Milenianews.com, Mata Akademisi – Reza Pardede, atau yang lebih dikenal dengan Coki Pardede, adalah seorang komika berdarah Sunda. Nama panggungnya sering muncul di berbagai acara di layar kaca karena keahliannya sebagai presenter, komedian, penyiar radio, dan aktor. Namanya sempat naik daun ketika menjadi kontestan di ajang pencarian bakat komedi, Stand Up Comedy Indonesia (SUCI), dan tercatat sebagai finalis musim kedua pada 2016, berhasil bertahan hingga 9 besar.
Coki juga sempat viral karena pilihannya dalam menganut kepercayaan. Ia terang-terangan mengaku sebagai seorang Atheis. Dalam beberapa podcast yang menghadirkan Coki, seperti bersama Habib Ja’far, Guru Gembul, Brian Siawarta, dan lainnya, tema utama diskusinya sering berkisar seputar Atheisme.
Baca juga: Dakwah Moderat di Era Digital: Membaca Etika dan Estetika Dakwah Milenial Habib Husein Ja’far
Dari sekitar 2.500 agama di dunia, Coki memilih Atheisme karena menurutnya setiap manusia yang lahir di dunia adalah Atheis (tidak memiliki agama), dan ia hanya kembali ke fitrahnya. Baginya, beragama tidak terlalu penting secara personal.
Pandangan Coki tentang Kehidupan dan Energi
Ketika ditanya tentang pandangannya terhadap kehidupan setelah kematian, Coki menjelaskan:
“Saya setuju dengan hukum kekekalan energi Einstein, bahwa energi itu tidak bisa dimusnahkan, hanya bisa berpindah ke bentuk lain. Bahwa Coki Pardede saat lahir tidak akan pernah hilang, tapi hanya kembali ke alam.”
Ia menekankan bahwa menjadi seorang Atheis tidak mudah, bahkan ia melarang orang untuk menjadi Atheis karena, menurutnya, ada kenyamanan psikologis bagi orang beragama ketika menghadapi kematian, misalnya bisa berkata: “Sabar ya, di sana dia sudah dapat tempat yang lebih baik.” Sedangkan seorang Atheis hanya bisa berkata: “Sabar ya, keluargamu sudah dimakan cacing.” Namun bagi Coki, energi manusia tidak hilang, melainkan kembali ke fitrahnya.
Habib Ja’far pernah menanyakan:
“Ketika gue lumpuh, gue punya tempat untuk bersandar karena gue punya keyakinan, bagaimana dengan lu, Cok?”
Coki menjawab dengan gelak tawa yang sudah biasa:
“Gue tidak bersandar pada siapa-siapa karena gue memahami bahwa itulah siklus kehidupan.”
Ia menegaskan, selama tidak merugikan atau menyakiti orang lain, ia akan tetap menjalani hidup sebagai seorang Atheis.
Tantangan dalam Keluarga dan Keyakinan
Memilih Atheisme tidak mudah bagi Coki, terutama karena ayahnya merupakan salah satu tokoh penting di sebuah gereja. Pandangan berbeda ini membuatnya keluar dari organisasi tersebut setelah beberapa kali dipanggil untuk menjelaskan alasan jarang beribadah. Seiring waktu, orang tuanya mulai menghargai keputusan Coki, meski prosesnya tidak mudah. Salah satu alasannya memilih Atheisme adalah karena ia malas untuk beribadah.
Meski tidak mempercayai Tuhan, Coki menekankan pentingnya berbuat baik dan berguna tanpa mengharapkan imbalan. Ia menekankan: jika orang yang tidak percaya Tuhan saja bisa berbuat baik, mengapa orang yang dijanjikan surga masih ada yang tidak berbuat baik?
Coki juga menyatakan bahwa jika suatu saat harus memilih keyakinan, ia akan memilih Sunda Wiwitan karena latar belakang keluarganya. Ia menekankan bahwa seorang Atheis bukan anti-Theis dan saling menghargai antaragama. Seorang Atheis yang mengganggu agama lain bukanlah Atheis sejati, melainkan oknum.
Atheisme dan Sila Pertama Pancasila
Di Indonesia, Pancasila sebagai dasar negara menyebutkan dalam sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung makna keyakinan terhadap Tuhan. Prinsip ini juga tertuang dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945:
“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian, ateisme bertentangan dengan sila pertama Pancasila. Namun secara hukum, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas melarang atau memberikan sanksi bagi seorang ateis. Konsekuensinya, seorang ateis mungkin tidak dapat menikmati hak-hak yang umumnya dimiliki mereka yang menganut agama tertentu.
Baca juga: Ilmu Kalam: Fondasi Rasional Dalam Teologi Islam
Meski demikian, Coki Pardede tetap berani mengaku sebagai Atheis. Ia menjelaskan keberaniannya saat berbincang dengan Pandji Pragiwaksono:
“Nah kalau Coki Pardede openly atheist?” tanya Pandji.
“Iyak,” jawab Coki.
Pandji menegaskan:
“Hidup loe lagi damai emang belakangan ini, kok Anda terbuka sekali bilang kalau Anda atheis, tidak kah Anda tahu, Anda tinggal di negara yang sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa?”
Coki menjawab:
“Karena pemahaman gue terhadap sila pertama itu, dan juga gue yakin pemahaman founding father ya. Ya saya cukup yakin sih.”
Penulis: Rachma Sonia Zallizvinka, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.









