Cahaya Illahi

lomba menulis kisah inspiratif
lomba menulis kisah inspiratif

Oleh : Soh Wee Long

Milenianews.com – Di suatu pagi, ketika ayam mulai berkokok dengan nyaringnya. Sinar fajar mulai menampakkan dirinya di arah timur.

Tampaklah sebuah rumah dengan warna putih keabu-abuan diselimuti awan pagi. Aku bangun dari tempat tidur,mengembalikan nyawa dan duduk sejenak. Tidak lupa untuk Merapikan tempat tidur. Karena merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk membersihkan tempat tidur. Aku membersihkan bantal yang penuh dengan debu. Dilanjutkan menyapu lantai agar terlihat bersih. Setelah selesai, aku bergegas mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi. Setelah mandi, aku mengganti pakaian di kamar. Di kamar, aku berias layaknya seorang pria yang akan menikah. Kebiasaan yang buruk bagiku karenanya aku terlambat. Di ruangan makan, meja tersusun rapi memanjang dengan menampakkan hidangannya. aku langsung sarapan nasi,telur dan lauk kesukaan yang dibuat oleh malaikatku. dengan terburu-buru aku berpamitan sama ibu. Ibu pun kaget dan bertanya “mengapa kamu terlalu terburu- buru nak. Tidak baik terburu-buru.” Akupun menjawab dengan nada rendah “aku takut terlambat buk. Aku malu kalau terlambat jadi, aku usahakan agar tidak terlambat buk.” Setelah berpamitan sama orang tua. Aku berjalan menuju sekolah. Di pertengahan jalan mataku tertuju pada indahnya pemandangan dunia. Burung yang berkejaran,bunga yang melambai ke arahku dan angin yang menyentuhku membuatku lupa akan masalah terlambat

Setelah sampai di sekolah. Siswa mulai bergerombolan menuju kelasnya masing masing. Aku mencari ruangan kelas dan meletakkan tas di bangku istimewa. Sembari menunggu aku menyempatkan untuk membaca buku kesukaan Yaitu “Harry Potter”. Kawanku, seperti biasanya ketika guru belum datang yang dilakukannya pasti mengerjakan PR. Suatu kebiasaan yang buruk. setelah beberapa menit bel sekolah berbunyi . bu guru datang dengan membawa beberapa buku pelajaran. Mukanya berseri dan memantulkan cahaya seakan siap mengajar. Ketua kelas menyiapkan dan berdoa.

Selama pembelajaran, bu guru menjelaskan pelajaran dengan menarik. Sehingga kami semua terdiam. Memperhatikan bu guru. Selang beberapa menit. Matahari mulai berjajar di tengah. bu guru selesai menjelaskan. Tiba-tiba bu guru berkata “anak-anakku tidak terasa kalian sudah memasuki kelas 11. Kalian akan menghadapi ujian kompetensi keahlihan. Dimana, perjuangan kalian akan terasa berat. Mulai dari pengorbanan waktu hingga pengorbanan biaya. Apakah anak-anak ibu sudah mempersiapkannya?” seketika otak dan hatiku reflek bersatu menciptakan sebuah pertanyaan. “apakah aku bisa sukses yah. Jika, aku terlahir dari keluarga tidak mampu. Sedangkan, kuliah saja membutuhkan biaya yang besar.”pertanyaan yang begitu singkat perlahan membunuhku. di sepanjang pelajaran aku kepikiran terus dengan permasalahan tadi.

Pukul 02:30 bel sekolah berbunyi. Menunjukkan telah selesai kegiatan pembelajaran. Aku pulang dengan lesu, tidak bersemangat. Bahkan cantik dan merdunya suara burung Tidak membuatku tertarik. Setiap kaki yang berjalan terasa hampa tiada artinya.

Ditambah lagi musik yang lewat adalah musik yang instrumennya sedih. Lengkaplah pendukungnya. Ketika di pertengahan jalan kota karimun. Kulihat keatas awan mulai menghitam menandakan akan turunya hujan. Tiba-tiba dugaanku benar Hujan turun dengan deras, membasahi seluruh kota. Aku panik dan langsung mencari tempat berteduh. Kulihat rumah kosong. Tanpa memikirkan seram dan gelapnya rumah tersebut. Yang aku pikirkan adalah bisa berteduh. Aku langsung menuju ke rumah kosong. berdiri terdiam. Menunggu berhentinya hujan yang sangat deras. Mataku reflek menuju sebuah terminal. Terminal yang tua tanpa penghuninya membua rasa seram semakin mengebu-gebu. Ditambah lagi pohon beringin yang lebat dan batangnya begitu besar. Tiba-tiba, petir menyambar sebuah pohon yang besar. “Duarrr” Sontak, aku kaget dan berlari menjauhi lokasi kejadian.

Setelah kejadian itu, aku mulai mengamati keadaan pohon yang tumbang. Bekas sambaranya memunculkan percikan api. Untungnya, pohon yang tumbang bukan di jalan raya melainkan di terminal yang sudah tua tidak berpenghuni sehingga tidak menimbulkan korban dan macetnya jalan. Suatu fenomena yang menurutku berbahaya. Dari kejadian ini aku belum mendapatkan suatu inspirasi maupun moivasi.

Masalah tidak hanya itu, ketika aku sampai dirumah. Istirahat sejenak. Menenangkan hati dan pikiran. Datang rentenir yang mengetuk pintu. “Permisi.” ucap rentenir sambil menunggu. Aku langsung membuka pintu dan menjawab “ya, ada yang bisa saya bantu pak”. “Apakah ini rumah ibu puji Astuti?” Tanya seorang rentenir seolah-olah yakin dengan pertanyaanya. “Ya ini rumah ibu puji Astuti. Tetapi ibu saya sedang kerja pak.

Apakah ada yang ingin disampaikan pak”. Jawabku dengan nada rendah. “Oh, kalau gitu sampaikan kepada ibuk bahwa waktu tenggatnya sudah lewat. Ibuk puji Astuti masih berhutang sebesar 500 ribu. Mohon segera dilunasi ya”. Ucap rentenir sembari meninggalkan tempat tersebut. Aku langsung menutup pintu dan berfikir. Mengapa ibuk berhutang sebanyak itu?.

Apakah untuk kebutuhanku?. Setelah ku pikir panjang. Ternyata benar. Dibalik kebutuhanku yang terpenuhi ada ibuk yang rela berhutang demi kebutuhanku. Raut wajah ibuk seakan tidak ada beban yang terpendam padahal didalamnya penuh luka dan air mata. Seketika aku menangis. Bagaimana perjuangan ibuk dalam membentuk dan mendidikku. Aku mencari cara agar hutang ibuk segera terlunasi. Tetapi bukan solusi yang kudapatkan melainkan kecapean yang aku dapatkan. karena, terus memikir tanpa adanya perubahan.

Dimalam hari ketika semua orang tertidur lelap. Burung hantu bernyanyi menandakan khasnya malam. Aku masih sibuk memikirkan masalah yang aku hadapi. Beribu masalah menghantamku dalam 1 waktu. Aku stres dan hampir menyerah. Ibarat karung yang kepenuhan isi. Kepalaku yang penuh dengan masalah. tiba-tiba lampu di rumahku mati. Gelap dan tak ada yang aku lihat. Aku langsung mencari senter kemudian menghidupkanya. seketika semuanya terang. Entah apa yang merasukiku. Otakku menciptakan sebuah solusi dari kejadian ini. “Lihatlah keadaan di malam hari ketika lampu padam. Semuanya tidak terlihat tetapi berkat bantuan dari senter. Semuanya menjadi terang dan benda di sekeliling yang terkena senter akan terlihat, begitu juga dengan masalah hidup yang aku jalani. segelap dan sebanyak apapun masalahnya. Kita butuh penerangan agar kita bisa melihat dan tahu jalan yang lurus. Penerangan itu adalah Allah. Tuhanku.” Ucapku dengan nada berwibawa dan menangis sejadi jadinya. Aku langsung mengambil air wudhu.

Melaksanakan sholat. Bahkan disaat sholat aku masih menangis. Ketika selesai sholat aku berdoa kepada allah ”ya Allah masalahku begitu berat. Hambamu ini sangat lemah ya Allah. Hamba tidak mau dimudahkan cukup engkau kuatkan hati dan bahu hamba ya Allah. Janjikan kesuksesan untuku ya Allah, mengingat hamba mempunyai seorang ibu yang harus dibanggakan.” Seketika hatiku Tenang dan pikiranku mulai jernih seakan Allah sudah menunjukkan jalannya. 1 bulan kemudian, kabar gembira datang, sebuah kerja keras dengan memanfaatkan keterampilan. aku berhasil memenangkan lomba tiktok islami sebagai juara 3 dan mendapatkan hadiah sebesar 7 juta rupiah.

Betapa senang hatiku karenanya hutang semua Lunas tidak ada yang tersisa. Rasa syukur tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dari sini aku yakin bahwa sebesar apapun masalah kita. Sebanyak apapun masalah kita. Selalu libatkan Allah dan memintalah kepadanya. Cepat atau lambat semuanya akan terselesaikan. Di hari itu aku mulai memprogramkan pikiranku untuk kerja keras dan berdoa kepada Allah. Ibu senang melihatku atas prestasi yang ku raih dan sedikit membantu keuangan keluarga. Dari sinilah hidupku mulaibersinar kembali. Dengan memanfaatkan waktu yang ada menciptakan sebuah prestasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *