QS Al-‘Alaq Ayat 2 dan Embriologi Modern: Al-Qur’an dalam Perspektif Islamisasi Ilmu

Embriologi Al-Qur’an

Milenianews.com, Mata Akademisi — Al-Qur’an sebagai kitab suci Islam tidak hanya berfungsi sebagai sumber spiritual, tetapi juga memuat pengetahuan yang mendahului temuan ilmu pengetahuan modern. Salah satu ayat yang menunjukkan kedalaman tersebut adalah QS. Al-‘Alaq ayat 2, yang menjelaskan proses penciptaan manusia.

Ayat ini berbunyi, “Dan Dia menciptakan manusia dari segumpal darah (‘alaq).” Surah Al-‘Alaq merupakan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sekaligus menjadi penanda awal hubungan antara wahyu, ilmu, dan kemanusiaan. Penyebutan manusia dalam ayat ini menunjukkan kemuliaan manusia dalam pandangan Allah SWT.

Makna ‘Alaq dalam Perspektif Al-Qur’an

Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari ‘alaq, yang oleh para mufasir dipahami sebagai sesuatu yang melekat di dinding rahim. Dalam konteks biologis, ‘alaq merujuk pada zigot, yaitu sel hasil pertemuan sperma dan ovum yang kemudian menempel di rahim ibu dan berkembang menjadi manusia.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah mengisyaratkan proses awal kehidupan manusia secara akurat. Tahapan tersebut baru dapat dipahami secara ilmiah melalui perkembangan ilmu embriologi modern pada abad ke-20.

Embriologi Modern dan Pengakuan Ilmuwan Barat

Fenomena yang digambarkan dalam QS. Al-‘Alaq ayat 2 sejalan dengan penemuan ilmu embriologi modern. Zigot terbentuk dari pertemuan sperma dan ovum, kemudian mengalami pembelahan sel sambil bergerak menuju rahim dan melekat pada dindingnya.

Profesor Keith L. Moore, seorang ahli embriologi terkemuka dari Kanada, mengakui kesesuaian penjelasan Al-Qur’an dengan temuan ilmiah modern. Dalam karyanya The Developing Human, ia membandingkan istilah ‘alaq dengan tahap blastocyst implantation (hari ke-6 atau ke-7), yang menempel di dinding rahim seperti lintah atau segumpal darah. Menurutnya, presisi tersebut mustahil diketahui oleh manusia abad ke-7.

Manusia dari Tanah: Isyarat Unsur Kimiawi

Proses penciptaan manusia dalam Al-Qur’an juga dijelaskan dalam QS. Al-Mu’minun ayat 12, yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah. Ayat ini secara implisit mengisyaratkan bahwa unsur-unsur pembentuk tubuh manusia berasal dari tanah.

Ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa tubuh manusia tersusun dari berbagai unsur kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan fosfor. Seluruh unsur tersebut merupakan bagian dari bumi, sehingga memperkuat korelasi antara wahyu dan sains.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

Makna Linguistik Kata Insan dan ‘Alaq

Secara etimologis, kata insan dapat ditelusuri dari beberapa akar kata Arab, seperti uns (jinak dan harmonis), nasiya (lupa), atau naus (dinamis). Hal ini menggambarkan kompleksitas sifat manusia sebagai makhluk sosial, spiritual, dan rasional.

Sementara itu, kata ‘alaq dalam bahasa Arab dapat berarti segumpal darah atau sesuatu yang melekat. Para pakar embriologi menjelaskan bahwa setelah pembuahan, zigot membelah dan bergerak menuju rahim, lalu melekat kuat pada dindingnya, persis seperti makna ‘alaq yang dijelaskan Al-Qur’an.

Mukjizat Ilmiah dan Tafsir Ulama

Keith L. Moore memandang QS. Al-‘Alaq ayat 2 sebagai salah satu mukjizat ilmiah Al-Qur’an. Pandangan ini sejalan dengan penafsiran Ibnu Katsir, yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari sesuatu yang hina, namun kemudian dimuliakan Allah dengan ilmu pengetahuan.

Dari sini tampak bahwa Al-Qur’an tidak hanya menjelaskan asal-usul manusia secara biologis, tetapi juga mengangkat martabat manusia melalui ilmu yang diajarkan kepadanya.

Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Perspektif Al-Faruqi

Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan dipopulerkan oleh Ismail Raji al-Faruqi. Menurutnya, Islamisasi ilmu merupakan upaya mendefinisikan ulang, menyusun kembali data, menilai tujuan, serta merasionalisasi ilmu agar selaras dengan visi tauhid.

Al-Faruqi menegaskan bahwa kebenaran wahyu dan kebenaran akal tidak saling bertentangan. Keduanya berasal dari Allah SWT dan saling melengkapi dalam upaya mencari kebenaran.

Wahyu dan Sains sebagai Kesatuan

Islamisasi ilmu pengetahuan mengintegrasikan wahyu—Al-Qur’an dan Sunnah—sebagai sumber utama tauhid dengan sains empiris sebagai ayat kauniyah. Perspektif ini bertujuan menghapus dikotomi antara ilmu agama dan ilmu duniawi, sehingga melahirkan pengetahuan yang holistik dan berorientasi akhirat.

Wahyu pertama dalam QS. Al-‘Alaq ayat 1–2, dengan perintah iqra’ atas nama Tuhan yang menciptakan dari ‘alaq, menjadi fondasi epistemologis bahwa ilmu pengetahuan harus dibaca dalam kerangka keimanan. Dalam konteks ini, sains embriologi tidak diposisikan sebagai tandingan wahyu, melainkan sebagai sarana verifikasi dan penguatan pesan ilahi.

Penulis: Daiyah Rambe, Mahasiswi Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *