Mata Akademisi, Milenianews.com – Hasan Hanafi lahir di Kairo pada tahun 1935. Ia memiliki ketertarikan mendalam pada pembaruan pemikiran Islam sejak menempuh pendidikan tinggi di Universitas Kairo dan Sorbonne University, dengan mendalami filsafat, metodologi berpikir sejarah, fenomenologi, serta analisis kesadaran diri secara luas.
Keterlibatannya dalam organisasi ilmiah, masyarakat, serta publikasi jurnal ilmiah memuat gagasan-gagasan kritis yang membuatnya sempat dipenjara. Hasan Hanafi merupakan seorang pembaharu yang peduli terhadap kondisi umat Islam dan warisan intelektualnya, dengan pandangan realistis dalam mengatasi tantangan zaman secara efektif.
Baca juga: Feminisme Islam Dalam Perspektif Ilmu Kalam: Teologi Hasan Hanafi
Menurut Saripuddin Napitupulu dan Nunu Burhanuddin, Hasan Hanafi mengidentifikasi pengetahuan yang relevan terkait kepercayaan tradisional dominan dan pemahaman modern, guna memfasilitasi persatuan antara tradisi dan teknologi modern, sambil mengkritisi dominasi intelektual Barat dalam kaitannya dengan ajaran Al-Qur’an yang universal.
Dua ide utama di balik pemikirannya yakni oksidentalisme, yaitu prinsip menempatkan orientalisme Barat dalam kaitannya dengan Islam, dan hermeneutika Islam, yang mewacanakan bahwa ajaran Al-Qur’an diungkapkan melalui kondisi sosial masyarakat setempat. Pengetahuan Hanafi berkaitan erat dengan upaya mempromosikan kesatuan antara tradisi dan perspektif modern dalam mengintegrasikan Islam ke dalam proses global.
Hasan Hanafi mengembangkan konsep oksidentalisme sebagai kritik terhadap orientalisme, yang sebagian besar mengacu pada kajian Islam oleh para sarjana Barat. Hanafi berpendapat bahwa studi semacam itu sering dilakukan dengan niat jahat dan bias, yang melandasi asumsi tentang dominasi Barat atas negara-negara Muslim.
Selama ini, Barat menggunakan alat orientalisme untuk mempelajari dan memahami dunia Timur dari sudut pandang mereka sendiri. Sebagian studi orientalis mengandung pandangan negatif terhadap Islam, dengan menggambarkannya sebagai peradaban yang lemah, kurang berkembang, atau bahkan tidak mampu beradaptasi dengan zaman modern.
Hanafi berpendapat bahwa keadaan ini perlu diubah demi kepentingan negara-negara berkembang di dunia Islam, yang membutuhkan kekuatan untuk menentukan identitas mereka sendiri di tingkat global. Pemikiran Barat (oksidental) dapat memberikan manfaat bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, politik, dan ekonomi, asalkan ide-ide tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Lebih jauh, Hasan Hanafi mendorong pendekatan hermeneutika Islam yang menekankan penafsiran Al-Qur’an dalam kaitannya dengan masalah sosial yang nyata. Menurutnya, pemahaman terhadap Al-Qur’an tidak bisa dibatasi pada pendekatan tekstual yang kaku, tetapi perlu disesuaikan dengan permasalahan nyata yang dihadapi umat Islam.
Al-Qur’an dalam tradisi Islam telah banyak dijelaskan oleh para sarjana klasik, namun sering kali tanpa memperhatikan konteks kontemporer. Kekhawatiran Hanafi bermula dari ketakutan bahwa Islam akan terputus dari arus zaman yang sedang berlangsung. Ia mendukung pengembangan interpretasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara efektif.
Hasan Hanafi memandang bahwa ajaran Islam harus dikemas dan diterapkan secara lebih progresif agar tetap relevan dengan isu-isu modern, terutama dalam hal kesetaraan gender dan dinamika sosial. Penafsiran Al-Qur’an harus mempertimbangkan kondisi sosial agar hukum Islam tetap dapat diterapkan secara taat, namun juga dengan cara yang toleran dan fleksibel.
Dalam pemikiran Hasan Hanafi, tafsir Islam tidak boleh dilakukan secara kaku atau semata-mata berdasarkan teks, tanpa memperhatikan konteks kehidupan nyata. Ia berpendapat bahwa ajaran Islam harus selalu relevan dengan zaman dan memberikan manfaat bagi umat Muslim dalam berbagai aspek kehidupan.
Baca juga: Hermeneutika Hasan Hanafi Bukan Sekadar Tafsir Teks
Pemikiran Hasan Hanafi tentang oksidentalisme dan hermeneutika Islam menunjukkan bahwa umat Islam perlu melakukan pembaruan dalam memahami ajaran mereka sendiri secara utuh. Umat Islam dapat mengambil peran aktif dalam menilai peradaban Barat secara kritis melalui oksidentalisme, serta menghindari dominasi intelektual yang merugikan mereka.
Hermeneutika Islam memungkinkan tafsir Al-Qur’an menjadi relevan dengan kehidupan sosial, sehingga Islam tetap mampu menjawab tantangan zaman modern secara efektif. Kedua konsep ini memberikan wawasan penting bagi pembaruan intelektual Islam di era kontemporer. Ajaran Hasan Hanafi mendorong Islam untuk berkembang secara dinamis dalam diri para penganutnya, melampaui masa lalu, alih-alih menjadi kaku dan statis. Umat Islam dapat membangun peradaban yang tertanam kuat pada tradisi, sembari menyongsong masa depan secara optimis dengan kemandirian luar biasa.
Penulis: Rifdah Farnidinah, Dosen serta Rina Zakiana, Rahmi Aufa, Aleycia Puspita Firda, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.