Generasi Muda dan Krisis Akar Teologi: Ke Mana Asy’ariyah Pergi?

asy'ariyah

Mata Akademisi, Milenianews.com – Ajaran Asy’ariyah dikembangkan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari pada abad ke-9 Masehi. Ajaran ini merupakan salah satu aliran teologi Islam yang menyeimbangkan antara wahyu dan akal. Pemikiran ini menyebar ke berbagai wilayah Islam, termasuk Indonesia, melalui para ulama dan pedagang dari Timur Tengah dan India sejak abad ke-13.

Di Indonesia, pemikiran Asy’ariyah diterima dengan baik karena pendekatannya yang moderat dan sesuai dengan budaya lokal. Organisasi Nahdlatul Ulama (NU), yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1926, menjadikan Asy’ariyah sebagai dasar dalam ajaran keagamaannya.

Baca juga: Rasionalisme Asy`ariyah: Tanggapan atas Tafsir dengan Pendekatan Hermeneutika

Asy’ariyah dikenal dengan pendekatannya yang moderat dalam memahami ajaran Islam. Aliran ini menekankan pentingnya keseimbangan antara akal dan wahyu, serta menolak ekstremisme dalam beragama. Dalam memahami sifat-sifat Allah, Asy’ariyah menghindari penafsiran literal yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, dan lebih memilih pendekatan yang rasional dan kontekstual. Hal ini menjadikan aliran ini sebagai aliran teologi yang inklusif dan adaptif terhadap berbagai kondisi sosial dan budaya.

Di Indonesia, pengaruh ajaran ini sangat terlihat dalam praktik keagamaan masyarakat, terutama di kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Tradisi seperti tahlilan, maulid Nabi, istighotsah, dan ziarah kubur merupakan bagian dari ekspresi keagamaan yang berlandaskan pada ajaran Asy’ariyah. Selain itu, pendekatan moderat Asy’ariyah juga tercermin dalam sikap toleransi dan keterbukaan umat Islam Indonesia terhadap perbedaan mazhab dan agama. Hal ini menjadikan Islam di Indonesia sebagai agama yang damai dan harmonis dalam keberagaman.

Moderasi Sebagai Napas dalam Dakwah dan Pendidikan NU

Peran ajaran ini dalam lingkungan NU terlihat jelas dalam cara berpikir, pendidikan, dan sikap keagamaan warga NU. Di bidang pendidikan, pesantren-pesantren NU memakai ajaran Asy’ariyah sebagai dasar pelajaran akidah. Selain itu, NU terkenal dengan cara berdakwah yang damai, tidak memaksa, dan selalu menghargai perbedaan. Cara ini sesuai dengan pendekatan Asy’ariyah yang moderat dan tidak mudah menganggap orang lain kafir. Misalnya, saat menghadapi kelompok yang memiliki pandangan berbeda, NU lebih memilih berdialog daripada berdebat dengan keras.

Dalam hal sosial, saat ada isu intoleransi atau radikalisme, NU selalu hadir dengan sikap yang menenangkan, mengajak umat Islam untuk tetap bersatu dan saling menghormati. Sikap seperti ini sering diperlihatkan oleh para ulama muda NU di media sosial dan di forum-forum umum. Semua ini menunjukkan bahwa ajaran Asy’ariyah tidak hanya diajarkan di kelas, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh NU sebagai bagian dari identitasnya.

Meskipun Asy’ariyah telah mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia, di era modern ini ajaran ini menghadapi berbagai tantangan. Munculnya paham keagamaan baru yang lebih konservatif dan tekstualis, seperti Salafi-Wahabi, sering kali menolak tradisi dan pemikiran Asy’ariyah.

Selain itu, generasi muda yang lebih banyak belajar agama melalui internet tanpa bimbingan yang tepat dapat terpengaruh oleh ajaran yang ekstrem. Globalisasi dan modernisme juga mendorong masyarakat menjadi lebih rasional dan individualis, yang dapat menjauhkan mereka dari pemahaman agama yang berakar pada tradisi dan otoritas ulama.

Relevansi Ajaran Asy’ariyah untuk Generasi yang Terombang-Ambing

Untuk menjaga dan memperkuat ajaran Asy’ariyah, beberapa strategi dapat dilakukan. Di antaranya adalah penguatan pendidikan agama melalui kurikulum di pesantren, madrasah, dan sekolah umum yang perlu diperkuat dengan ajaran-ajaran Asy’ariyah, disampaikan dengan bahasa yang sesuai dengan zaman. Selain itu, pemanfaatan media digital juga harus dilakukan oleh para kader dan ulama. NU harus aktif di media sosial untuk menyebarkan dakwah Islam Asy’ariyah yang ramah dan tidak provokatif.

Kaderisasi ulama muda yang menanamkan dasar-dasar ideologi Asy’ariyah dan menguasai pemikiran klasik, namun juga memahami perkembangan zaman, sangat penting agar dapat menjembatani antara tradisi dan modernitas. Dalam hal ini, dialog yang terbuka juga perlu terus dilakukan agar dapat mengurangi kesalahpahaman dan memperkuat toleransi antarumat beragama dan antarkelompok Islam.

Ajaran Asy’ariyah sangat penting dalam menjaga cara beragama umat Islam di Indonesia agar tetap tenang, seimbang, dan tidak mudah terpengaruh oleh paham yang keras. Ajaran ini membantu umat Islam untuk tidak terlalu kaku dalam memahami agama, tetapi tetap berpegang pada ajaran pokok yang benar. Hal ini sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang beragam dan memiliki banyak budaya. Namun, banyak generasi muda sekarang kurang mengenal ajaran Asy’ariyah.

Baca juga: Salafi Tapi Bukan Salafi? Salafi Itu Pemikiran, Bukan Aliran

Mereka sering mendapat informasi agama dari internet tanpa tahu apakah sumbernya jelas atau tidak. Ini bisa membuat mereka salah paham atau bahkan mengikuti ajaran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang damai.

Oleh karena itu, perlu ada usaha yang lebih serius dalam mengajarkan kembali ajaran Asy’ariyah, baik di sekolah, pesantren, maupun lewat media sosial. Jika ajaran Asy’ariyah terus dijaga dan diajarkan dengan cara yang sesuai dengan zaman, maka umat Islam di Indonesia akan tetap hidup rukun, saling menghargai, dan tidak mudah terpecah oleh perbedaan.

Pokok-pokok ajaran Asy’ariyah yang netral dan seimbang sangat berperan membawa Nahdlatul Ulama menjadi penengah dari kisruh yang kerap terjadi antar kelompok agama di Indonesia. Metode dakwah yang variatif namun tetap santun dan damai, menjadikan ajaran ini dapat diterima oleh berbagai golongan masyarakat.

Penulis: Ahmad Syukron, Dosen serta Febra Lusi Yana, Afkary Aulia Nasywa Siregar, Chelsea Glediva, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Penulis: Ahmad Syukron, Febra Lusi Yana, Afkary Aulia Nasywa Siregar, Chelsea GledivaEditor: Sismia Wandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *