Mata Akademisi, Milenianews.com – Aliran Syi’ah meyakini bahwa kepemimpinan umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW adalah hak eksklusif Ahlul Bait, melalui jalur Ali dan Fatimah. Keyakinan Syi’ah didasarkan pada hadis-hadis seperti “Hadis Tsalatsah” dan peristiwa Ghadir Khum, di mana Nabi menyatakan Ali sebagai pewaris Allah dan Rasul. Ahlul Bait juga diyakini memiliki imunitas dari dosa dan pengetahuan khusus tentang Al-Qur’an serta Sunnah.
Ali bukan hanya dianggap sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai figur spiritual yang mewarisi pengetahuan Nabi secara mendalam. Syi’ah menonjolkan sifat keadilan Ali yang penuh keberanian dan kebijaksanaan, tercermin dalam khutbah-khutbahnya yang terkenal di Nahjul Balaghah. Peristiwa Karbala, di mana cucu Nabi yaitu Husain gugur syahid melawan ketidakadilan, menjadi momen krusial dalam sejarah yang memperkuat jatidiri Syiah.
Baca juga: Isu Anti-Syiah Di Indonesia: Analisis, Media, Politik Identitas dan Implikasi Sosial
Penganut aliran Syiah Dua Belas Imam meyakini warisan kepemimpinan ilahi yang berlanjut dari Ali hingga Imam Mahdi, dengan setiap Imam memiliki peran penting dalam memelihara dan menyebarkan nilai-nilai Islam di tengah dinamika politik masanya. Sebagai contoh, Imam Ja’far ash-Shadiq diakui sebagai tokoh utama pendiri mazhab fiqh Ja’fari, sementara Imam Husain menjadi lambang perlawanan terhadap kediktatoran.
Istirahatnya Imam Mahdi selama masa ghaibah dianggap sebagai ujian iman yang penting dalam keyakinan Syiah dan mendorong umat untuk terus memperjuangkan keadilan sambil menanti kedatangannya di masa depan.
Perbedaan Perspektif Sunni dan Syiah terhadap Ahlul Bait
Demikian pula, selain perbedaan sudut pandang terhadap Ahlul Bait dan fungsi yang dijalankan oleh setiap kelompok, terdapat Islam Sunni dan Syiah. Khususnya, Sunni di masa modern menganggap Ahlul Bait sebagai keluarga Nabi yang perlu dihargai. Namun, mereka tidak memegang otoritas nasional tertentu seperti yang dimiliki Syiah terhadap entitas ini, yang seringkali memicu ketegangan antarmadzhab.
Sejarah mencatat titik ketika kematian Ahlul Bait menimbulkan banyak perang saudara, dan konflik berdarah Karbala adalah contoh terkenal dari peristiwa ini. Lebih penting lagi, di abad ke-20, identitas Syiah sering dikaitkan dengan isu politik di Timur Tengah. Akibatnya, diskriminasi dan kekerasan fisik terhadap sipil sering muncul. Dari sudut pandang ini, beberapa kelompok yang tinggal di negara di mana Islam Sunni adalah mazhab dominan mungkin merasa bahwa mereka harus mengikuti atau setuju dengan penjelasan tentang kepemimpinan ilahi ini.
Masyarakat Sunni dan Syiah perlu berbicara terbuka satu sama lain dan mencari tahu apa yang masing-masing pahami tentang Ahlul Bait. Untuk menemukan kebenaran yang sama, perlu ada kesepakatan untuk melupakan perbedaan masing-masing terhadap Ahlul Bait. Masyarakat harus teredukasi secara objektif tentang sejarah, ajaran, dan peran Ahlul Bait. Agar ini tercapai, sejarah harus disampaikan tanpa penafsiran politik. Pemisahan antara agama dan politik harus dilakukan, sambil mempopulerkan kembali agama sebagai lambang identitas, perbedaan, dan moralitas.
Baca juga: Tantangan Islam di Era Modren
Ahlul Bait secara eksklusif berperan sentral dalam mazhab Syiah, dan otoritas kepemimpinannya bersifat ilahi. Perbedaan tafsir, sejarah, serta politisasi turut memberikan tantangan, seperti ketegangan antarmazhab dan pengabaian terhadap Ahlul Bait. Semoga solusi yang menguntungkan untuk masalah ini dapat dicapai melalui dialog pendidikan yang ilmiah, seimbang, dan bebas dari politisasi agama Ahlul Bait. Ahlul Bait selayaknya menjadi bukti otentik persatuan umat Islam, yang menyeru keadilan dan moral berdasarkan ajaran Nabi Muhammad SAW dan keluarganya. Dengan memahami fakta dan sudut pandang sejarah, kemungkinan terjadinya perpecahan dalam Islam yang beragam dapat dikurangi.
Keluarga Nabi bukan sekadar tokoh sejarah biasa; mereka merupakan intisari dari teologi dan spiritualitas Syiah yang mendalam. Dari Ali hingga Imam Mahdi, silsilah mereka mewakili kelanjutan bimbingan ilahi setelah Nabi Muhammad. Pemahaman tentang Keluarga Nabi membantu menjelaskan mengapa komunitas Syiah menempatkan otoritas spiritual di atas kepemimpinan politik semata. Dalam era modern ini, wawasan dari Keluarga Nabi terus memotivasi jutaan umat Muslim Syiah untuk mempertahankan nilai-nilai keadilan dan kepatuhan pada ajaran Islam secara utuh, yang muncul secara alamiah.
Penulis: Hendra Kholid, Dosen serta Anida Rasya Rahmatika, Harni Putri Ainun, Ayu Maulida Agustina, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.