Milenianews.com, Mata Akademisi – Parasetamol (acetaminophen) sejak lama menjadi pilihan utama untuk meredakan nyeri dan demam, termasuk bagi ibu hamil yang tidak dapat sembarang mengonsumsi obat. Akan tetapi, kekhawatiran publik meningkat setelah sejumlah penelitian mengaitkan penggunaan obat ini selama kehamilan dengan risiko Autism Spectrum Disorder (ASD) dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Kekhawatiran tersebut diperparah oleh pemberitaan sensasional di media sosial dan studi-studi awal yang belum komprehensif. Oleh sebab itu, perkembangan metodologi penelitian modern membantu menegaskan pedoman medis yang ada dan melawan anggapan yang belum berdasar.
Penelitian Skala Besar Menjawab Kecemasan Publik
Penelitian berskala besar yang melibatkan populasi kelahiran di Swedia menganalisis sekitar 2,5 juta anak. Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan parasetamol selama kehamilan tidak meningkatkan risiko autisme, ADHD, atau disabilitas intelektual. Pemantauan yang dilakukan selama puluhan tahun memberikan data jangka panjang yang kokoh, sehingga hasil tersebut menjadi bukti penting untuk menenangkan kecemasan para ibu hamil serta membantah rumor yang tidak berdasar.
Kekuatan Metodologi: Perbandingan Antar Saudara Kandung
Kelebihan utama penelitian terbaru terletak pada desain metodologinya, yaitu sibling-comparison design. Metode ini mengontrol faktor genetik dan lingkungan keluarga (seperti pola asuh, status sosial ekonomi, dan lingkungan rumah), sehingga efek parasetamol dapat diukur secara lebih objektif.
Dalam desain ini, saudara kandung yang terpapar parasetamol selama kehamilan dibandingkan dengan saudara kandung yang tidak terpapar dari ibu yang sama. Hasilnya, tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam risiko gangguan neurodevelopment. Ini membuktikan bahwa hubungan parasetamol dan autisme yang pernah muncul kemungkinan besar dipengaruhi faktor lain, bukan parasetamol itu sendiri.
Mengatasi Bias Studi Sebelumnya
Penelitian terdahulu seringkali gagal mengendalikan faktor perancu, seperti kondisi medis ibu: migrain, infeksi serius, demam, atau nyeri kronis. Faktor-faktor tersebut sendiri dapat memengaruhi perkembangan saraf anak atau berkaitan dengan genetik. Tanpa kontrol memadai, studi awal menghasilkan asosiasi palsu, seolah parasetamol menjadi penyebab gangguan saraf.
Desain penelitian terbaru memberikan koreksi besar terhadap kekeliruan metodologis ini, sekaligus menegaskan bahwa bukti yang kuat harus menjadi rujukan utama.
Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi
Mengakhiri Siklus Kecemasan Publik
Media seringkali melaporkan temuan awal dengan dramatis tanpa konteks ilmiah. Akibatnya, masyarakat terjebak dalam siklus kecemasan. Padahal, sains merupakan proses yang bertahap, di mana temuan sementara tidak boleh menggantikan bukti jangka panjang yang telah teruji.
Dengan demikian, peneliti dan tenaga medis harus menyampaikan informasi secara proporsional dan berbasis bukti, bukan pada dugaan atau ketakutan massal.
Rekomendasi Global: Parasetamol Tetap Aman untuk Ibu Hamil
Organisasi kesehatan internasional seperti FDA dan WHO masih menempatkan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik utama bagi ibu hamil. Rekomendasi ini bukan bentuk pengabaian penelitian terdahulu, tetapi hasil evaluasi kritis terhadap kualitas bukti yang ada.
Parasetamol dapat digunakan pada semua trimester, dengan dosis aman maksimal 3.000–4.000 mg per hari, sesuai anjuran dokter atau apoteker. Dalam banyak kasus, parasetamol menjadi satu-satunya pilihan pengobatan yang efektif dan aman.
Risiko Menghindari Parasetamol Tanpa Alasan Medis
Menghindari parasetamol justru dapat memunculkan risiko berbahaya. Demam tinggi, terutama pada trimester pertama, dikaitkan dengan komplikasi janin. Sementara itu, analgesik lain seperti ibuprofen dan naproxen tidak dianjurkan pada trimester ketiga akibat risiko gangguan janin.
Dengan demikian, parasetamol bukan hanya aman, tetapi sering menjadi pilihan paling logis dan rasional.
Bukti Ilmiah Menguatkan Ketenteraman Publik
Bukti ilmiah terbaru menyatakan bahwa parasetamol selama kehamilan tidak meningkatkan risiko autisme, ADHD, atau disabilitas intelektual. Kesimpulan ini didukung penelitian berkualitas tinggi berbasis kohort besar dan desain saudara kandung.
Parasetamol tetap direkomendasikan oleh para ahli untuk menangani nyeri dan demam, selama digunakan sesuai aturan. Edukasi kesehatan yang akurat sangat penting untuk membantu ibu hamil mengambil keputusan terbaik demi kesejahteraan mereka dan janinnya.
Pesan yang harus ditekankan adalah: gunakan obat secara rasional, berdasarkan bukti ilmiah, bukan ketakutan yang tidak berdasar.
Penulis: Neza Nurul Fajriel, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.








