Milenianews.com, Mata Akademisi – Sistem keuangan syariah terus berkembang dan semakin diminati perekonomian dunia, bahkan negara-negara di Eropa. Indonesia seharusnya bisa mengembangkan sistem keuangan syariah karena hampir 80 persen penduduk Indonesia beragama Islam sehingga menjadi peluang untuk mengembangkan sistem keuangan syariah.
Namun, Indonesia memiliki beberapa kendala untuk meningkatkan sistem keuangan syariah yakni kurangnya dukungan dari pemerintah untuk menyelenggarakannya.
Pemerintah Indonesia masih belum dapat mengoptimalkan besarnya potensi yang dimiliki untuk mengembangkan ekonomi syariah.
Baca juga: Melawan Ketidakadilan
Menurut pendapat Direktur Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Sutan Emir Hidayat, ada lima tantangan dalam pengembangan ekonomi syariah yaitu rendahnya dukungan keuangan syariah pada industri halal, belum adanya bank syariah yang memiliki aset Buku 4 (bank dengan modal inti lebih dari Rp30 triliun), masih kurangnya SDM (sumber daya manusia) ekonomi Syariah, terakhir kapasitas riset dan pengembangan yang masih rendah.
Pemerintah Indonesia terus berkomitmen mendorong ekonomi dan keuangan syariah di dalam negeri. Tenaga Ahli Menteri Keuangan Bidang Keuangan dan Keuangan Syariah sekaligus Wakil Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Halim Alamsyah mengatakan, keseriusan pemerintah terhadap pengembangan ekonomi syariah dapat dilihat dengan munculnya Bank Syariah Indonesia (BSI).
Seperti diketahui, BSI merupakan hasil penggabungan bank syariah milik tiga bank BUMN di Indonesia, yakni Bank Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah, dan Bank BRI Syariah.
Penggabungan tersebut membuat BSI memiliki layanan yang lebih lengkap, dengan jangkauan lebih luas, serta memiliki kapasitas permodalan yang lebih baik, khususnya dalam mendukung ekonomi syariah di Tanah Air.
Bank Indonesia mengungkap kunci pengembangan ekonomi syariah. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung, menyampaikan bahwa kunci keberhasilan mendukung ekonomi dan keuangan syariah membutuhkan dukungan digital.
“Di Indonesia lembaga syariah banyak, demand-nya (para pengusaha syariah) yang perlu dinaikkan,” ujar Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat menerima CEO OORTH Khrisna Adityangga dan CTO OORTH Miftah Imani di Istana Wakil Presiden, Jl. Medan Merdeka Selatan Jakarta, Jumat, pada 31 Januari 2020 silam.
Baca juga: Minat Jadi Guru Rendah, tapi Minat Menggurui Sangat Tinggi
Lebih jauh Wapres mengungkapkan bahwa pemerintah sedang mengkaji Revisi Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Revisi ini ditujukan untuk memperkuat keuangan dan ekonomi syariah periode 2020- 2024 yang difokuskan kepada empat hal, yaitu industri halal, penguatan industri keuangan, social fund, dan bisnis syariah.
“Merespons pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia yang terus meningkat, pemerintah terus berupaya untuk memperluas dan mempercepat capaian sertifikasi halal, khususnya bagi pelaku UMKM melalui sosialisasi, pendampingan, dan program SEHATI (Sertifikasi Halal Gratis),” ungkap Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Selain itu, melihat potensi industri halal di Indonesia dan respons pasar global yang begitu besar, kolaborasi perlu terus dilakukan untuk membangun ekosistem halal berkelanjutan, termasuk meningkatkan keterlibatan UMKM dalam ekonomi syariah.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menyampaikan kunci keberhasilan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah (eksyar) membutuhkan dukungan digital.
Lebih lanjut, Juda menyampaikan tiga celah pengembangan eksyar yang perlu diisi. Pertama, masih ada pangsa eksyar yang perlu dikembangkan, misalnya industri wisata muslim.
Kedua, pangsa pasar keuangan syariah masih stagnan pada 10 persen di tengah ekspansi produk keuangan syariah yang masih terbatas.
Ketiga, lanjutnya, aspek literasi yang menunjukkan indeks literasi ekonomi syariah Indonesia masih pada posisi 23,3 persen. Angka ini, sebutnya, masih jauh dari targetnya yang sebesar 50 persen pada tahun ini. Adapun penguatan ekonomi dan keuangan syariah di wilayah Sumatera telah dicapai melalui sejumlah langkah, utamanya melalui akselerasi digitalisasi. Rantai pasok halal (halal value chain) turut menjadi elemen penting dalam pengembangan eksyar.
Terdapat tiga strategi guna mendorong akselerasi pengembangan ekonomi syariah (eksyar) di tengah tantangan ketidakpastian global. Pertama, menyelaraskan pengembangan eksyar untuk akselerasi pemulihan ekonomi nasional serta menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan.
Kedua, penguatan kelembagaan untuk pengembangan eksyar melalui penguatan Rantai Nilai Halal (RNH) yang dilakukan dengan end-to-end, sehingga menghasilkan high quality local product.
Baca juga: Kondisi Ekonomi Ukraina Pasca Invasi Rusia: Tantangan dan Peluang
Ketiga, memanfaatkan teknologi digital, yang juga bisa meningkatkan inklusivitas. Penggunaan teknologi digital pada masa pandemi telah membuka peluang bisnis baru yang lebih luas dan lebih cepat mencakup antar daerah, lintas provinsi, hingga antar negara.
KTI sebagai potensi lumbung pangan baru guna menangkal kelangkaan pangan (food insecurity) yang dapat mendukung upaya pengendalian inflasi di daerah.
Penulis: Tsabita Nuha Kautsar Ilmi Ar-Rabbani, Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah STEI SEBI
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.