Milenianews.com, Mata Akademisi — Sains merupakan suatu sistem pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, yakni proses pengamatan, pengukuran, pengujian, serta penalaran logis untuk memahami dan menjelaskan fenomena alam maupun sosial secara objektif dan dapat diverifikasi. Salah satu fenomena alam yang dikaji dalam sains adalah erupsi gunung api, yaitu proses keluarnya material dari dalam bumi berupa lava, abu vulkanik, gas, dan batuan pijar akibat meningkatnya tekanan magma di bawah permukaan.
Filsafat, di sisi lain, adalah disiplin ilmu yang mempelajari hakikat segala sesuatu melalui pemikiran kritis, rasional, dan mendalam guna mencari kebenaran, makna, serta prinsip dasar yang melandasi pengetahuan dan pengalaman manusia. Sementara itu, ilmu pengetahuan alam merupakan cabang ilmu yang secara khusus mengkaji gejala dan fenomena alam melalui observasi, eksperimen, dan metode ilmiah untuk memahami hukum-hukum yang mengatur alam semesta.
Sains, Erupsi, dan Filsafat Ilmu
Sains, erupsi, filsafat, dan ilmu pengetahuan alam saling berkaitan dalam upaya memahami fenomena erupsi Gunung Merapi. Sains menyediakan penjelasan melalui metode ilmiah yang sistematis dan dapat diuji, sedangkan ilmu pengetahuan alam berfokus pada kajian empiris terhadap proses alam itu sendiri. Erupsi dipelajari untuk mengetahui mekanisme keluarnya material vulkanik dari dalam bumi serta dampaknya bagi lingkungan dan manusia.
Dalam konteks ini, filsafat ilmu berperan menelaah dasar-dasar pemikiran ilmiah yang digunakan. Melalui perspektif filsafat ilmu, pemahaman terhadap erupsi tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyentuh bagaimana pengetahuan ilmiah dibangun, diverifikasi, dan dimaknai di tengah ketidakpastian alam.
Proses Ilmiah Erupsi Gunung Merapi
Erupsi Gunung Merapi terjadi akibat meningkatnya tekanan magma di dalam dapur magma yang mendorong material ke permukaan. Sifat magma Merapi yang relatif kental menyebabkan gas-gas vulkanik, seperti karbon dioksida (CO₂) dan sulfur dioksida (SO₂), terperangkap sehingga tekanan terus meningkat hingga memicu letusan.
Aktivitas ini juga dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik di zona subduksi antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Proses tersebut menghasilkan pembentukan magma baru dan meningkatkan aktivitas vulkanik. Selain itu, struktur tubuh gunung yang melemah atau adanya retakan internal dapat mempercepat naiknya magma ke permukaan. Merapi juga kerap membentuk kubah lava di puncaknya. Apabila kubah tersebut tumbuh terlalu besar dan tidak stabil, runtuhannya dapat memicu awan panas guguran yang memperparah dinamika erupsi.
Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi
Data Ilmiah dan Ketidakpastian Alam
Erupsi Gunung Merapi menunjukkan eratnya hubungan antara sains, ilmu pengetahuan alam, dan filsafat ilmu dalam memahami fenomena alam. Melalui pendekatan ilmiah, aktivitas gunung api dipantau secara terus-menerus menggunakan metode observasi, analisis geologi, dan pemodelan ilmiah. Namun demikian, data dan pemantauan tersebut tidak selalu mampu memberikan kepastian mutlak.
Pada akhir November 2025, misalnya, Gunung Merapi kembali menunjukkan aktivitas signifikan. Sejumlah awan panas guguran tercatat terjadi dalam sepekan terakhir, dengan jarak luncur mencapai ratusan hingga lebih dari seribu meter ke arah barat daya. Fenomena ini menegaskan bahwa meskipun pemantauan dan prediksi terus dilakukan, sifat vulkanik Merapi yang dinamis membuat perubahan dapat terjadi secara cepat dan sulit diprediksi secara pasti.
Refleksi Filosofis atas Risiko dan Kemanusiaan
Kondisi tersebut menegaskan bahwa pendekatan ilmiah terhadap fenomena vulkanik perlu dibarengi refleksi filosofis. Filsafat ilmu membantu manusia memahami bagaimana risiko dan ketidakpastian alam dipersepsikan, serta bagaimana pengetahuan ilmiah diterjemahkan ke dalam tindakan nyata, seperti evakuasi, mitigasi bencana, dan kesiapsiagaan masyarakat.
Dari sudut pandang reflektif, erupsi Merapi menjadi pengingat bahwa manusia hidup berdampingan dengan kekuatan alam yang luar biasa. Pengetahuan ilmiah dan kesadaran filosofis menjadi fondasi penting agar manusia mampu bersikap bijak dalam menghadapi bencana alam, tidak hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi kemanusiaan dan tanggung jawab bersama.
Erupsi Merapi sebagai Pelajaran Sosial
Erupsi Gunung Merapi bukan hanya menimbulkan dampak fisik, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi, dan psikologis bagi masyarakat yang tinggal di lereng gunung. Setiap kali Merapi menunjukkan aktivitasnya, muncul perasaan khawatir sekaligus kagum. Kekhawatiran muncul karena potensi dampak yang besar, sementara kekaguman hadir karena bagaimana alam “berbicara” melalui tanda-tandanya.
Dalam konteks ini, yang menjadi hal terpenting bukan hanya memahami bahaya letusan, tetapi juga bagaimana manusia meresponsnya. Erupsi Merapi dapat dipahami sebagai pelajaran tentang kerendahan hati manusia di hadapan alam, pentingnya pengembangan ilmu dan teknologi, serta kuatnya solidaritas sosial saat menghadapi situasi krisis.
Kesiapsiagaan dan Tanggung Jawab Bersama
Menghadapi erupsi Gunung Merapi membutuhkan kesiapsiagaan yang kuat dari seluruh pihak. Peningkatan pemantauan dan sistem peringatan dini menjadi langkah penting agar masyarakat memperoleh informasi secara cepat dan akurat. Selain itu, edukasi kebencanaan perlu terus dilakukan agar warga memahami langkah-langkah yang harus diambil saat kondisi darurat.
Koordinasi antara pemerintah, relawan, dan masyarakat juga perlu diperkuat, terutama dalam proses evakuasi dan penyediaan tempat pengungsian yang layak. Pasca-erupsi, dukungan pemulihan ekonomi dan sosial bagi warga terdampak menjadi faktor penting agar mereka dapat bangkit kembali. Kombinasi antara ilmu pengetahuan, kesiapsiagaan, dan kerja sama sosial merupakan solusi utama untuk meminimalkan dampak bencana.
Sains dan Filsafat Ilmu Alam
Dalam konteks erupsi Gunung Merapi, filsafat ilmu alam berperan penting untuk memahami bagaimana pengetahuan vulkanik dibangun, diuji, dan digunakan. Ilmu pengetahuan alam menyediakan data dan analisis mengenai tekanan magma, sifat lava, serta dinamika tektonik. Namun, filsafat ilmu mengajak manusia untuk menelaah sejauh mana keandalan prediksi dapat dipercaya dan bagaimana ketidakpastian alam ditafsirkan.
Erupsi Merapi menunjukkan bahwa meskipun sains mampu menjelaskan banyak aspek alam, selalu ada ruang bagi ketidakterdugaan. Oleh karena itu, penggabungan antara pendekatan ilmiah dan kesadaran filosofis memungkinkan manusia memahami fenomena alam tidak hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi epistemologis: bagaimana pengetahuan diperoleh, apa batas-batasnya, dan bagaimana pengetahuan tersebut digunakan demi keselamatan dan kesejahteraan manusia.
Penulis: Sumayyah Faizal Kamaluddin, Mahasiswa Semester 1 Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.










