Milenianews.com, Mata Akademisi – Beberapa bencana yang terjadi di Indonesia kerap berlangsung secara berulang dan terus-menerus. Secara logis, Indonesia tidak semestinya mengalami bencana secara berulang. Hal ini kemungkinan terjadi akibat berbagai faktor yang berperan memicu terjadinya bencana. Faktor-faktor tersebut mungkin memiliki hubungan langsung dengan proses sekularisasi, sehingga perubahan cara pandang masyarakat terhadap nilai-nilai keagamaan dan sosial semakin tampak. Apa yang mendasari hal ini terjadi? Dan apakah hal tersebut akan berdampak pada masyarakat Indonesia?
Bencana yang terjadi secara berulang di berbagai wilayah Indonesia menunjukkan adanya faktor-faktor tertentu yang memicu dan memperkuat dampaknya. Akibatnya, masyarakat dan alam di sekitarnya terkena imbas yang tidak lazim. Contohnya adalah banjir dan longsor, yang menjadi sorotan hingga tingkat internasional. Penyebab utama dari bencana ini adalah ulah manusia yang serakah dalam mengambil sumber daya alam (SDA) secara terus-menerus.
Bencana sering kali muncul akibat kerakusan manusia yang tidak bijak dalam memanfaatkan dan mengelola alam. Sebagian manusia yang dikuasai keserakahan tidak lagi menjunjung moral, bahkan kehilangan rasa takut kepada Tuhan. Fenomena ini berkaitan dengan sekularisasi yang memisahkan agama dan ilmu pengetahuan. Akibatnya, nilai-nilai spiritual dan etika yang seharusnya menjadi landasan pengelolaan alam menjadi terabaikan.
Ketika pengelolaan sumber daya alam tidak didasari kesadaran spiritual dan pertimbangan ekonomi yang bijak, bencana alam pun tak terhindarkan. Banyak wilayah di Indonesia merasakan dampak dari sikap abai ini, yang menandakan hilangnya kesadaran bahwa alam bukan sekadar sumber manfaat, tetapi juga amanah yang menuntut tanggung jawab moral dan spiritual.
Keserakahan Manusia dan Dampak Spiritual
Manusia yang serakah seolah melupakan bahwa Tuhan menciptakan alam untuk dijaga, bukan dieksploitasi tanpa batas. Sikap abai ini memperlihatkan hilangnya kesadaran bahwa setiap tindakan manusia terhadap alam memiliki konsekuensi moral dan spiritual. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Māidah ayat 32, tindakan merusak atau membunuh (termasuk merusak alam) tanpa alasan yang dibenarkan dipandang seolah membunuh seluruh umat manusia. Sebaliknya, siapa pun yang menjaga kehidupan dianggap telah memelihara kehidupan seluruh umat manusia.
Fenomena kerusakan alam akibat keserakahan manusia memicu kontroversi karena dampaknya sangat parah. Eksploitasi sumber daya alam tanpa pertimbangan jangka panjang melanggar keseimbangan hukum alam. Akibatnya, bencana berulang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, menimbulkan konsekuensi jangka panjang yang mengkhawatirkan.
Jika perilaku ini terus berlangsung, krisis moral dan spiritual bisa semakin meluas, bahkan berpotensi mengikis jiwa kerohanian masyarakat. Dalam konteks ilmu pengetahuan modern, sekularisasi memperparah kondisi ini karena nilai-nilai ketuhanan terpisah dari proses berpikir manusia, sementara ilmu pengetahuan berkembang tanpa landasan etis yang kuat.
Di Indonesia, perilaku ini sudah menjadi hal yang lumrah. Kondisi pengangguran dan keterbatasan pekerjaan memaksa sebagian masyarakat terus mengeksploitasi SDA. Akibatnya, banyak satwa liar kehilangan habitatnya, terpaksa meninggalkan lingkungan alami, dan bahkan terancam terseret arus banjir ketika bencana melanda.
Tanggung Jawab Hukum dan Etika Lingkungan
Dalam konteks hukum negara, tindakan mengeksploitasi hutan secara berlebihan dapat dikenai sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan. UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan menegaskan bahwa merusak kehutanan adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan. Pencegahan kerusakan dapat dilakukan melalui reboisasi, menjaga kelestarian alam, dan peduli terhadap lingkungan sekitar.
Pada akhirnya, bencana yang berulang di Indonesia tidak hanya disebabkan faktor alam, tetapi juga perilaku manusia yang merusak lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pengabaian nilai moral serta etika menyebabkan kerusakan ekosistem dan memicu bencana seperti banjir dan longsor. Dampaknya dirasakan oleh manusia maupun satwa liar yang kehilangan habitat alami.
Kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam menjaga lingkungan menjadi sangat penting agar bencana serupa tidak terus terulang. Hanya dengan pendekatan yang mengedepankan etika, spiritualitas, dan kepedulian terhadap alam, keseimbangan antara manusia dan lingkungan dapat terwujud.
Penulis: Silma Milatina Kay Nailal Muna, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.













