terisolasi, melainkan bagian dari gerakan kultural budaya yang lebih besar di Nusantara. Selain tafsir dengan bahasa jawa ini, para mufassir seperti Ahmad Sanusi dengan Tafsir Qur’an Karim menggunakan bahasa Sunda atau Anregurutta Muhammad Shaleh Al-Majid dengan tafsir bahasa Bugis, telah melakukan misi serupa yaitu menerjemahkan otoritas langit ke dalam otentisitas bumi. Mereka bersama-sama membentuk sebuah tradisi tafsir yang menolak elitisisme, dan memilih jalan ‘pembumian’ yang revolusioner. Dalam konteks inilah, Al-Ibriz tidak hanya dipahami sebagai karya individual, tetapi sebagai puncak dari sebuah kesadaran kolektif untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab kehidupan yang berdialektika langsung dengan realitas lokal.

Dengan demikian, penafsiran chatgpt meski mampu menjangkau audiens global dengan efisiensi tinggi, tapi terjebak dalam universalitas yang datar, kehilangan kedalaman kontekstual dan kehangatan kultural. Sedangkan Al-Ibriz mengajarkan, bahwa pemahaman sejati lahir dari keintiman budaya, warisan Al-Ibriz justru semakin relevan sebagai peneguh bahwa agama hidup bukan dalam terjemahan kata, melainkan dalam percakapan yang menyentuh lubuk kesadaran suatu bangsa.

Penulis: Lulu Munawaroh, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *