Perjuangan Tangguh Sebuah Keluarga Membuatku Paham Akan Makna Hidup

Oleh : Isrowiyah

Keluarga Menjadi Tempat Pertama untuk Belajar Sebuah Makna

Milenianews.com – Dilahirkan sebagai khalifah bumi tentu menjadi salah satu amanah terbaik sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna. Tuhan begitu detail dalam merencanakan penciptaan makhluk-Nya, sehingga bukan ranah kita lagi untuk melakukan sebuah negosiasi ataupun ketidakterimaan sebuah takdir, termasuk dalam hal latar belakang keluarga. Sebagai makhluk yang telah dibekali kecerdasan, menunjukkan penampilan terbaik dalam menyikapi segala kondisi merupakan bentuk kebijaksanaan kita dalam mengungkapkan wujud syukur sebagai hamba-Nya. Oleh karena itu, ketika ditakdirkan terlahir sebagai anak dari keluarga menengah ke bawah, tidak menjadikanku lantas mengeluh dan menyalahkan Tuhan atas kehendak takdirnya. Melalui kondisi keterbatasan ekonomi justru menjadi senjata pelengkapku dalam berjuang serta melecutku untuk mengeluarkan segala potensi dalam mempersembahkan sebuah usaha. 

Menjadi anak terakhir mungkin menjadi momen spesial bagi sebagian orang, karena biasanya akan lebih diperhatikan kebutuhannya oleh orang tua, namun hal tersebut tidak berlaku bagiku. Semua anak di keluargaku diberikan perlakuan yang sama, jadi tidak ada anak yang lebih dimanja ataupun diistimewakan. Perlakuan ini memberikan pembelajaran tersendiri untuk memupuk sikap saling tolong menolong agar diantara kami semua tercukupi kebutuhannya, meskipun dengan standar kesederhanaan. Pembagian lauk menjadi 5 bagian kecil (aku, orang tua, dan dua kakak), memakai pakaian ataupun barang bekas kakak, perbincangan riang setiap diantar orang tua ke sekolah menggunakan sepeda ataupun momen lainnya, menjadikan suasana keluarga begitu indah dan nyaman untuk dikenang sebagai memori kehidupan. Hari demi hari bersama keluarga seakan menjadi ruang keceriaan untuk menikmati belajar memahami akan makna sebuah hidup. Oleh karena itu, melalui tulisan inilah ingin kubagikan rangkaian cerita keluarga yang menemaniku dalam membalut perjuangan hidup untuk menggapai impian.

Ketika Problematika Hidup Mulai Semakin Terasa 

Hidup dengan topangan nafkah dari Ibu dan Ayah yang bekerja sebagai petani menjadikan keluarga terdidik untuk hidup dengan sederhana. Untuk dapat memenuhi kebutuhan mayoritas di keluarga, maka Ibu sangat teliti dan hati-hati dalam mengatur urusan keuangan. Ibu tidak akan memperbolehkan anaknya membeli berbagai barang yang sekiranya kurang penting, termasuk dalam hal mainan. Jadi tidak mengherankan jika di rumah hanya ada barang yang memang hampir setiap hari dipakai. Bahkan untuk uang saku anak, Ibu sangat menekan pengeluarannya dengan selalu membawakan bekal ke sekolah, sehingga uang saku yang seharusnya hanya memenuhi uang jajan sehari, bisa diperpanjang menjadi tiga hari. Kondisi ini semakin membuatku sadar untuk lebih bijaksana dalam mempergunakan uang, karena banyak kebutuhan yang harus terpenuhi sedangkan jumlah uang yang dimiliki sangat terbatas. Sepintas terlihat menyedihkan ya kisahnya? Tapi bagiku, melalui pembelajaran akan kondisi keluarga itulah nilai untuk menghargai apapun yang kita miliki dengan memaksimalkan potensi berhasil tersemat dalam sebuah perilaku. Namun sayangnya, kehangatan keluarga dengan cerita perjuangan di atas kesederhanaan tersebut, ternyata harus berubah ketika Ayah sebagai kepala keluarga meninggal dunia, yang secara tidak langsung memberikan isyarat bahwa perjuangan yang lebih berat telah menanti ke depannya.

