Milenianews.com, Mata Akademisi– Di dalam kitab Fathush Shamad, Syaikh Nawawi menuliskan doa Abdul Muththalib untuk Nabi. Beliau digendong sang kakek ke depan Ka’bah. Di sanalah Abdul Muththalib berdoa bagi bayi suci yang masih merah itu. Dia merangkai doanya dalam susunan bait-bait puisi yang indah.
Pertama, Abdul Muththalib memuji Allah, “Segala puji bagi Allah yang mengaruniai aku bayi laki-laki yang memiliki silsilah yang baik.” Menurut Syaikh Nawawi, kendati hidup pada masa jahiliyah leluhur Nabi tidak pernah minum khamar, berjudi, dan berzina.
Doa Abdul Muththalib ini didahului dengan memuji Allah. Hal ini, seperti ketahui, memang isi doa itu ada dua, yakni memuji dan meminta. Bahkan dalam surah al-Fatihah yang seluruhnya berisi doa, hanya satu yang berupa permintaan. Selebihnya adalah pujian kepada Allah.
Dalam satu riwayat diungkap, Abdul Muththalib berdoa, “(Semoga) bayi laki-laki ini jadi penambah bukti-bukti (kekuasaan Allah).” Ayat-ayat yang menunjukkan bukti-bukti kekuasaan Allah bertaburan dalam al-Qur’an. Misalnya tentang Allah berkuasa menciptakan manusia hingga berkembang biak. Dia juga berkuasa menciptakan manusia berpasangan, berkuasa menciptakan langit dan bumi dan menjadikan siang dan malam. Pun Allah berkuasa memperlihatkan kilat dan menurunkan hujan.
Kedua, Abdul Muththalib memohon, “(Semoga) bayi laki-laki ini memimpin para bayi (lain) yang berada di dalam ayunan. Aku memohon perlindungan baginya dengan perantara Ka’bah yang memiliki sejumlah tiang hingga aku melihatnya sebagai penyampai (kebenaran) yang jelas.”
Ka’bah dijadikan perantara dalam berdoa karena Ka’bah diliputi rahmat Allah. Namun sejatinya Ka’bah hanya sebongkah batu yang dimuliakan Allah dan rasul-Nya. Banyak ayat di dalam al-Qur’an yang berbicara tentang Ka’bah.
Tentang Ka’bah, Nabi juga bersabda, “Setiap sehari semalam Allah menurunkan seratus dua puluh rahmat bagi Baitullah. Enam puluh rahmat untuk yang melakukan tawaf, empat puluh rahmat untuk yang melakukan shalat, dan yang dua puluh rahmat untuk yang memandang Ka’bah.” (HR. Thabrani).
Syaikh Nawawi menyebut tiang Ka’bah ada empat, yakni tiang Syam, tiang Irak, dan dua tiang Yamani. Dalam riwayat lain, Abdul Muththalib bermunajat, “Aku memohon perlindungan baginya kepada Allah yang memiliki kekuasaan.”
Ketiga, Abdul Muththalib meminta kepada Allah, “Aku meminta perlindungan kepada Allah baginya dari kejahatan orang-orang yang membenci (kebenaran).” Orang yang membenci kebenaran adalah orang yang sombong. Nabi memberi informasi, “Sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim).
Keempat, Abdul Muththalib berdoa, “Aku memohon perlindungan kepada Allah dari para pendengki yang matanya terus mengawasi.”. Menurut Syaikh Nawawi, mata orang dengki selalu berkeliaran atau bergentayangan untuk menemukan sasaran. Di Mekkah, Nabi menghadapi orang-orang dengki karena merasa dakwah Nabi berpotensi merebut kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi orang kafir Quraisy.
Inilah empat penggalan doa Abdul Muththalib yang bisa dipraktikkan oleh siapa saja saat dianugerahi jabang bayi. Andaikata terjangkau kita bisa berdoa di depan Ka’bah. Namun apabila tidak, bisa di masjid terdekat
Penulis: Dr. KH. Syamsul Yakin MA, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta