Mata Akademisi, Milenianews.com – Menjadi mahasiswa bukan hanya tentang menghadiri kelas dan menyelesaikan tugas. Ada idealisme yang tumbuh dalam semangat muda: keinginan untuk membuat perubahan, memperjuangkan nilai-nilai, dan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Namun, idealisme ini kerap diuji ketika dihadapkan dengan realitas akademik yang menuntut nilai tinggi, kedisiplinan belajar, dan tanggung jawab personal. Di sinilah letak dilema mahasiswa organisatoris: antara mempertahankan idealisme organisasi atau memenuhi tuntutan akademik.
Mahasiswa organisatoris biasanya adalah mereka yang aktif dalam lembaga kemahasiswaan seperti BEM, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), atau organisasi eksternal seperti LSM dan komunitas sosial. Keterlibatan mereka tidak hanya soal hadir dalam rapat, tetapi juga menyangkut kepemimpinan, advokasi, bahkan pengambilan keputusan strategis kampus. Mereka tidak jarang menjadi wajah dari pergerakan mahasiswa.
Baca juga: Tips Efektif Mengelola Waktu antara Kuliah dan Kegiatan Organisasi
Organisasi yang Dijadikan Kambing Hitam
Namun, idealisme organisasi sering kali berbenturan dengan kewajiban akademik. Tidak sedikit mahasiswa yang harus mengorbankan waktu belajarnya demi rapat malam hari, agenda kampus, bahkan aksi demonstrasi. Fakta ini diperkuat oleh penelitian Nurhasanah (2020) dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, yang menunjukkan bahwa 67% mahasiswa aktif organisasi mengalami penurunan IPK setelah satu tahun aktif berorganisasi, terutama karena kurangnya manajemen waktu yang baik.
Ironisnya, kampus sering kali menuntut keseimbangan. Di satu sisi, mahasiswa dituntut menjadi agen perubahan melalui organisasi. Di sisi lain, prestasi akademik tetap menjadi tolok ukur utama keberhasilan studi. Ketika mahasiswa gagal mempertahankan IPK minimal, mereka bisa terkena sanksi akademik atau bahkan kehilangan beasiswa.
Namun, tidak adil jika organisasi dituduh sebagai penyebab turunnya prestasi akademik. Justru sebaliknya, organisasi menjadi wadah penting pembentukan soft skill mahasiswa. Penelitian oleh Purnomo (2022) dalam Jurnal Administrasi Pendidikan menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif berorganisasi cenderung memiliki kemampuan komunikasi dan kepemimpinan yang lebih baik daripada yang tidak aktif. Sayangnya, hal ini masih belum cukup diakui secara formal dalam sistem evaluasi akademik.
Ada juga tekanan sosial yang dirasakan oleh mahasiswa organisatoris. Ketika mereka terlalu fokus pada akademik, mereka dianggap “cuek” terhadap persoalan sosial atau dianggap tidak loyal terhadap organisasi. Ketika terlalu fokus pada organisasi, mereka dikhawatirkan mengecewakan orang tua atau dosen karena nilai yang menurun. Ini menciptakan tekanan psikologis yang tidak ringan.
Lalu Bagaimana Solusinya?
Pertama, diperlukan penguatan sistem mentoring bagi mahasiswa organisatoris. Dosen pembimbing akademik seharusnya bisa menjadi jembatan agar mahasiswa mampu menata waktu antara kegiatan organisasi dan belajar. Dalam hal ini, penting juga adanya manajemen waktu yang baik serta dukungan dari pihak yang cukup berpengalaman dan dipercaya mampu memberikan dampak positif bagi mahasiswa.
Kedua, perlu adanya pengakuan formal dari pihak kampus atas pencapaian non-akademik mahasiswa. Beberapa kampus, baik di luar maupun dalam negeri, bahkan telah memberikan kredit khusus untuk kegiatan organisasi sebagai bagian dari evaluasi kelulusan, seperti konversi nilai semester yang diambil dari kinerja dan keaktifan pengurus dalam organisasi.
Baca juga: Tips Mengambil Keputusan dalam Sebuah Organisasi
Ketiga, dari sisi mahasiswa sendiri, penting untuk memiliki kesadaran akan prioritas. Idealisme tidak berarti harus membakar diri sendiri. Memperjuangkan perubahan sosial adalah hal yang mulia, tetapi menjaga kesehatan mental dan keberhasilan akademik juga merupakan bentuk tanggung jawab pribadi. Keseimbangan bisa dicapai jika mahasiswa mampu menyusun manajemen waktu dan memiliki batasan yang sehat terhadap kegiatan luar kelas.
Yang Perlu Diperhatikan oleh Mahasiswa Organisatoris!
Sebagai generasi muda, mahasiswa memang diharapkan menjadi pelopor perubahan. Namun, perubahan yang berdampak juga butuh pondasi yang kuat, termasuk pendidikan yang baik. Maka dari itu, idealisme dan akademik tidak perlu dipertentangkan. Keduanya bisa berjalan beriringan dengan tekad, komitmen, strategi, dan dukungan yang tepat.
Penulis: Muhammad Ash Shidqy
Instagram: @ashidqyy
Profil Singkat: Seorang mahasiswa aktif di sebuah perguruan tinggi dengan fokus pada jurusan perekonomian. Memiliki minat yang kuat di bidang Ekonomi dan Politik, yang diwujudkan melalui kegiatan membaca serta berdiskusi bersama rekan-rekan yang memiliki ketertarikan serupa.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.