Ayah dan Ibu yang profesinya sebagai petani tentu harus bekerja keras agar kebutuhan keluarganya terpenuhi. Bahkan karena penghasilan petani sangat rendah, maka pengeluaran pun harus banyak dipangkas. Tentu bisa dibayangkan ketika Ayah sebagai salah satu sumber penghasil nafkah meninggal dunia, maka bisa dipastikan pemenuhan kebutuhan keluarga tersebut akan semakin sulit dan butuh perjuangan lebih. Dan inilah yang terjadi di keluargaku. Semenjak Ayah meninggal, Ibu harus berjuang sendiri untuk mencari nafkah. Peran Ayah sekaligus Ibu dipikulnya dengan penuh keoptimisan, sehingga tidak mengherankan jika di tengah perjuangannya yang berat dalam menaklukan masa depan keluarga, tubuh Ibu terlihat lebih ringkih daripada usianya. Tapi ternyata kondisi ini hanyalah permulaan cerita dari sebuah alur kehidupan. Belum tuntas memikul kondisi ekonomi yang tidak stabil semenjak kepergian Ayah, keluarga kembali diuji dengan hal lainnya, yaitu perilaku kakakku laki-laki yang dahulunya terlihat penurut ternyata berubah menjadi pembangkak.

Tidak terlintas sedikit pun pemikiran bahwa kakakku laki-laki yang dulunya penurut (sebelum kepergian Ayah), kini berubah menjadi anak yang berani kepada orang tua, terutama kepada Ibunya. Karena kakak belum dapat pekerjaan setelah keluar dari profesinya sebagai jasa angkut di pasar, maka perilaku yang sangat mengganggu adalah meminta uang kepada Ibu. Ibu yang harus menghidupi kebutuhan keluarga serta biaya pendidikan kedua anaknya, kini harus bertambah bebannya untuk menyokong kebutuhan sekunder kakakku tersebut. Maka mau tidak mau Ibu harus memangkas lagi pengeluaran yang sudah sangat kecil untuk bisa menyisihkan uang, sehingga nantinya kebutuhan Kakak untuk membeli rokok dan kopi terpenuhi, yang dalam seharinya membeli sebanyak empat kali. Mungkin kalau kondisi itu terjadi dalam waktu satu atau dua hari, keuangan keluarga masih bisa aman, tapi tentu kalau berlanjut terlalu berkepanjangan kan menjadikan defisit, dan itulah yang terjadi. Oleh karena itu, Ibu harus mengerjakan pekerjaan lainnya demi terus mengamankan kondisi keuangan. Salah dua pekerjaan yang dilakukan Ibu selain sebagai petani adalah berdagang makanan kecil di kantin sekolah serta berdagang gerabah di Pasar Tempuran setiap seminggu sekali. 

Namanya sebuah kehidupan, tentu akan ada hal yang sesuai dengan target kita ataupun tidak, karena manusia hanya bertugas berusaha bukan untuk menentukan hasil. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Ibu yang telah menambah porsi bekerja dengan harapan kebutuhan keluarganya dapat terpenuhi, namun kenyataannnya tidak begitu. Dan ini menjadi salah satu pemicu problematika di keluarga. Kakakku yang tidak bekerja namun menginginkan kebutuhan rokok dan kopi terpenuhi setiap harinya, seringkali marah dan mengumpat tatkala Ibu tidak memberikan uang, bahkan beberapa kali membanting barang. Sungguh ironi bukan? Tentu, sebagai anak ingin rasanya memberikan hukuman kepada Kakak, tapi pada akhirnya harus terkungkung niatnya karena rasa takut akan temperamennya jika keingiannya tidak dapat terpenuhi. 

Perjuangannya dalam menjalankan peran sebagai sumber nafkah sekaligus pendidik anak, Ibu dengan gigihnya melawan terik matahari ataupun guyuran hujan demi menghidupi keluarganya dari profesi petani. Belum lagi Ibu harus mengayuh sepeda tuanya untuk mengantarkannya berdagang di sekolah ataupun di pasar. Sungguh perjuangan Ibu yang sangat patut untuk diapresiasi sebagai wanita pejuang keluarga. Namun rupanya hal itu tidak menggerakkan Kakak untuk menaruh rasa hormat kepada Ibu. Kakak tidak jarang dengan kesombongannya mencuri uang yang baru saja didapatkan Ibu sebagai jerih payahnya bekerja seharian. Peristiwa ini sangat sedih untuk dikenang jika mengingat kembali perjuangan Ibu. Oleh karena itu, untuk menghapuskan keperihaan hati Ibu akan hal tersebut, aku mencoba untuk berkomitmen selalu bersungguh-sungguh dalam berjuang menyiapkan masa depan. Sehingga, jika suatu saat nanti sudah sukses, aku ingin menyampaikan kebangganku akan perjuangan Ibu yang sangat gigih dalam berjuang demi keluarga, hingga akhirnya iringan doa dan rangkulan Ibu tersebut menjadi jalan perantara yang mengantarkanku pada keberhasilan.

Keluarga Membentukku untuk Lebih Dewasa

Segala kekurangan yang terjadi di keluarga, terutama dalam hal keuangan, membentukku menjadi pribadi yang lebih mandiri dan bijaksana. Untuk meringankan beban Ibu, uang saku yang diberikan sering aku simpan sebagai tabungan. Sehingga nantinya dapat aku gunakan untuk membayar keperluan sekolah ataupun membeli buku. Uang tabungan dari uang saku menjadi salah satu upayaku agar nantinya sedikit membantu Ibu dalam memenuhi kebutuhan biaya pendidikan. Meskipun di tengah kekurangan, pendidikan menjadi nilai yang selalu ingin aku junjung, karena orang tua juga memiliki perhatian tinggi terhadap hal itu. Aku selalu percaya bahwa pendidikan menjadi salah satu jembatan agar bisa memutus rantai kemiskinan keluarga. Berbagai ilmu dan pengalaman memberikan peluang lebih untuk dapat mengaplikasikannya dalam sebuah kehidupan, terutama dipekerjaan. Sehingga anak tangga menuju peningkatan status sosial akan semakin dekat dengan kenyataan.

Tatapan masa depan merupakan pelecut hebat untuk terus membangunkanku dalam berjuang. Melalui pengingat akan mimpi-mimpi yang harus dituntaskan menjadi kobaran semangat untuk terus mempersembahkan usaha optimal dalam setiap kesempatan. Oleh karena itu, meskipun hidup dengan penuh prihatin, aku terus mengupayakan untuk menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan penting. Dukungan yang selalu dihadirkan Ibu dalam setiap langkah juga semakin membuatku optimis. Bahkan ditengah kondisi yang serba kekurangan, Ibu tak mundur sedikit pun menyokong sekolah anaknya.

Ibu begitu antusias ketika aku menginginkan bersekolah berbalutkan pesantren. Hingga akhirnya keinginan tersebut menjadi kenyataan ketika kini secara resmi telah tercatat sebagai siswi di SMK Al-Huda Salaman sekaligus santriwati di pondok pesantren Mamba’ul Huda. Ungkapan syukur yang tidak terkira menjadi penggambaran suasana akan momen tersebut, karena dulunya impian itu hanyalah cerita yang selalu kupupuk dengan semangat dan dukungan keluarga. Namun kesempatan itu tidak hanya akan kunikmati sebagai siswi ataupun santriwati biasa, tapi akan kuoptimalkan dengan menorehkan sebuah karya dan prestasi sebagai pembeda dengan lainnya. 

Keluarga, Terima Kasih untuk Segala Dukungannya

Pembelajaran hidup dari hari ke hari memberikan semangat baru untuk terus memperbaharui mimpi yang harus direalisasikan ke depannya. Daftar impian yang semakin bertambah kini mulai kususun untuk memperjelas arah tujuan di masa depan. Kerasnya perjuangan Ibu, keprihatinan kondisi keluarga, ataupun cemoohan dari orang menjadi pelengkap proses dalam menjadikanku semakin gigih untuk berjuang.

Kini kepercayaan diri untuk menaklukan masa depan semakin tumbuh. Tidak ada yang tidak mungkin selama kita berusaha yang terbaik dan selalu melibatkan Tuhan dalam setiap langkahnya. Rintangan demi rintangan menjadi jembatan untuk terus meningkatkan kualitas diri agar kedepannya dapat melewati proses dalam menjemput sebuah kemenangan gemilang. Perjuangan yang telah menjadi temanku dalam berproses, mengajarkan bahwa masa depan yang lebih baik adalah sebuah kepastian jika kita terus mengupayakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *