Budaya  

3 Pakem AI yang tidak Boleh Ditinggalkan Dalam Berkarya: Moral, Etika dan Hukum

Suasana Seminar “Kemajuan Teknologi Kreator Era Artificial Intelligence (AI) di Sumatera Barat, Hadapi Tantangan dan Peluang Kreativitas” di Gedung Balai Pelestarian Kebudayasan wilayah III Sumbar,  Sabtu, 5 Oktober 2024. (Foto: Istimewa)

Milenianews.com, Padang–  Artificial Intelligence (AI)  adalah kecerdasan buatan cabang ilmu komputer yang berfokus kepada pengembangan sistem yang dapat melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia. Sehingga dapat mempermudah/membantu manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya dalam bidang seni dan kepenulisan. Saat ini telah banyak karya yang dikembangkan menggunakan teknologi ini. Sekalipun banyak pula yang menyalahgunakan,  tetapi di tangan yang tepat, ia adalah busur yang dapat melesatkan anak panahnya.

Demikian intisari disampaikan dua pembicara yakni Muhammad Ishak Fahmi , praktisi hukum/ budayawan dan Leni Marlina, dosen UNP/penulis pada acara Seminar Kemajuan Teknologi Kreator Era Artificial Intelligence(AI) di Sumatera Barat, Hadapi Tantangan dan Peluang Kreativitas , di Gedung Balai Pelestarian Kebudayasan wilayah III Sumbar,  Sabtu, 5 Oktober 2024.

Ishak Fahmi  menyampaikan tiga  hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam berkarya di era AI yakni Moral, Etika dan Hukum. “Karya adalah satu hasil dari sebuah kkreativitas manusia.  Maka penting untuk mendaftarkan karya kita agar terhindar dari plagiat. Jangan sampai kita yang berjuang, orang yang menikmati. Siapa saja bisa berkarya di era artificial intelligence ini. Pertanyaannya mau atau tidak kita menggunakan alat AI untuk mempercepat kerja kita atau kita tetap mempertahankan pola konvesional,” kata Ishak dalam rilis yang diterima Milenianews.com.

” Pengkarya seni, budaya, ekonomi, dan lain-lain  boleh menggunakan AI tapi harus memegang tiga pakem tersebut (Moral, Etika dan Hukum). Kita harus jujur dan tidak memicu konflik SARA. Mau pakai jalan tol atau jalan biasa untuk berkarya?” ujarnya kepada para peserta.

Leni Marlina juga memperkuat dan menceritakan pengalamannya mengajar sastra yang berkaitan dengan AI.

“Jika kita  cerdas memanfaatkan AI , bukan  hanya mempercepat kerja kreatif kita tetapi juga  bisa memperluas jaringan karya. Di  mana pun di dunia ini bisa membaca karya tulisan kita ketika kita memanfaatkan AI. Dulu mahasiswa jika disuruh bikin puisi dua minggu nggak kelar- kelar  tapi setelah ada AI lebih cepat.  Karena bisa  menginspirasi. Namun jujur: Apakah AI merusak menulis puisi? , semua terpulang pada kita, sama seperti menggunakan pisau, sederhana  saja contohnya. Akan merusak atau membantu? ” tanyanya pada peserta seminar yang antusias bertanya.

Baca Juga : Sumbar Talenta Indonesia Berangkat ke Belanda untuk Tampil di Tong Tong Fair 2023

Seminar yang dirancang dua jam itu baru berakhir tiga jam kemudian dihadiri tokoh dari LKAAM, Forum Siti Manggopoh, SATUPENA Sumbar, Anggota Forum KEAI, mahasiswa Unand dan UNP,  guru-guru, penulis, sastrawan, wartawan, dan Vice President VILTA Australia dengan jumlah hampir 100 orang secara hybrid dengan rincian, 59 orang online dan 40 orang offline.

Secara substansi materi AI sangat penting karena membahas aspek hukum, moral dan etika dalam berkarya, dan anak-anak muda cukup antusias bahkan ibu-ibu  yang hanya biasa menggunakan HP pun tertarik bertanya.  Alhamdulillah , tempat dan peralatan difasilitasi oleh Kepala BPK RI Wilayah III Sumbar.

Ketua panitia Mutiara Talenta, merasa sangat puas dengan acara yang dikemas untuk pertamakali ini. ” Ternyata cukup banyak peminatnya. Ke depan akan kita tindak lanjuti beberapa kesimpulan seminar ini agar AI memang betul-betul dipahami dan dijaga nilai- nilai budaya Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah (ABS ABK),” ujarnya.

Sastri Bakry selaku koordinator Forum Kreator Era AI Sumbar membenarkan dan langsung gerak cepat berkolaborasi dengan Balai Pelestarian Budaya. Alhamdulillah respons positif Undri selaku kepala BPK sangat membantu kegiatan ini.  “Kita bisa lakukan kajian melibatkan peneliti, pakar hukum, ahli IT, budayawan dan LKAAM.  Juga  Etika profesi kreator AI,  mungkinkah ada aturan yang mengikat kita spesifik Sumbar?” kata Sastri Bakry.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *