Milenianews.com, Mata Akademisi – Klasifikasi ilmu pengetahuan dibagi menjadi beberapa cabang, yakni ilmu alam, ilmu sosial, ilmu formal, dan ilmu ketetapan. Pembagian ini bukan sekadar istilah yang harus dihafal, tetapi berfungsi sebagai kerangka untuk memahami suatu masalah dari berbagai perspektif. Salah satu contoh nyata adalah kasus penculikan anak di Jambi yang sempat menggegerkan masyarakat. Tindakan kriminal ini menimbulkan rasa takut dan ketidakamanan di masyarakat.
Melalui artikel ini, akan dibahas berbagai aspek terkait penyebab, dampak, dan upaya pencegahan kasus penculikan anak, agar masyarakat lebih waspada dan dapat mengambil langkah preventif.
Perspektif Sosial: Penyebab Terjadinya Penculikan Anak
Dari sudut pandang sosial, penculikan anak jarang terjadi tanpa sebab. Beberapa faktor yang memicu kasus ini antara lain kondisi ekonomi, lingkungan sekitar, dan hubungan sosial. Kurangnya pengawasan orang tua sering menjadi celah pertama bagi pelaku. Di beberapa wilayah, termasuk di Provinsi Jambi, anak-anak sering dibiarkan bermain sendiri karena orang tua sibuk bekerja.
Selain itu, banyak anak diberi kebebasan pulang-pergi ke sekolah tanpa pengawasan, atau tidak diajarkan cara menghadapi orang asing. Akibatnya, ketika pelaku menawarkan sesuatu yang menarik, seperti makanan atau iming-iming lainnya, anak-anak menjadi mudah percaya. Kondisi ini menunjukkan pentingnya edukasi orang tua dan lingkungan sosial untuk membentengi anak dari risiko penculikan.
Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi
Perspektif Psikologi: Motivasi Pelaku
Dari sisi psikologi, beberapa faktor memotivasi pelaku untuk melakukan penculikan. Masalah ekonomi menjadi pemicu utama, di mana anak dipandang sebagai sarana cepat untuk memperoleh keuntungan, misalnya melalui pemerasan atau penjualan. Tekanan hidup dan lingkungan sosial yang keras juga mendorong orang yang kurang bertanggung jawab melakukan tindakan kriminal.
Kasus Bilqis, seorang anak dari Makassar yang ditemukan di Jambi, menunjukkan betapa kompleksnya motivasi pelaku. Korban sempat dijual lintas provinsi dengan harga meningkat dari Rp3 juta hingga Rp80 juta. Kasus ini menekankan bahwa penculikan bukan hanya masalah hukum, tetapi juga mencerminkan kondisi kejiwaan pelaku.
Perspektif Hukum: Perlindungan Anak
Penculikan anak merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara minimal 5 tahun, dan jika tindakannya lebih serius, ancaman hukuman maksimal 15 tahun serta denda hingga enam ratus juta rupiah.
Hukum berfungsi sebagai batasan yang jelas tentang perilaku yang diperbolehkan, sekaligus memberikan dasar bagi aparat penegak hukum untuk mengejar dan menindak pelaku. Namun, hukum saja tidak cukup; keamanan anak tetap bergantung pada kesadaran masyarakat, orang tua, dan lingkungan sekitar.
Upaya Pencegahan Penculikan Anak
Pencegahan kasus penculikan anak memerlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
Pengawasan anak secara tepat di rumah dan di luar rumah.
Penggunaan teknologi seperti CCTV, patroli virtual, dan aplikasi panic button.
Pendidikan anak agar selalu meminta izin orang tua sebelum pergi ke tempat umum.
Mengajarkan anak untuk menolak ajakan mencurigakan, ancaman, atau paksaan dari orang yang tidak dikenal.
Masyarakat harus tetap waspada di sekolah, taman bermain, pusat perbelanjaan, dan transportasi umum.
Dengan upaya pencegahan yang terintegrasi, diharapkan angka penculikan anak dapat ditekan dan keamanan anak-anak di Indonesia lebih terjamin.
Penulis: Syarifah bunga lestari
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.







