Mumbai: Kota Kontras, dari Kemewahan hingga Hening di Haji Ali Dargah

mumbai

Milenianews.com – Tentu ada alasan dan pembenaran mengapa harus ke Mumbai. Sebagai penduduk Jakarta, kota padat dengan belasan juta jiwa, saya ingin melihat versi lain dari kota besar yang superpadat dan penuh energi. Mumbai memiliki angkutan massal berupa kereta api dan bus yang mengangkut jutaan penumpang setiap hari, kuliner jalanan yang ikonik dan legendaris yang berdenyut dari subuh hingga subuh. Ada pula Bollywood, jantung industri film terbesar di dunia dari sisi jumlah produksi, bahkan Hollywood kalah.

Mumbai juga memiliki kekayaan sejarah berupa arsitektur yang kuat serta menjadi titik temu berbagai budaya dan agama—kuil, masjid, dan gereja—dengan karakter khas India. Di kota ini, kita dapat melihat perpaduan modern dan tradisional yang kontras dalam satu lokasi, sekaligus menyaksikan jurang ekstrem antara kemewahan dan kemiskinan. Semuanya menarik.

Baca juga: Vientiane, Ibu Kota Tenang di Jantung ASEAN

Taksi yang membawa saya berkeliling melewati sebuah gedung setara 40 lantai, kira-kira setinggi Gedung Citibank di kawasan SCBD Jakarta. Gedung tersebut ternyata rumah pribadi milik industriawan Mukesh Ambani, termasuk salah satu rumah pribadi paling mewah di dunia dengan nilai sekitar Rp30 triliun. Di tempat ini, pada 2024, Mukesh Ambani menggelar rangkaian acara pernikahan anak bungsunya selama sebulan penuh dengan biaya sekitar Rp5 triliun, dihadiri selebritas dan tokoh dunia.

Saya juga ditunjukkan rumah bintang film India populer Shah Rukh Khan yang telah menjadi landmark wisata Mumbai. Rumah ini bernama Mannat, yang berarti “impian yang terkabul”. Dahulu bangunan ini merupakan bungalow era kolonial Inggris yang kemudian diberi sentuhan modern. Perpaduan arsitektur kolonial dan modern terlihat jelas, berbeda dengan rumah-rumah mewah Bollywood yang kontemporer. Ribuan wisatawan datang ke sini setiap hari.

Pantai dan Gate of India

pantai di india

Mumbai adalah kota pantai yang menghadap Laut Arab, bagian dari Samudra Hindia. Di sepanjang pesisir terdapat pulau-pulau kecil, teluk, dan garis pantai berbatu. Lanskap ini memperkuat identitas Mumbai sebagai kota metropolitan pesisir. Pantai di Mumbai digunakan sebagai tempat rekreasi, ruang sosial, dan kuliner. Karena kondisi pantainya berbatu, pantai di sini bukan untuk berenang atau berjemur.

Di sepanjang garis pantai terdapat banyak ruang publik yang hidup, tempat warga lokal dan wisatawan berkumpul menikmati suasana laut. Salah satunya adalah Marine Drive yang populer dan ramai oleh pengunjung keluarga serta pedagang, menjadi tempat melihat denyut sosial dan budaya masyarakat menjelang sore.

Di kawasan pantai Mumbai berdiri Gate of India, monumen berbentuk gerbang besar yang menghadap langsung ke Laut Arab. Monumen berwarna merah madu ini setinggi sekitar 26 meter dan terdiri atas tiga segmen, dengan segmen tengah sebagai jalur masuk menuju pelataran di tepi laut. Lengkungan jalan masuk menjadi pusat komposisi gerbang, terbuka langsung menghadap laut. Dari pelataran monumen, terlihat panorama laut terbuka, siluet gedung-gedung tinggi, pelabuhan di kejauhan, serta kapal-kapal yang berlayar.

Sebagai pengunjung yang menyukai bangunan kolonial, melangkah di bawah gerbang ini terasa seperti memasuki halaman awal sebuah buku sejarah. Desain gerbang merupakan perpaduan arsitektur India, Islam Mughal, kolonial Inggris, serta ornamen Hindu. Pada keempat sudut atapnya terdapat menara kecil berbentuk silinder dengan motif bunga dan ukiran tradisional, berpadu dengan atap menyerupai benteng abad pertengahan dan kubah-kubah kecil. Gaya ini mencerminkan arsitektur Gujarat, wilayah tempat kerajaan-kerajaan India pernah berjaya.

Menjelang siang, pelataran monumen telah dipenuhi pengunjung. Wisatawan asing dan warga lokal lalu-lalang, baik berkelompok maupun bersama keluarga. Fotografer menawarkan jasa, sementara pedagang asongan menjajakan teh dan suvenir. Usai menikmati gerbang dan pemandangan laut, saya melangkah menuju Hotel Taj Mahal Palace yang berdiri tepat di seberang. Saat berdiri di bawah gerbang dan menoleh ke belakang, saya teringat bahwa di sinilah tentara Inggris terakhir meninggalkan India pada 1948, menandai berakhirnya kolonialisme Inggris.

Hotel dengan Kemewahan Raja Mughal

sevel

Taj Mahal Palace merupakan hotel yang menjadi catatan sejarah kemewahan India masa lalu dan landmark penting dalam industri perhotelan India modern. Bangunan megah bergaya Indo-Saracenic ini dibuka pada 1903. Fasad dari batu abu-abu dan putih dengan kubah merah telah menjadi bagian dari sejarah Mumbai selama lebih dari satu abad. Banyak tokoh dan selebritas dunia pernah menginap di sini. Hingga kini, hotel ini tetap menjadi tujuan kalangan atas dengan restoran fine dining, butik premium, serta kamar-kamar bergaya pangeran dengan pemandangan laut.

Nama The Taj Mahal sering menimbulkan pertanyaan apakah hotel ini memiliki kaitan dengan Taj Mahal, mausoleum yang dibangun Kaisar Mughal Shah Jahan untuk istrinya di Agra dan kini menjadi situs Warisan Dunia UNESCO. Ternyata tidak ada hubungan langsung, baik secara budaya, bisnis, maupun kepemilikan. Nama Taj Mahal dipilih untuk menggambarkan kemewahan, keindahan arsitektur, serta ambisi menjadikannya karya dan bisnis yang terkenal—dan tampaknya tujuan tersebut tercapai.

Di hotel ini terdapat The Sea Lounge, tempat menikmati teh dan kue-kue klasik internasional sambil memandang keramaian Gate of India. Lobi hotel yang luas dan tenang dihiasi karpet Persia dan bunga-bunga segar. Tangga megah yang sering muncul di media sosial menjadi karya seni penuh ukiran. Hotel ini masih mempertahankan banyak lukisan, patung, dan ukiran sejak awal berdiri, menjadikan lobi seperti galeri seni dengan artefak bernilai tinggi. Keanggunan tidak hanya tampak pada bangunan fisik dan interior, tetapi juga pada rekam jejak sejarahnya yang terasa hidup hingga kini.

Tentang Tempat Ibadah Haji Ali Dargah

haji ali dargah

Kisah Islam di India tidak dapat dilepaskan dari perkembangan Islam di anak benua India yang meliputi India, Pakistan, dan Bangladesh. Islam masuk ke wilayah ini melalui jalur perdagangan, bukan peperangan, sejak abad-abad awal kemunculannya. Pedagang Arab telah lama menjalin hubungan dengan India melalui pelabuhan-pelabuhan di pantai barat seperti Gujarat dan Kerala. Hubungan dagang ini berkembang menjadi pertukaran budaya melalui pendidikan, bisnis, dan pernikahan.

Periode penyebaran melalui penaklukan datang dari wilayah utara. Bersamaan dengan itu, banyak ulama dan sufi ikut menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan damai yang mudah diterima masyarakat bawah. Ajaran tasawuf yang menekankan kesetaraan terasa sesuai bagi mereka yang tidak nyaman dengan sistem kasta. Berdirinya Kesultanan Delhi pada abad ke-12 hingga ke-16 memperluas pengaruh politik dan budaya Islam di India utara, dengan puncaknya pada Kekaisaran Mughal abad ke-16 hingga ke-18, yang meninggalkan warisan seperti sistem administrasi maju dan monumen Taj Mahal.

Mumbai yang terletak di pantai barat India, menghadap langsung ke Laut Arab dan Jazirah Arab, berkembang sebagai pintu masuk Islam melalui jalur maritim. Komunitas Muslim Mumbai berperan penting dalam perdagangan dan industri, serta mempertahankan tradisi hingga kini. Menelusuri jejak Islam di Mumbai tidak bisa dilepaskan dari Haji Ali Dargah, situs ibadah dan sejarah yang didirikan oleh seorang amir sekaligus sufi kaya raya asal Bukhara, Uzbekistan, pada awal abad ke-15. Pendiri situs ini adalah Sayyid Pir Ali Shah Bukhari.

Saat matahari belum tinggi, saya turun dari taksi dan berjalan di jalur beton sempit yang hanya bisa dilalui pejalan kaki. Jalan lurus sepanjang sekitar 200 meter ini mengarah ke tengah laut. Di ujungnya terdapat pulau kecil dengan bangunan masjid berkubah putih—itulah kawasan wisata religi Haji Ali Dargah. Pagi itu jalan tidak terendam air karena laut sedang surut. Pada waktu tertentu, jalan ini bisa terendam sehingga bangunan tampak seolah berada di tengah laut.

Di kiri kanan, terlihat gedung-gedung tinggi Mumbai di kejauhan, sementara langkah kaki berada di jalur sederhana dengan pengemis dan pedagang bunga. Terasa jelas transisi dari kota modern menuju ruang spiritual yang hening.

Baca juga: Taj Mahal Bukan Sekadar Simbol Cinta, tapi juga Pesona Sejarah yang Memikat

Gerbang putih sederhana dengan ukiran khas Mughal menyambut pengunjung. Area ini didominasi warna putih yang sebagian mulai kusam. Terdapat kedai tempat orang duduk berkerumun, menjual bunga, camilan khas Mumbai, dan teh. Saya mengikuti antrean, melepaskan alas kaki, dan menuju makam Sayyid Pir Ali Shah Bukhari. Saya duduk memanjatkan doa. Di sekitar, ada perempuan menyalakan lilin, orang-orang berdoa dengan khusyuk, dan terdengar samar debur ombak dari jendela yang menghadap laut.

Wisata ini terasa unik. Arsitektur Mughal memang menarik, tetapi yang lebih berkesan adalah keberagaman pengunjung. Tidak semua yang datang beragama Islam. Situs ini terbuka bagi umat Hindu, Muslim, dan wisatawan asing dari berbagai latar belakang. Semua melepas alas kaki dan berada dalam ruang yang sama, tanpa sekat. Ada ketenangan yang terasa, entah sebagai pengalaman spiritual atau sekadar pengamatan atas budaya yang berbeda. Saat melangkah keluar, sekelompok laki-laki melantunkan puisi sufi, menciptakan suasana sakral yang menyentuh semua yang hadir. Sebuah pengalaman sosial dan spiritual yang sulit ditemukan di Indonesia.

Kontributor: Dr. Ir. Wahyu Saidi, MSc, seorang Entrepreneur, Peminat dan Penikmat Kuliner

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *