Banjir Dahsyat Sumatera Akhir November 2025: Tragedi yang Bisa Dicegah

banjir di sumatra

Milenianews.com, Mata Akademisi – Bencana banjir dan longsor di Sumatera pada akhir November 2025 menjadi salah satu yang terparah dalam sejarah Indonesia. Tiga provinsi utama terdampak: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Data BNPB per 1–2 Desember 2025 mencatat 604 korban jiwa (283 di Sumatera Utara, 165 di Sumatera Barat, dan 156 di Aceh), ribuan rumah rusak, serta kerugian ekonomi mencapai Rp68,67 triliun. Cuaca ekstrem memicu banjir bandang seperti tsunami dari pegunungan, mengisolasi daerah seperti Tapanuli dan Mandailing Natal.

Banjir dan longsor menimbulkan dampak serius dari segi korban jiwa, kerusakan infrastruktur, serta aspek sosial dan ekonomi. Bencana ini dipicu curah hujan ekstrem akibat Siklon Tropis Senyar. Jumlah korban meninggal dunia mencapai 867 orang, dengan ribuan lainnya luka-luka atau hilang. Sekitar 3,3 juta jiwa di 50 kabupaten/kota terdampak langsung.

Baca juga: Banjir Sumatra dan Penebangan Hutan: Tinjauan Ontologi Lingkungan

Kerusakan fisik masif terjadi, termasuk ribuan rumah, ratusan jembatan, dan fasilitas pendidikan. Lahan pertanian seluas puluhan hektare terendam, memicu ancaman gagal panen dan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat.

Dampak sosial juga signifikan. Lebih dari setengah juta orang harus mengungsi ke posko darurat, menghadapi kekurangan pangan dan kebutuhan dasar. Kerusakan ekosistem hutan di hulu DAS memperparah banjir karena mengurangi kemampuan daerah menahan dan mengalirkan air hujan.

Secara keseluruhan, bencana ini memerlukan penanganan segera dan pemulihan jangka panjang agar masyarakat dapat kembali beraktivitas normal. Pemerintah bersama berbagai pihak terus melakukan evakuasi, perbaikan infrastruktur, dan pemulihan sosial-ekonomi. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya pengelolaan lingkungan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim.

Penyebab Utama: Cuaca Ekstrem dan Kerusakan Lingkungan

Penyebab primer adalah curah hujan ekstrem. BMKG mencatat hujan bulanan “tumpah” dalam satu hari, mencapai lebih dari 300 mm di Tapanuli, dipicu pola cuaca ekstrem. Faktor krusial lainnya adalah degradasi ekosistem: alih fungsi lahan, hilangnya tutupan hutan di hulu DAS, dan penurunan daya serap tanah akibat deforestasi. Pakar UGM menekankan bahwa kerusakan hutan mempercepat aliran air ke sungai, mengubah hujan biasa menjadi banjir bandang.

Longsor menyusul banjir karena tanah gundul tak mampu menahan air, seperti di Aceh Tengah dan Bener Meriah. BMKG dan pemerintah mengakui bahwa perubahan iklim memperburuk intensitas bencana, tetapi kerusakan lingkungan lokal adalah pemicu utama.

Pemerintah telah mengerahkan alat berat untuk membuka akses dan menyalurkan bantuan kemanusiaan. Solusi jangka pendek meliputi perbaikan infrastruktur cepat, pembangunan tanggul sementara, dan sistem peringatan dini berbasis BMKG. Ribuan relawan serta TNI-Polri fokus pada evakuasi, tetapi koordinasi BNPB harus terus ditingkatkan.

Solusi jangka panjang menekankan restorasi ekosistem: reboisasi hulu DAS, pengaturan alih fungsi lahan, serta pembangunan waduk pengendali banjir. Pendidikan masyarakat tentang mitigasi bencana dan investasi infrastruktur hijau, seperti taman retensi air, dapat mengurangi risiko hingga 50% di masa depan. Pemerintah pusat dan daerah harus berkolaborasi dengan pakar UGM dan LSM untuk rencana adaptasi iklim, mencegah tragedi berulang.

Upaya Pemerintah terhadap Dampak Banjir

Pemerintah Indonesia, atas arahan Presiden Prabowo Subianto, mengerahkan seluruh sumber daya untuk menanggulangi banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Fokus utama adalah pencarian korban, distribusi logistik, serta pemulihan infrastruktur.

Baca juga: Analisis Filsafat Ilmu Terhadap Fenomena Banjir di Sumatra Utara: Telaah Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis

BNPB dan Basarnas menjalankan operasi SAR 24 jam dengan dukungan TNI, Polri, dan relawan. Bantuan logistik disalurkan ke daerah terisolasi, termasuk melalui jalur udara. Pemerintah daerah mendirikan pos komando, mengerahkan alat berat, serta menyediakan tempat pengungsian dengan makanan, layanan trauma healing, dan pelayanan kesehatan dari Kementerian Kesehatan.

Untuk pemulihan rumah dan infrastruktur, BNPB memberikan bantuan Rp15 juta untuk rumah rusak ringan, Rp30 juta untuk rusak sedang, dan pembangunan rumah baru bagi yang rusak berat. Presiden juga memerintahkan percepatan perbaikan jembatan, jalan, dan suplai listrik, serta menyiapkan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi secara menyeluruh.

Penulis: Sarah Maharani, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *