Bangkok, Pilihan Paling Masuk Akal untuk Wisata Luar Negeri Pertama

Milenianews.com – Wisata perlu dilakukan, khususnya bagi mereka yang bekerja dan hidupnya kerap terkungkung oleh rutinitas serta jam kerja yang teratur. Dalam jangka waktu tertentu, ambillah cuti dan berliburlah. Wisata atau jalan-jalan adalah perjalanan berpindah tempat tinggal sementara dengan tujuan rekreasi, melihat dan menikmati dunia yang berbeda, serta kadang untuk penyegaran dan pengembangan diri. Wisata tentunya tidak semata-mata untuk bersenang-senang atau memboroskan uang. Dengan berwisata, sejatinya kita melakukan investasi pengalaman sekaligus investasi bagi kesejahteraan diri.

Bagi mereka yang sibuk, wisata adalah kebutuhan penting untuk menjaga produktivitas melalui keseimbangan hidup secara fisik, mental, dan emosional. Wisata dapat mengurangi stres, memberi jeda dari tekanan hidup, menyegarkan pikiran, menghadirkan pemandangan baru, mencicipi kuliner yang berbeda, memutus rantai pikiran yang kusut, lalu menyusunnya kembali dengan lebih segar dan jernih. Kegiatan berlibur terbukti dapat menurunkan hormon kecemasan dan meningkatkan hormon kebahagiaan.

Bepergian ke luar negeri merupakan salah satu bentuk wisata yang layak dilakukan, mengingat kondisi global dan persaingan saat ini. Dengan berwisata ke luar negeri, kita dapat mengenal dunia di luar negara sendiri, membandingkan dan mempelajari budaya lain, lalu menyerapnya untuk kepentingan pengembangan diri. Dari luar negeri, kita bisa melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda: cara mereka bekerja, budaya kuliner, hingga kedisiplinan. Hadir langsung di tempatnya akan menambah wawasan, memudahkan adaptasi, dan menumbuhkan toleransi terhadap perbedaan.

Baca juga: Aturan Baru Singapura: Turis Tanpa Dokumen Jelas Berpotensi Ditolak

Memiliki keberanian untuk berwisata ke luar negeri, meskipun dengan anggaran pas-pasan, akan melatih kreativitas, kemandirian, serta kemampuan berhemat. Perjalanan ini juga menjadi sarana latihan bahasa asing, baik saat memesan makanan maupun mencari tempat tinggal. Di luar negeri, kita akan keluar dari zona nyaman, bertemu budaya baru, teman baru, dan persoalan baru. Hal ini melatih kemampuan menyelesaikan masalah serta mengambil keputusan secara cepat dan mandiri. Pengalaman mengatur pengeluaran, berbelanja, dan mengelola mata uang asing turut meningkatkan keterampilan finansial. Mengunjungi peninggalan sejarah, pasar tradisional, serta mencicipi kuliner di tempat asalnya adalah sekolah kehidupan yang menumbuhkan kepercayaan diri dan bermanfaat bagi kehidupan profesional di masa depan.

Bisa ke Singapura, Kuala Lumpur, dan tentunya Bangkok

pilihan negara

Bagi kita yang tinggal di Indonesia, baik di Jakarta maupun kota lain, pertanyaan yang sering muncul saat hendak pertama kali berwisata ke luar negeri dengan biaya sendiri adalah: ke negara mana sebaiknya pergi? Pilihan spontan biasanya mengarah ke negara-negara Asia Tenggara karena kemudahan akses, jarak yang dekat, biaya relatif murah, serta kebijakan bebas visa. Cukup memiliki paspor, lalu berangkat. Tiga negara yang sering menjadi tujuan awal adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Memilih Singapura berarti mengunjungi kota paling modern, rapi, dan bersih, dengan penggunaan bahasa Inggris yang paling merata. Singapura juga memiliki ikon wisata kelas dunia seperti Marina Bay Sands dan Universal Studios. Namun, kelemahan Singapura adalah biaya hidup yang paling mahal di antara ketiga pilihan tersebut. Destinasi wisatanya terbatas pada satu kota, serta nuansa wisata budaya yang relatif minim.

Malaysia merupakan negara yang paling dekat secara budaya dengan Indonesia, khususnya budaya Melayu. Bahasa Melayu pun relatif mudah dipahami oleh orang Indonesia. Malaysia menawarkan modernitas di Kuala Lumpur serta keragaman budaya di sekitarnya. Di negara ini, kita akan menemukan perpaduan budaya Melayu, Tionghoa, dan India yang hidup berdampingan dalam satu lokasi. Bentuknya bisa berupa kesenian, karya seni, arsitektur bangunan, maupun kuliner. Karena wilayahnya cukup luas, jarak antartujuan wisata terkadang cukup jauh dan membutuhkan waktu perjalanan satu hingga dua jam. Transportasi umum di Malaysia belum seterintegrasi Singapura, kondisinya mirip Jakarta: kadang mudah, kadang sulit, bisa murah atau mahal. Namun, jika terbiasa menggunakan taksi daring, kendala ini relatif teratasi.

Jika ingin merasakan pengalaman wisata yang berbeda dari Jakarta, menikmati keunikan budaya, serta biaya hidup yang paling hemat—setara dengan Bandung—maka Thailand menjadi pilihan menarik. Negara ini menawarkan wisata yang ramah bagi backpacker dan budget traveler, serta cocok bagi mereka yang muda dan berjiwa muda. Variasi kuliner di Bangkok sangat beragam, cita rasanya mendunia, lezat, dan terjangkau. Wisata budaya dengan kuil-kuil megah dan istana kerajaan memberikan pengalaman yang sangat berbeda dari yang ada di Indonesia. Kelemahan wisata Thailand, khususnya Bangkok, adalah kemacetan dan kepadatan yang seru sekaligus melelahkan, mirip Jakarta. Angkutan umum tersedia beragam, termasuk kendaraan privat seperti becak motor yang disebut tuk-tuk. Untuk menggunakan tuk-tuk, diperlukan keterampilan tawar-menawar. Acuan harga bisa dilihat melalui mesin pencari atau aplikasi digital.

Setibanya di Bangkok, terdapat dua bandara utama yang keduanya memiliki akses transportasi yang mudah dan murah, termasuk kereta menuju pusat kota. Dari stasiun pusat atau stasiun lain di sekitar pusat kota, wisatawan dapat menggunakan tuk-tuk menuju kawasan Khao San Road. Kawasan ini ideal bagi wisatawan muda yang menginginkan penginapan murah, dekat dengan situs sejarah, serta pusat kuliner. Namun, area ini cukup berisik, jauh dari stasiun kereta, dan dipenuhi hiburan hingga dini hari. Alternatif lain adalah kawasan Sukhumvit yang juga terjangkau, memiliki akses mudah ke berbagai lokasi kota melalui BTS Skytrain, serta berada di tengah surga belanja seperti Siam Square, pusat perbelanjaan, dan pasar populer Pratunam.

Cerita di Jalan Khao San Road

street food

Ketika matahari telah tenggelam, saya turun dari ojek daring di pangkal Jalan Khao San Road. Saya berhenti sejenak, duduk di bangku restoran kecil, memesan kopi pahit, sambil mengamati kawasan hiburan yang padat ini. Khao San Road berada di Distrik Banglamphu, sebuah ruas jalan di pusat kota Bangkok yang termasuk kawasan kota tua. Panjangnya hanya sekitar setengah kilometer, namun menjadi pusat keramaian. Aktivitas yang tak tertampung di jalan utama menyebar ke gang-gang kecil di sekitarnya, membentuk area radial yang ramai oleh penginapan, homestay, bar, hotel, dan kios. Kawasan ini hidup 24 jam, terutama pada malam hari.

Wisatawan mulai berdatangan. Ada yang turun dari taksi, berjalan kaki berombongan, atau muncul dari jalan-jalan kecil di sekitarnya. Wajah wisatawan Barat terlihat cukup dominan, disusul wajah Asia Timur, mungkin dari Korea, Jepang, atau Tiongkok. Wajah Melayu kerap sulit dibedakan dengan wajah Thailand, baru tertebak saat mereka berbincang—oh, ini dari Malaysia, ini dari Sunda. Kios pedagang kaki lima mulai membuka lapak. Street food membentang di sepanjang jalan, pengunjung duduk di kursi warung menikmati pad thai, mango sticky rice, jus jeruk, dan aneka hidangan lainnya.

Lampu neon, papan iklan, serta lampu warna-warni semakin banyak menyala, membuat suasana kian hidup. Musik mulai terdengar dari pengeras suara, meski belum live. Intensitas suara masih rendah. Seiring malam semakin larut, keramaian meningkat. Mobil dan tuk-tuk tak lagi bisa masuk, hanya beberapa sepeda motor yang sesekali menyelinap. Meja makan dan panggung hiburan melebar hingga menutupi trotoar. Pengunjung ikut bergoyang di jalanan. Musik dari band dan DJ bersaing volume karena jaraknya berdekatan, namun pengunjung tak peduli dan terus menari. Terapis pijat refleksi menawarkan jasa dari meja ke meja di trotoar. Di sisi lain, penjual baju dan aksesori bertema Thailand dan Bangkok, termasuk celana gajah, berteriak semakin keras, berlomba dengan musik. Polisi dan petugas berseragam tampak berpatroli, memberi rasa aman. Sementara itu, beberapa turis mulai berani menari di depan bar, di jalan, maupun di ruang terbuka yang memang disediakan.

Pratunam, kawasan yang bikin nafsu belanja meningkat

pratunam

Pratunam adalah kawasan yang padat dan sibuk, dikenal sebagai pusat belanja aneka kebutuhan, terutama pakaian. Jika dianalogikan dengan Jakarta, kawasan ini mirip Tanah Abang. Pratunam merupakan pusat grosir tekstil dan pakaian yang mudah dijangkau dengan kereta, dekat Stasiun Phaya Thai dan akses Airport Rail Link. Pusat keramaian penjual berada di Platinum Fashion Mall dan Talad Neon. Pasar ini sudah ramai sejak subuh dan berlangsung hingga malam hari. Para pedagang memenuhi lorong dan gang sempit yang sesak oleh tumpukan pakaian, tas, dan berbagai kelengkapan. Pada akhir pekan, pedagang bahkan membuka lapak hingga ke badan jalan.

Baca juga: Musim Dingin di Islandia: Antara Sunyi, Salju, dan Kisah Nordik

Bagi wisatawan asal Jakarta, banyak pedagang di kawasan ini yang sudah memahami bahasa Indonesia, sehingga komunikasi jual beli, termasuk tawar-menawar, menjadi lebih mudah. Harga barang di sini relatif lebih murah dibandingkan Jakarta untuk produk sejenis, sehingga kerap memicu meningkatnya nafsu belanja. Banyak hotel berbiaya rendah di area ini, membuat wisatawan yang berfokus pada belanja memilih menginap di sekitar Pratunam dan menyimpan hasil belanja di kamar. Dari sisi kuliner, kawasan ini juga menarik karena variasi dan harga yang terjangkau. Bagi wisatawan Muslim, tersedia restoran halal Melayu dan India yang cukup dikenal oleh pengunjung dari Indonesia.

Untuk kebutuhan makan halal sekaligus beribadah, salah satu pilihan di kawasan Pratunam adalah Masjid Darul Aman. Masjid ini mudah dijangkau dan terletak tidak jauh dari Pratunam Mall. Bangunannya terdiri atas dua lantai, dengan lantai atas sebagai ruang salat utama yang mampu menampung sekitar 600–900 jemaah. Fasilitas wudu, toilet, dan air minum tersedia dengan nyaman. Di sekitar masjid, sebagaimana lazim di kota dengan populasi Muslim minoritas, tumbuh komunitas yang menyediakan kebutuhan umat Muslim, mulai dari restoran halal hingga warung kudapan.

Selain Pratunam, terdapat pula komunitas Muslim lain di Bangkok, salah satunya di kawasan Nana, tempat berdirinya Masjid Darul Ihsan. Di sekitarnya tersedia beragam makanan halal yang lebih variatif karena komunitas Muslim di kawasan ini berasal dari Maroko, Mesir, Pakistan, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Jika ingin melihat budaya Islam masyarakat Thailand asli, bukan imigran, wisatawan dapat mengunjungi Kudi Chin dan Masjid Bang Luang. Masjid tertua di Bangkok ini memiliki arsitektur yang memadukan unsur Islam dan budaya Thailand. Terletak di kampung yang tenang di dekat Sungai Chao Phraya, masjid ini menjadi bukti bahwa perkembangan Islam di Thailand bermula dari jalur perdagangan sungai.

Kontributor: Dr. Ir. Wahyu Saidi, MSc, seorang Entrepreneur, Peminat dan Penikmat Kuliner

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *