Budaya  

Hari Anak Nasional 2020 Jadi Google Doodle, Bagaimana Sejarahnya?

Sejarah Hari Anak Nasional 2020

Milenianews.com – Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli dan telah menjadi tema di Google Doodle hari ini, Kamis (23/7/2020). Hari Anak Nasional (HAN) 2020 yang diperingati hari ini mempunyai sejarahnya tersendiri.

Tanggal peringatan hari anak di Indonesia sempat beberapa kali mengalami perubahan. Hingga akhirnya, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984 yang memutuskan bahwa HAN diperingati setiap tanggal 23 Juli. Mengapa 23 Juli? Pemilihan tanggal ini diselaraskan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979.

Sejarah HAN bermula dari pencetusan Hari Kanak-Kanak Indonesia di era Presiden Sukarno (Orde Lama) yang berproses cukup rumit, hingga nantinya diganti oleh Presiden RI ke-2 Soeharto pada 1984. Peringatan hari anak di tanah air merupakan gagasan Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Kowani adalah organisasi kaum perempuan Indonesia yang embrionya tercetus sejak Kongres Perempuan Indonesia I pada 22 Desember 1928, atau beberapa pekan setelah Sumpah Pemuda.

Perubahan Hari Anak Nasional

Dalam sidangnya pada 1951, Kowani memutuskan beberapa kesepakatan. Diantaranya, mengupayakan penetapan Hari Kanak-Kanak Nasional, menurut Majalah Rona (1988) . Dilanjutkan dengan menggelar Pekan Kanak-Kanak pada 1952 dengan anak-anak yang berpawai di Istana Merdeka dan disambut langsung oleh Presiden Sukarno.

Dalam Sidang Kowani di Bandung (1953), Pekan Kanak-kanak Indonesia dirumuskan lebih serius lagi. Kegiatan ini akan rutin dilaksanakan setiap pekan kedua bulan Juli, atau saat liburan kenaikan kelas. Rekomendasi ini disetujui oleh pemerintah. Namun, penetapan itu dinilai tidak memiliki makna dan nilai historisnya karena tidak merujuk pada tanggal atau momen tertentu. Maka, dalam Sidang Kowani di Jakarta pada 24-28 Juli 1964, muncul berbagai usulan mengenai kapan tepatnya peringatan untuk hari anak-anak di Indonesia.

Pada 1959, dikutip dari artikel “Mencari Jejak Hari Anak” tulisan Budi Setiyono dalam Historia.id (22 Juli 2018), pemerintah menetapkan tanggal 1-3 Juni sebagai hari anak di Indonesia. Alasannya karena bertepatan dengan Hari Anak Internasional pada 1 Juni dan bertepatan dengan hari lahir Bung Karno (1 Juni 1901). 

Persoalan timbul ketika Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto berusaha menghapus semua kebijakan yang lekat dengan rezim sebelumnya. Termasuk mengenai peringatan Hari Kanak-Kanak Indonesia yang memang bertepatan dengan hari lahir Sukarno.

Sehingga Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984 yang memutuskan bahwa HAN diperingati setiap tanggal 23 Juli bertepatan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979.

Baca Juga : Google Indonesia Sambut Hari Anak Nasional 

Peringatan Hari Anak Nasional Dimaknai sebagai Kepedulian Terhadap Perlindungan Anak Indonesia

Laman Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Indonesia (KPPAI) menulis, peringatan Hari Anak Nasional dimaknai sebagai kepedulian terhadap perlindungan anak Indonesia. Berharap agar anak Indonesia mampu tumbuh dan berkembang secara optimal. Caranya adalah dengan mendorong keluarga menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak. Sehingga akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia, dan cinta tanah air.

Hingga saat ini, peringatan HAN dirayakan dengan berbagai kegiatan. Bahkan, KPPAI telah menyediakan pedoman penyelenggarakan peringatan HAN dengan dukungan penuh dari pemerintah. Dalam laman resminya, KPPAI menyampaikan bahwa masyarakat dari tingkat daerah hingga provinsi bebas mengadakan kegiatan seperti seminar, menonton film bersama, bakti sosial, jalan sehat gembira, berbagai jenis perlombaan, dan lain-lain, dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

HAN juga dijadikan sebagai pengingat bagi rakyat Indonesia untuk menggencarkan gerakan Internasional World Fit for Children. Gerakan ini direalisasikan dengan Kota Layak Anak di sejumlah kota di Indonesia. Tujuan akhir dari gerakan ini tentu saja mewujudkan Indonesia Layak Anak. (Abdul Latif)

Sumber : tirto.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *