Islam di Era Media Sosial, saat Felix Siauw Lebih Dikenal daripada Hassan Hanafi

felix siauw

Mata Akademisi, Milenianews.com – Di zaman sekarang, siapa yang tidak kenal dengan nama Felix Siauw? Nama ini lebih familiar di telinga pemuda muslim saat ini dibandingkan nama seorang intelektual Islam kontemporer, yaitu Hassan Hanafi. Hal ini juga terjadi pada saya dan beberapa teman saya. Fenomena ini bukan sekadar persoalan selera, melainkan cerminan masalah mendasar dalam pendidikan Islam modern, seperti ceramah agama yang disederhanakan dan viral, namun kurang mendalam, sementara pemikiran mendalam tentang Islam sering diabaikan.

Pengaruh tokoh agama yang terkenal karena gaya ceramahnya yang menarik, seperti Felix Siauw, sangat terasa dalam wacana keislaman kontemporer, sementara pemikir kritis semacam Hassan Hanafi terpinggirkan. Hal ini mencerminkan masalah mendasar dalam sistem pendidikan Islam modern. Felix Siauw menjadi populer berkat strategi dakwah digital yang mengadopsi logika pasar dan mengandalkan materi yang sengaja dibuat untuk menarik perhatian, misalnya melalui kontroversi, kisah dua sisi antara Muslim dan kaum liberal, serta fokus pada isu-isu emosional seperti hijrah atau khilafah yang mudah viral di media sosial.

Baca juga: Islam Tak Boleh Kaku: Hasan Hanafi dan Tafsir yang Bergerak

Sementara itu, Hassan Hanafi dengan gagasan “Kiri Islam”-nya yang menekankan penafsiran ulang terkait konteks keadilan sosial dan menolak pemahaman kaku terhadap teks agama justru tersingkir. Pemikirannya dianggap terlalu akademis, liberal, dan tidak masuk dalam kurikulum pendidikan Islam yang cenderung mengutamakan fikih praktis, mengikuti pendapat atau ajaran seseorang tanpa mengetahui dasar atau bukti (dalil) yang mendukungnya, serta menghindari diskusi kritis, termasuk seni memahami makna teks secara mendalam atau filsafat Islam.

Ketimpangan ini berakibat pada pemahaman agama yang dangkal, menyempitkan Islam hanya pada hal-hal lahiriyah, menguatnya intoleransi, dan stagnasi pemikiran yang membuat umat terjebak dalam nostalgia masa lalu tanpa kemampuan analitis untuk menjawab tantangan modern.

Peran Pendidikan Islam dalam Mengatasi Ketimpangan

Untuk mengatasi ketimpangan ini, pendidikan Islam perlu perbaikan mendasar dengan memperkenalkan khazanah pemikiran kritis, seperti karya Hassan Hanafi, Fatima Mernissi, atau Fazlur Rahman, serta intelektual Islam lainnya, ke dalam kurikulum pendidikan Islam. Fokus tidak hanya pada doktrin, tetapi juga metodologi berpikir kritis. Pendekatan pembelajaran harus bergeser dari sekadar menghafal halal-haram ke pemahaman kontekstual tentang bagaimana teks agama berinteraksi dengan isu-isu modern, seperti keadilan sosial, lingkungan hidup, atau kesetaraan gender.

Selain itu, generasi muda perlu dibekali literasi media untuk menyaring konten keagamaan populer yang sering disederhanakan dan mencari sensasi, sambil membuka ruang dialog inklusif dengan pemikiran lain. Dengan demikian, Islam tidak hanya menjadi identitas emosional yang dikomodifikasi, tetapi juga kekuatan intelektual progresif yang relevan dengan tantangan zaman.

Baca juga: Hermeneutika Hasan Hanafi Bukan Sekadar Tafsir Teks

Fenomena popularitas Felix Siauw dibanding Hassan Hanafi menunjukkan masalah serius dalam pendidikan Islam modern, di mana dakwah yang disederhanakan dan viral lebih diminati daripada pemikiran kritis yang mendalam. Ketidakseimbangan ini terjadi karena sistem pendidikan lebih fokus pada hal-hal praktis, seperti hukum halal-haram, tanpa mengajarkan cara memahami agama secara kontekstual, sementara media sosial memperkuat konten agama yang sensasional dan emosional. Akibatnya, pemahaman Islam menjadi dangkal, terbatas pada simbol-simbol lahiriah, dan kurang mampu menjawab tantangan zaman.

Solusinya, pendidikan Islam perlu mengintegrasikan pemikiran kritis dari tokoh seperti Hassan Hanafi, mengajarkan metodologi berpikir alih-alih sekadar doktrin, serta melatih generasi muda untuk menyaring konten agama di media sosial. Dengan begitu, Islam tidak hanya menjadi identitas emosional yang dijual bebas, tetapi juga sumber pengetahuan yang relevan dan progresif untuk kehidupan modern.

Penulis: Dr. Mamluatun Nafisah. M.Ag, Dosen serta Siti Khadijah Zulhilmi, Lia Lailatul Fuadiah, Arfah Lisa’adatiddaroin, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Penulis: Dr. Mamluatun Nafisah. M.Ag, Siti Khadijah Zulhilmi, Lia Lailatul Fuadiah, Arfah Lisa’adatiddaroinEditor: Sismia Wandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *