Milenianews.com – Touchdown Stockholm, ibu kota Swedia yang sering disebut kota seribu pulau. Kota metropolitan yang tenang dan modern, dengan udara yang sangat bersih dan segar. Stockholm sejatinya adalah kota kepulauan yang berdiri di atas 14 pulau, dipisahkan oleh laut dan kanal, serta dihubungkan oleh lebih dari 50 jembatan. Karena berdiri di atas banyak pulau, sebagian wilayah Stockholm adalah daratan, sebagian lagi berupa pulau, danau, dan kanal.
Sebagai ibu kota kerajaan, Stockholm menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, dan budaya Swedia. Di sini terdapat istana raja, gedung parlemen, serta kantor perdana menteri. Transportasi umum penduduk terdiri dari kereta komuter, trem, dan kapal feri. Karena kota ini berupa kepulauan, warga lokal naik turun feri seperti kita naik Transjakarta. Itulah salah satu alat transportasi populer sehari-hari.
Baca juga: Taipei: Dari Taipei 101 hingga Stinky Tofu, Kota Modern Penuh Warna
Jejak Viking dan Asal Mula Skandinavia
Swedia adalah negara Skandinavia, yakni wilayah di Eropa Utara yang terdiri atas tiga negara: Swedia, Norwegia, dan Denmark. Dalam pengertian yang lebih luas, Finlandia dan Islandia juga termasuk di dalamnya. Kumpulan negara Skandinavia terbentuk karena kedekatan budaya, sejarah, dan bahasa.
Sebutan ini pertama kali digunakan oleh orang Inggris, menandai dimulainya zaman Viking pada akhir abad ke-8, ketika terjadi serangan terhadap Biara Lindisfarne di Inggris oleh bangsa Viking dari Skandinavia. Viking adalah bangsa pelaut tangguh, penjelajah, dan pedagang yang merasa sebagai satu kesatuan. Dari etnik Viking inilah kemudian terbentuk tiga kerajaan: Swedia, Norwegia, dan Denmark.
Kerajaan-kerajaan ini berkembang dinamis, kadang bersatu, kadang bersaing dalam persekutuan politik. Istilah Skandinavia hingga kini masih kokoh sebagai simbol negara-negara dengan citra modern, damai, sejahtera, dan berkeadilan sosial. Bukan lagi bangsa Viking yang agresif dan suka berperang.
The Red Boat: Hotel Terapung

Di Stockholm, berdasarkan rekomendasi teman dan penelusuran media sosial, saya sengaja memilih menginap di The Red Boat (Den Röda Båten), hotel terapung di atas air. Lokasinya strategis, hanya beberapa menit berjalan kaki ke kawasan Södermalm dan Gamla Stan, kota tua.
Hotel ini terdiri atas dua kapal yang digabung dan dijadikan akomodasi: kapal merah dan kapal Ran. Dari luar, tampilannya bergaya maritim, dengan dominasi kayu dan cat merah yang menciptakan suasana unik di tengah kota. Karena benar-benar terapung di atas air, kadang terasa getaran ringan dan terdengar suara gemericik. Pengalaman yang cukup berbeda.
Pagi di hotel disambut pemandangan kota di seberang kanal: bayangan gedung di air, kapal yang melintas, serta kemilau cahaya pagi yang indah. Lingkungan sekitar, Södermalm, adalah area komersial yang hidup. Banyak kafe, bar, toko, dan suasana kota besar yang santai, khas Skandinavia.
Hotel kapal ini tetap menyediakan area umum seperti lounge dan teras, tempat tamu bisa bersantai menikmati pemandangan luar. Kekurangannya, karena ruang terbatas, kamar dan area umum terasa sempit dengan jendela kecil serta pencahayaan yang minim. Bagi yang mencari keheningan, suara tamu lain atau kapal yang lewat mungkin terasa mengganggu.
Saya tinggal di kamar pribadi dengan kamar mandi dalam. Ada juga kamar dormitori dengan kamar mandi luar. Karena ini kapal, kamarnya kecil, dengan dekorasi bertema maritim: panel kayu, lampu, dan hiasan bernuansa laut. Dari jendela kamar yang menghadap ke air, saya bisa melihat pemandangan kota tua dan kanal. Kadang lampu gantung dan kait bergoyang lembut, mengingatkan bahwa kami memang berada di atas air.
Area Modern dan Kota Tua Paling Terawat di Eropa
Gamla Stan wajib dikunjungi. Secara harfiah berarti “kota tua”, kawasan ini merupakan bagian tertua dari Stockholm dan disebut-sebut sebagai kota tua paling terpelihara di Eropa. Gamla Stan terletak di salah satu pulau kecil antara kawasan Norrmalm dan Södermalm.
Inilah cikal bakal kota Stockholm yang mulai tumbuh sebagai pemukiman sejak abad ke-13. Penduduk bertambah, perdagangan ramai, lalu lintas antar-pulau meningkat, dan kawasan ini berkembang menjadi pusat komersial yang akhirnya menjadi kota seperti sekarang. Saya menelusuri kawasan ini dengan berjalan kaki. Gamla Stan benar-benar contoh keaslian, kehangatan, dan keindahan arsitektur Swedia.
Gamla Stan berkembang mengikuti kebutuhan masa lalu namun tetap dipertahankan hingga kini. Tata kotanya khas abad ke-17 hingga ke-18: jalanan batu sempit selebar sekitar tiga meter, cukup untuk satu mobil. Banyak jalan berliku dengan tikungan tajam mengikuti kontur tanah. Di tepi jalan berdiri rumah-rumah tinggi tanpa halaman, ada yang satu lantai, ada juga dua, tanpa beranda, hanya jendela kecil menghiasi fasad. Wajar, karena wilayah lintang utara yang dingin tak memerlukan jendela lebar seperti di Menteng.
Akibat interaksi perdagangan, perkawinan, dan peperangan pada abad ke-16 hingga ke-19, banyak bangunan di Swedia terpengaruh gaya Jerman. Salah satu yang menonjol adalah Istana Kerajaan Stockholm (Kungliga Slottet) di Gamla Stan. Istana ini mudah dicapai dengan berjalan kaki dari pusat kota. Bila menginap agak jauh, tersedia stasiun metro di dekatnya. Kawasan ini juga berdekatan dengan pelabuhan feri dan jembatan-jembatan indah yang menghubungkan Södermalm dan Norrmalm.
Södermalm dan Norrmalm: Dua Wajah Stockholm
Di sisi lain ada Södermalm, area paling terkenal di Stockholm. Pulau sekaligus distrik ini dikenal sebagai kawasan modern, kreatif, dinamis, dan pusat budaya urban Stockholm. Banyak kafe, restoran, dan toko barang vintage di sini. Dahulu kawasan kelas pekerja, kini berubah menjadi area mewah dan modern.
Södermalm menawarkan pemandangan kota dari ketinggian, memadukan modernitas dengan jejak sejarah. Di sebelahnya, kawasan Norrmalm menjadi jantung pemerintahan, bisnis, dan belanja. Norrmalm menampilkan wajah metropolitan, Södermalm memberi warna artistik, dan Gamla Stan menyimpan napas sejarah Stockholm.
Tentu saya perlu mengisi perut, dan ini bagian dari petualangan kuliner. Saya mampir ke Jerusalem Kebab Café di kawasan kota tua, Jalan Gåsgränd. Saya memilihnya karena terdaftar di Halal Guide.
Begitu masuk, saya disambut langsung oleh pemilik kafe. Ini Eropa, bukan Mangga Besar. Tenaga kerja mahal, jadi kafe kecil biasanya dilayani langsung oleh pemilik. Ia seorang bule muslim keturunan Palestina, ramah, dan menawarkan pilihan daging halal: ayam dan sapi. Kami sempat mengobrol; dari tutur katanya, walau ia bahagia di sini, tetap terasa kerinduan pada tanah asalnya.
