Berita Palsu, Teori Korespondensi, dan Tabayyun di Era Media Digital

Berita Palsu dan Kebenaran

Milenianews.com, Mata Akademisi — Istilah berita palsu dan berita benar semakin sering muncul dalam wacana publik dalam beberapa bulan terakhir. Di era media baru yang dipenuhi berbagai platform digital, arus informasi mengalir sangat cepat, baik yang akurat maupun yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi ini mendorong masyarakat untuk bersikap lebih teliti dalam menerima dan menyebarkan informasi.

Tidak sedikit informasi yang dibagikan tanpa melalui proses verifikasi terlebih dahulu. Akibatnya, kabar bohong dapat menyebar secara luas dan cepat. Fenomena ini menunjukkan pentingnya kesadaran kritis masyarakat dalam menghadapi banjir informasi, khususnya di media sosial.

Klaim Informasi dan Ancaman Disinformasi

Salah satu contoh yang kerap muncul adalah beredarnya klaim di media sosial tentang “ratusan desa di Sumatera terdampak banjir, bahkan beberapa di antaranya lenyap berubah menjadi aliran sungai.” Pernyataan semacam ini hanya dapat dinyatakan benar apabila didukung oleh data resmi dari pihak berwenang atau laporan lapangan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Tanpa pembuktian yang sah, klaim tersebut berpotensi menjadi asumsi yang menimbulkan keresahan publik. Oleh karena itu, penilaian terhadap kebenaran sebuah informasi harus selalu didasarkan pada data faktual, bukan sekadar narasi yang viral. Dengan sikap ini, masyarakat dapat terhindar dari provokasi informasi yang belum tentu benar.

Teori Korespondensi sebagai Landasan Verifikasi Fakta

Dalam konteks inilah teori korespondensi memegang peranan penting sebagai dasar pengecekan kebenaran. Teori ini menyatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila sesuai dengan kenyataan yang dapat diamati. Artinya, kebenaran informasi harus diuji melalui perbandingan antara klaim dan fakta di lapangan.

Proses ini menuntut ketelitian, kehati-hatian, serta pemahaman yang objektif terhadap data. Tanpa penerapan prinsip korespondensi, kebenaran informasi akan mudah dimanipulasi oleh kepentingan tertentu. Oleh sebab itu, verifikasi menjadi langkah utama dalam menjaga integritas informasi publik.

Tabayyun dan Tradisi Verifikasi dalam Islam

Prinsip verifikasi ini memiliki kesamaan dengan metode tafsir yang digunakan para mufassir dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Seorang mufassir dituntut untuk meneliti asbabun nuzul, kondisi sosial, dan fakta sejarah agar penafsiran tidak keluar dari konteks yang sebenarnya.

Sikap kehati-hatian ini sejalan dengan nilai tabayyun dalam Islam, sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 6. Ayat tersebut memerintahkan umat Islam untuk memeriksa kebenaran berita yang datang dari sumber yang meragukan, agar tidak menimbulkan kerugian dan penyesalan di kemudian hari. Tabayyun berfungsi sebagai mekanisme penyaring informasi agar masyarakat tidak terjebak dalam fitnah dan kekacauan sosial.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

Tabayyun sebagai Praktik Kebenaran Sosial

Dalam kehidupan modern, tabayyun dapat dipahami sebagai penerapan langsung teori korespondensi. Baik dalam konteks keagamaan maupun sosial, mencocokkan informasi dengan fakta nyata merupakan langkah utama dalam menjaga kebenaran.

Di tengah kecepatan media sosial, tabayyun tidak lagi sekadar anjuran moral, tetapi menjadi kebutuhan mendesak. Dengan membiasakan verifikasi, masyarakat dapat berkontribusi dalam menciptakan ruang informasi yang sehat, bertanggung jawab, dan beradab.

Pragmatisme dan Pilihan Solusi Efektif

Dalam berbagai situasi kehidupan, manusia cenderung memilih solusi yang paling efektif dan bermanfaat dibandingkan sekadar mengikuti teori yang kaku. Pendekatan ini tampak dalam keputusan sehari-hari, seperti memperbaiki barang rusak daripada langsung menggantinya, atau memilih jalur alternatif saat menghadapi kemacetan.

Pilihan semacam ini mencerminkan cara berpikir pragmatis, yakni menilai kebenaran berdasarkan hasil dan manfaat yang nyata. Dalam konteks ini, kebenaran tidak hanya diukur secara teoritis, tetapi juga dari dampak praktisnya.

Pragmatisme dan Konsep Rukhsoh dalam Islam

Teori pragmatisme memiliki relevansi kuat dengan konsep rukhsoh atau keringanan dalam syariat Islam. Syariat diturunkan bukan untuk memberatkan, melainkan untuk memberikan kemudahan agar tetap dapat dilaksanakan dalam berbagai kondisi.

Prinsip ini sejalan dengan pandangan pragmatis yang menekankan efektivitas tindakan dibandingkan kepatuhan kaku terhadap prosedur. Islam menunjukkan fleksibilitas hukum yang realistis dan berorientasi pada kemaslahatan manusia.

Kemudahan Syariat dan Realitas Kehidupan

Konsep kemudahan tersebut ditegaskan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 185, khususnya terkait ketentuan puasa Ramadan. Dalam ayat ini disebutkan bahwa orang yang sakit atau dalam perjalanan diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain.

Penegasan bahwa Allah menghendaki kemudahan, bukan kesukaran, menunjukkan bahwa syariat Islam dibangun atas dasar rahmat dan pemahaman terhadap kondisi manusia. Fleksibilitas ini memperlihatkan keselarasan antara prinsip agama dan realitas kehidupan.

Di era digital, masyarakat dituntut untuk bersikap lebih kritis dalam menghadapi arus informasi yang cepat. Teori korespondensi dan prinsip tabayyun menekankan pentingnya mencocokkan informasi dengan fakta sebelum menyebarkannya. Sementara itu, teori pragmatisme menunjukkan bahwa kebenaran juga dapat dinilai dari manfaat dan hasil nyata, sebagaimana tercermin dalam konsep rukhsoh dalam syariat Islam.

Dengan menggabungkan verifikasi fakta dan pendekatan yang praktis, masyarakat dapat bersikap lebih bijak, tidak mudah terprovokasi, serta mampu menghadapi kompleksitas informasi secara bertanggung jawab.

Penulis: Jeslin Farhan, Mahasiswa Semester 1 (IAT) Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *