Milenianews.com, Mata Akademisi – Suasana lebaran di Indonesia menghadirkan berbagai fakta yang unik dan beragam. Bukan hanya sekadar menjalankan kewajiban agama dan tradisi-tradisi, lebaran juga menjadi fenomena sosial budaya yang kompleks. Dalam kerangka ilmu sosial, fenomena ini memerlukan pendekatan yang mempertimbangkan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Melalui lensa ilmu sosial, khususnya pendekatan interdisipliner yang menggabungkan perspektif sosiologi, antropologi, dan ekonomi, lebaran dapat dipahami tidak hanya sebagai peristiwa keagamaan, tetapi juga sebagai praktik sosial yang terus beradaptasi dengan tantangan modern.
Dipandang dari sudut ontologi, mudik ke kampung halaman merupakan realitas sosial yang sangat khas di Indonesia. Jutaan orang bergerak dari perkotaan ke pedesaan untuk merayakan momen sakral ini bersama keluarga. Tradisi silaturahmi dan halal bi halal masih terus lestari, meskipun dalam praktiknya terkadang hanya menjadi formalitas sosial. Tidak jarang, ritual maaf-maafan berfungsi sebagai penutup konflik keluarga yang sesungguhnya belum sepenuhnya terselesaikan.
Baca juga: Ontologi Adab dalam Budaya Pesantren: Fondasi Pembentukan Karakter dan Kesadaran Keilmuan Santri
Epistemologi Ilmu Sosial dalam Memahami Tradisi Lebaran
Berdasarkan kerangka epistemologi ilmu sosial, fenomena lebaran memerlukan pendekatan interdisipliner. Dalam perspektif sosiologi, mudik mencerminkan kuatnya nilai kekeluargaan, ikatan darah, dan asal-usul, yang mendorong individu untuk kembali ke daerah asal. Hal ini menunjukkan kuatnya struktur sosial berbasis kekerabatan dalam masyarakat Indonesia. Selain itu, sosiologi juga melihat lebaran sebagai sarana reproduksi status sosial, di mana keberhasilan di perantauan dipamerkan melalui barang bawaan, pemberian THR, dan gaya hidup.
Fenomena mudik dan lebaran juga berkaitan erat dengan perspektif ekonomi. Terjadi pergerakan dan peredaran uang yang besar dari kota ke desa, yang berdampak signifikan terhadap perekonomian daerah. Namun, di sisi lain, kondisi ini juga menimbulkan tekanan finansial bagi banyak pekerja akibat budaya konsumtif dan tuntutan sosial yang kerap membebani keuangan keluarga.
Dalam perspektif antropologi, ritual-ritual lebaran dimaknai sebagai simbol yang memperkuat identitas budaya di tengah arus globalisasi. Malam takbiran bukan sekadar perayaan suara, tetapi ritual kebudayaan yang menyimbolkan kebahagiaan, suka cita, dan kemenangan. Tradisi ziarah ke makam keluarga dan leluhur juga menjadi bagian penting dari lebaran sebagai simbol penghormatan terhadap asal-usul serta upaya menjaga hubungan antara yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia.
Melalui pendekatan aksiologi, nilai-nilai lebaran seperti silaturahmi dan maaf-maafan menjadi sangat relevan di tengah masyarakat yang semakin individualistis. Tantangan muncul ketika sebagian generasi muda lebih memilih berlibur daripada pulang ke kampung halaman. Selain itu, ketimpangan ekonomi juga semakin terasa ketika pemberian THR bergeser menjadi ajang kemewahan. Di sinilah nilai keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila menjadi penting, agar kebahagiaan lebaran dapat dirasakan secara merata dan tidak hanya oleh segelintir kelompok.
Lebaran sebagai Sistem Sosial yang Dinamis
Lebaran beroperasi sebagai suatu sistem sosial yang dinamis, yang secara simultan mereproduksi nilai-nilai kolektif sekaligus menampilkan ketegangan akibat modernitas. Fenomena lebaran bukanlah entitas statis, melainkan proses negosiasi yang terus berlangsung antara tradisi dan realitas kontemporer. Pemahaman holistik ini penting untuk merumuskan kebijakan atau sikap sosial yang kontekstual, seperti pengelolaan dampak mudik dan mitigasi tekanan ekonomi.
Lebaran akan terus berkembang seiring perubahan zaman. Pemahaman melalui lensa ilmu sosial membantu memastikan bahwa perubahan tersebut tetap mengarah pada penguatan keterikatan sosial dan keadilan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus menjaga nilai-nilai luhur lebaran sebagai perekat sosial yang inklusif dan bermartabat. Sebagaimana filsafat ilmu mendorong manusia untuk menelaah makna dan kegunaan, demikian pula lebaran perlu terus direnungkan maknanya agar tetap relevan di tengah dinamika masyarakat modern.
Penulis: Bangun Maya Sari, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.