Konsepnya lebih ke fast food dan take away, hanya ada beberapa meja. Saya menikmati kebab sambil melihat suasana kota tua. Tempatnya khas Swedia: bersih, rapi, dan sederhana. Saya memilih menu Super Kebab Tallrik, kombinasi daging sapi, ayam, falafel, sayuran seperti kembang kol dan terong, dengan pilihan kentang atau nasi.
Kafe halal ini tersembunyi di lorong sempit Gamla Stan, dengan interior sederhana namun nyaman bagi wisatawan yang tidak tergesa-gesa seperti saya. Ada tempat duduk di dalam, dan di musim panas juga tersedia area luar. Saya datang pada bulan Januari, musim dingin.
Istana dan Gereja: Napas Spiritual di Tengah Modernitas

Sebagai orang Indonesia, berjalan-jalan di Stockholm membuat saya sadar bahwa ketenangan bisa hadir di tengah keramaian. Tak ada klakson, tak ada teriakan pedagang. Suasananya hidup tetapi tenang, hanya langkah kaki, dering sepeda, dan suara camar di pelabuhan.
Saya berdiri di luar pagar Kungliga Slottet. Udara pagi terasa dingin, wisatawan mulai memenuhi jalanan. Ya, ini memang tujuan utama wisata Swedia, jantung kerajaan sekaligus pusat sejarah dan kemegahan monarki. Istana ini berdiri di pulau Stadsholmen, menghadap langsung kanal yang indah.
Bangunannya megah, gagah, dan simetris, berlapis batu pasir dengan gaya Baroque Italia, aliran seni arsitektur abad ke-17 yang lahir di Roma. Berbeda dengan gaya Renaissance yang tenang dan simetris, Royal Palace Stockholm bergaya Baroque menonjolkan kesan dinamis dan emosional. Fasad depannya melengkung, dengan ornamen ukiran, relief, patung malaikat, dan langit-langit berornamen megah.
Istana ini dibangun pada awal abad ke-18 setelah istana sebelumnya terbakar tahun 1697. Kini menjadi kediaman resmi Raja Swedia, dengan lebih dari 600 ruangan termasuk aula megah untuk upacara kenegaraan, ruang tahta berlapis emas, dan kapel kerajaan yang masih digunakan.
Saya tidak masuk karena pintunya belum dibuka untuk umum. Saya mengaguminya dari halaman luar. Istana terlihat jelas karena letaknya lebih tinggi dari tempat saya berdiri, lokasi yang memang dipilih agar wisatawan bisa mengagumi keagungan dinasti yang berkuasa di sini.
Baca juga: Tashkent, Kota Tua Islam yang Bangkit Lagi dari Warisan Jalur Sutra ke Wajah Modern Uzbekistan
Langkah saya kemudian terhenti di bangunan bata merah, Gereja St. Klara Kyrka, di pusat kota. Gereja tua bergaya Gotik ini memiliki menara hijau menjulang tinggi dan menjadi salah satu ikon Stockholm. Di antara pepohonan maple tanpa daun musim dingin, udara dingin terasa lembut di wajah.
Di dalam gereja, aroma kayu tua dan lilin begitu khas. Beberapa orang berdoa khusyuk, lainnya mengagumi interior sederhana tapi agung. Musik organ mengalun pelan, seperti mengiringi doa tanpa kata. Di meja terdapat tulisan “Ge en gåva” yang berarti “berikanlah pemberian”. Saat keluar, beberapa orang membagikan roti dan kopi hangat kepada tunawisma di tangga gereja. Wajah-wajah letih itu tersenyum hangat, sederhana namun penuh makna.
Stockholm, kota yang damai. Kau meninggalkan kesan yang mendalam.
Kontributor: Dr. Ir. Wahyu Saidi, MSc, seorang Entrepreneur, Peminat dan Penikmat Kuliner
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.


 








