Milenianews.com, Mata Akademisi – Ilmu pengetahuan merupakan salah satu pilar fundamental dalam peradaban manusia. Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan mengalami berbagai gejolak dan perubahan, termasuk disintegrasi dan westernisasi, yang menjadi isu penting dalam problematika modern yang dipengaruhi oleh sikap serta mental manusia. Ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai ilmu yang disusun secara logis dan bersistem, mengukur sebab-akibat, dan bertindak sebagai acuan terhadap kebingungan serta kesalahan masyarakat modern, yang menekankan rasionalitas ilmu dan teknologi sebagai perwujudan tradisi dan adat istiadat.
Disintegrasi Pengetahuan Modern dan Dampaknya
Ilmu pengetahuan berfungsi sebagai antidotum terhadap disintegrasi pengetahuan modern dengan menyediakan kerangka kerja terpadu, metodologi bersama, dan landasan objektif yang melampaui batas disipliner yang terisolasi. Disintegrasi pengetahuan modern sering kali merujuk pada spesialisasi ekstrem, di mana para ahli dari berbagai bidang kesulitan berkomunikasi atau mengintegrasikan temuan mereka.
Perkembangan ilmu pengetahuan modern telah membawa kemajuan pesat dalam berbagai bidang kehidupan. Kemajuan teknologi, sains, dan sistem sosial mempermudah aktivitas manusia dan meningkatkan taraf hidup. Namun, di balik kemajuan tersebut muncul persoalan serius berupa disintegrasi pengetahuan, yaitu kondisi ketika ilmu terpecah-pecah, kehilangan keterkaitan makna, dan terlepas dari nilai moral serta spiritual. Dalam konteks ini, ilmu pengetahuan justru dapat menjadi sumber krisis kemanusiaan. Oleh karena itu, pemahaman baru tentang ilmu sebagai antidotum terhadap disintegrasi sangat dibutuhkan.
Pemisahan Disiplin Ilmu dan Risiko Kehilangan Nilai
Disintegrasi pengetahuan ditandai oleh pemisahan tajam antara disiplin ilmu. Ilmu alam, ilmu sosial, humaniora, dan agama berkembang secara terpisah tanpa dialog memadai. Spesialisasi ilmu yang berlebihan membuat para ilmuwan fokus hanya pada bidangnya, sementara dampak sosial, moral, dan kemanusiaan dari ilmu tersebut sering diabaikan. Paradigma ilmu modern yang sekuler dan positivistik memandang pengetahuan sebagai bebas nilai (value-free), sehingga kebenaran diukur hanya melalui rasio dan fakta empiris.
Akibatnya, ilmu kehilangan orientasi tujuan. Pengetahuan tidak lagi diarahkan untuk membangun kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia, tetapi semata-mata untuk menguasai alam dan memenuhi kepentingan praktis. Kondisi ini menimbulkan paradoks: manusia semakin cerdas secara intelektual, tetapi semakin rapuh secara moral dan spiritual.
Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi
Dimensi Nilai dan Etika dalam Ilmu Pengetahuan
Dimensi nilai dan etika menjadi penawar disintegrasi. Ilmu tidak pernah sepenuhnya netral karena setiap pengetahuan yang dihasilkan memengaruhi cara manusia bertindak dan mengambil keputusan. Oleh sebab itu, ilmu perlu diarahkan pada nilai kemaslahatan, keadilan, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Dalam perspektif ilmu pengetahuan Islam, integrasi akal, pengalaman empiris, dan wahyu menjadi dasar membangun ilmu yang utuh. Akal berfungsi untuk berpikir kritis dan analitis, indera digunakan untuk mengamati realitas empiris, sedangkan wahyu memberikan panduan nilai dan tujuan akhir kehidupan. Sinergi ketiganya mencegah ilmu terjebak dalam kesombongan intelektual dan penyalahgunaan kekuasaan atas alam dan manusia.
Ilmu Pengetahuan dan Pembentukan Manusia Beradab
Ilmu pengetahuan tidak hanya bertujuan menghasilkan kemajuan teknologi, tetapi juga membentuk manusia yang beradab. Pendidikan dan pengembangan ilmu seharusnya melahirkan individu yang memiliki kepekaan moral, tanggung jawab sosial, serta kesadaran akan keterkaitan dirinya dengan sesama manusia dan alam. Dengan demikian, ilmu tidak berhenti pada penguasaan pengetahuan, melainkan berlanjut pada pengamalan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan nyata.
Di era banjir informasi, peran ilmu pengetahuan yang integratif semakin penting. Informasi yang melimpah tanpa kerangka pemahaman yang utuh justru memperparah disintegrasi pengetahuan. Oleh karena itu, pendidikan ilmu harus diarahkan tidak hanya pada penguasaan materi, tetapi juga pada kemampuan sintesis, refleksi, dan penilaian etis. Pendidikan semacam ini melahirkan manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam bertindak.
Mengembalikan Hakikat Ilmu
Ilmu pengetahuan sebagai antidotum terhadap disintegrasi menuntut perubahan paradigma. Ilmu harus dikembalikan pada hakikatnya sebagai upaya memahami realitas secara menyeluruh dan bermakna. Integrasi antarilmu, keterikatan pada nilai, serta kesadaran etis menjadi kunci menyembuhkan keterpecahan pengetahuan modern. Dengan demikian, ilmu pengetahuan tidak hanya menjadi simbol kemajuan, tetapi juga fondasi peradaban yang manusiawi dan beradab.
Penulis: Firyal Luqyanaa, Mahasiswa Semester 1 (IAT), Insitut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.








