Dampak Era Digital dan Globalisasi terhadap Remaja Indonesia: Risiko, Peluang, dan Tantangan 2025

dampak era digital pada remaja

Milenianews.com, Mata Akademisi – Pada tahun 2025, perkembangan era digital dan derasnya arus globalisasi semakin memperlihatkan pengaruh besar terhadap pola hidup remaja Indonesia, khususnya mereka yang termasuk Generasi Z dan Alpha. Ketersediaan smartphone dengan harga terjangkau, akses internet yang cepat, serta penetrasi media sosial yang luas telah menciptakan ekosistem digital yang tidak lagi dapat dipisahkan dari aktivitas sehari-hari remaja.

Platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube tidak sekadar berfungsi sebagai sarana hiburan, tetapi telah menjadi ruang pembentukan identitas, ekspresi diri, hingga tempat berinteraksi sosial. Kebiasaan menggunakan ponsel sejak bangun tidur sampai menjelang tidur menunjukkan betapa kuatnya teknologi digital membentuk pola pikir, cara berkomunikasi, hingga pola belajar mereka.

Dari fenomena tersebut muncul hipotesis bahwa meskipun era digital menyuguhkan peluang besar dalam pendidikan, ekonomi kreatif, dan pengembangan keterampilan, dampak negatif seperti kecanduan digital, tekanan sosial, penurunan interaksi nyata, serta melemahnya nilai budaya lokal berpotensi lebih mendominasi apabila tidak ada pendampingan dan literasi digital yang tepat.

Globalisasi dan Tekanan Identitas Remaja

Globalisasi yang hadir melalui internet memungkinkan remaja mengakses berbagai budaya dunia dalam hitungan detik. Namun, situasi ini membuat mereka kesulitan memilah nilai budaya yang sesuai dengan konteks Indonesia. Identitas budaya lokal sering kehilangan tempat di tengah proses internalisasi jati diri.

Meskipun demikian, era digital juga membuka jalan positif bagi perkembangan generasi muda. Remaja dapat mengembangkan kreativitas melalui konten digital seperti vlog, podcast, hingga short video. Platform TikTok dan Instagram Reels memberi kesempatan bagi mereka belajar teknik edit video, pencahayaan, musik digital, serta storytelling efektif. Tidak sedikit remaja yang berhasil menciptakan personal branding dan menghasilkan pendapatan melalui kerja sama brand maupun monetisasi konten.

Potensi Positif Era Digital untuk Pendidikan dan Ekspresi Budaya

Banyak remaja memanfaatkan internet sebagai media pembelajaran alternatif melalui aplikasi edukasi seperti Ruangguru, Zenius, dan Duolingo. Akses terhadap informasi global membuat mereka lebih sadar akan isu lingkungan, kesetaraan gender, kesehatan mental, dan budaya inklusif.

Tren budaya populer seperti kuliner fusion, gaya fashion campuran budaya lokal dan global, hingga kolaborasi musik lintas negara menunjukkan bahwa globalisasi tidak selalu berdampak negatif. Identitas baru yang kreatif dan fleksibel dapat muncul dari fenomena tersebut.

Selain itu, teknologi digital juga berkontribusi pada kesehatan mental melalui aplikasi meditasi, jurnal digital, dan komunitas online pendukung psikologis. Hal ini memperkuat argumentasi bahwa teknologi digital, ketika digunakan secara bijak, mampu menjadi sarana pemberdayaan diri bagi remaja dalam menavigasi tantangan modern.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

Dampak Negatif yang Mengancam Kesehatan Mental Remaja

Walaupun memiliki banyak peluang, era digital juga memunculkan risiko yang tidak dapat diabaikan. Data menunjukkan remaja menghabiskan empat hingga tujuh jam per hari menggunakan media sosial, yang berdampak pada penurunan fokus, meningkatnya distraksi, serta munculnya kelelahan mental.

Konten berulang dan algoritma yang memanjangkan durasi penggunaan menciptakan pola kecanduan digital. Selain itu, remaja semakin rentan menghadapi cyberbullying seperti body shaming, ejekan ras, dan komentar negatif yang merusak kepercayaan diri. Fenomena FOMO (fear of missing out) turut memperburuk kecemasan sosial, membuat remaja terus membandingkan dirinya dengan standar tidak realistis di media sosial.

Budaya instan yang ditawarkan fitur seperti paylater juga meningkatkan perilaku konsumtif, bahkan mengakibatkan sebagian remaja terjebak masalah finansial sejak dini.

Menurunnya Kualitas Interaksi Sosial dan Dampak Ekologis

Intensitas komunikasi digital menggeser interaksi tatap muka, sehingga menyebabkan penurunan empati, kesulitan membaca ekspresi sosial, serta melemahnya kemampuan berkomunikasi secara langsung.

Selain itu, meningkatnya penggunaan perangkat digital juga berdampak ekologis karena konsumsi energi server global yang terus bertambah. Kerugian finansial akibat investasi crypto dan NFT tanpa pemahaman memadai makin sering terjadi. Fenomena penipuan digital menunjukkan bahwa peluang ekonomi digital juga mengandung risiko besar apabila tidak disertai literasi teknologi.

Analisis Menggunakan Teori Cultural Lag William F. Ogburn

Untuk memahami fenomena ini, teori Cultural Lag yang dikemukakan William F. Ogburn dapat menjadi pisau analisis yang relevan. Teori ini menjelaskan bahwa ketika teknologi berkembang jauh lebih cepat dibanding budaya, masyarakat akan mengalami ketimpangan adaptasi sehingga memunculkan masalah sosial.

Dalam konteks remaja Indonesia, perkembangan smartphone, internet, dan media sosial terjadi begitu cepat hingga budaya, norma, regulasi, dan etika digital tidak mampu mengimbanginya. Hal ini menyebabkan penyebaran hoaks, paparan filter bubble, dan ancaman deepfake yang memanipulasi fakta secara meyakinkan. Kondisi ini menegaskan bahwa literasi digital masih menjadi kelemahan utama dalam struktur pendidikan Indonesia.

Strategi Pendidikan dan Peran Keluarga dalam Penguatan Karakter Remaja

Solusi yang ditawarkan dari perspektif Cultural Lag adalah integrasi literasi digital secara sistematis melalui Kurikulum Merdeka. Institusi pendidikan juga perlu menghadirkan ruang aktivitas dunia nyata, seperti hari tanpa gawai, kegiatan seni, olahraga, serta diskusi kelas tentang etika media sosial.

Sementara itu, orang tua dituntut memahami dinamika penggunaan teknologi pada remaja. Proses pendampingan tidak hanya berbentuk larangan, tetapi dialog terbuka yang menghargai kebutuhan emosional anak.

Peluang Besar, Risiko Besar jika Tanpa Pendampingan Digital

Melihat keseluruhan dinamika tersebut, kehidupan remaja di era digital merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensional. Remaja memiliki potensi besar menjadi generasi kreatif, inovatif, dan multikultural dengan identitas global. Namun di sisi lain, ancaman kecanduan digital, tekanan mental, hilangnya jati diri budaya, dan penipuan digital menjadi risiko serius.

Untuk itu, diperlukan pendekatan holistik yang menggabungkan dukungan sekolah, keluarga, komunitas, dan kebijakan publik. Bila intervensi edukatif dilakukan secara konsisten, era digital akan mampu melahirkan generasi muda yang adaptif, produktif, dan memiliki akar budaya Indonesia yang kuat dalam menghadapi tantangan global.

Penulis: Natasha Amelia Putri, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *