News  

Raker Komisi IV DPR dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof. Rokhmin Kupas Kemiskinan Nelayan

Komisi IV DPR RI melaksanakan Raker dengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Kamis (27/2/2025). Prof. Rokhmin Dahuri (depan, kanan). (Foto: Dok RD Institute)

Milenianews.com, Jakarta— Komisi IV DPR melakukan Rapat Kerja (Raker)   dengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI  di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2025).  Dalam Raker tersebut, anggota Komisi IV DPR, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS antara lain mengupas tantangan struktural perikanan dan kelautan Indonesia, serta pentingnya solusi nyata yang harus diberikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan  (KKP).

Terkait tantangan struktural perikanan dan kelautan Indonesia, Prof. Rokhmin mengemukakan, dari lima program utama KKP—konservasi, penangkapan ikan terukur, pengembangan budidaya, pengawasan, dan pembersihan sampah plastik—sebagian besar (65%) masih berfokus pada aspek lingkungan. “Padahal, permasalahan utama sektor kelautan adalah kemiskinan nelayan, di mana 90% nelayan kita hanya berpenghasilan rata-rata 2,4 juta rupiah per bulan (lebih rendah dari garis kemiskinan keluarga menurut BPS),” ujar Prof. Rokhmin Dahuri dalam rilis yang diterima Milenianews.com.

Tantangan lainnya, kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University itu,   termasuk overfishing di beberapa wilayah perairan laut Indonesia (seperti Pantura, Selatan Sukawesi, Selat Malaka dan Selat Bali), sementara underfishing  di beberapa wilayah perairan laut Indonesia lainnya (ZEEI, Teluk Tomini, Laut Natuna dan wilayah Indonesia bagian Timur) yang menyebabkan ikan Indonesia dicuri nelayan asing.

“Selain itu, harga ikan sering anjlok saat panen besar, sementara biaya melaut (seperti BBM, alat tangkap, mesin kapal, dan perbekalan melaut lainnya) masih mahal dan sering kali tidak tersedia, sementara ketika memasarkan ikan, harga sangat fluktuatif,” papar ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Menurut Prof. Rokhmin, masa depan KKP harus fokus pada solusi nyata.  Ia mengungkapkan, sejak diterapkannya sistem penangkapan ikan terukur, belum ada investor yang tertarik. Hal itu  menandakan kebijakan ini kurang atraktif secara ekonomi.

“Budidaya perikanan harus lebih didorong dengan inovasi teknologi dan investasi yang lebih baik. Perlu evaluasi modelling tambak udang di Kebumen, dan revitalisasi tambak mangkrak di Pantura seluas 78.000 hektar untuk nila salin,” papar ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO (Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan se-Indonesia) itu.

Baca Juga : Prof. Rokhmin Paparkan Kunci Sukses  Industrialisasi Rumput Laut

Produksi pengolahan perikanan Indonesia  pun masih tertinggal, hanya mampu mengekspor 1 juta ton per tahun atau senilai 7 miliar dolar pertahun. Dengan pencapaian tersebut, Indonesia hanya peringkat eksportir ke-8 didunia.

“Padahal produksi perikanan Indonesia saat ini 23 juta ton (terbesar ke-2 di dunia setelah China), dan potensi produksi perikanan Indonesia terbesar di dunia, sekitar 115 juta ton per tahun,” ungkapnya.

Ia menambahkan, “Harapannya, KKP ke depan tidak hanya berfokus pada program yang bersifat superficial (ecek-ecek), tetapi benar-benar mampu menyelesaikan masalah struktural perikanan dan kelautan yang saya uraikan diatas. Sehingga, sektor ini bisa kembali berjaya sesuai dengan tujuan awal pendirian KKP—yakni untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan, mensejahterakan seluruh nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil perikanan, petembak garam, dan stakeholders KP lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *