Relevansi Kerangka Filsafat untuk Penelitian Sosial Modern

Penelitian Sosial Modern

Milenianews.com, Mata Akademisi – Bayangkan seorang peneliti sosial yang tengah mengamati dinamika masyarakat di tengah banjir informasi digital, bagaimana ia bisa yakin temuannya tidak hanya akurat, tapi juga bermakna? Di sinilah kerangka filsafat masuk sebagai pemandu utama. Bagi peneliti masa kini, filsafat ilmu bukan sekadar teori kuno, melainkan alat praktis yang menyatukan data empiris dengan pemikiran mendalam, memastikan studi sosial relevan menghadapi perubahan cepat seperti globalisasi dan kemajuan AI.​​

Menguak hakikat realitas sosial (Ontologi). Pernahkah Anda bertanya, “Apa sebenarnya ‘masyarakat’ itu sesuatu yang bisa diukur seperti angka, atau hasil ciptaan interaksi manusia yang dinamis?” Itulah inti ontologi, cabang filsafat yang menggali esensi keberadaan. Dalam penelitian sosial modern, pemahaman ini jadi kunci awal. Ambil contoh: Saat meneliti dampak media sosial pada perilaku pemuda, peneliti positivis melihatnya sebagai fakta objektif yang bisa dihitung via survei besar-besaran. Sebaliknya, pendekatan konstruktivis anggap realitas itu lahir dari makna yang dibangun individu melalui cerita pribadi, maka wawancara mendalam lebih pas. Tanpa ontologi yang jelas, peneliti berisiko salah pilih metode, seperti memaksa angka kaku pada pengalaman hidup yang cair. Akibatnya, ontologi bantu bangun fondasi kokoh, agar studi sosial tak sekadar deskriptif tapi benar-benar menangkap hakikat fenomena.​​

Baca juga: Membaca Ulang Arah Ilmu Modern: Antara Sekularisasi dan Proyek Islamisasi Ilmu

Cara mendapatkan pengetahuan yang bisa dipercaya (Epistemologi. Lalu, setelah tahu “apa” yang diteliti, bagaimana cara “menggetahuinya” dengan benar? Epistemologi jawab pertanyaan itu, seperti kompas yang arahkan sumber pengetahuan valid. Bayangkan peneliti hindari jebakan berpikir: “Apa bukti ini cukup kuat, atau cuma opini?” Misalnya, dalam riset tentang ketimpangan ekonomi, epistemologi rasionalis dorong logika deduktif dari teori besar seperti Marxisme, sementara empirisis andalkan data lapangan via observasi. Teknik seperti triangulasi, gabung survei, wawancara, dan dokumen, pastikan temuan tak bias. Hasilnya? Penelitian sosial yang tak hanya reliabel (konsisten) tapi juga kredibel (dapat dipercaya), hindari kesalahan seperti overgeneralization dari sampel kecil. Epistemologi ubah peneliti dari pengamat pasif jadi pencari kebenaran aktif.​​

Menjaga nilai dan hati nurani (Aksiologi). Penelitian sosial tak lepas dari manusia, jadi nilai tak boleh diabaikan, di situlah aksiologi beraksi, bahas etika dan manfaat. Bayangkan dampak buruk jika data pribadi bocor atau studi abaikan suara kelompok rentan; aksiologi cegah itu. Praktisnya, peneliti terapkan informed consent (persetujuan sadar) dan hindari harm (kerugian). Dalam era digital ini krusial saat teliti privasi data di platform medsos. Aksiologi pastikan hasil tak hanya ilmiah tapi juga adil. Misalnya, studi gender beri suara perempuan marjinal. Integrasi ini jadikan penelitian sosial alat perubahan positif, bukan eksploitasi.​​

Hadapi Era Industri 5.0 dengan Filsafat Tajam. Sekarang di Revolusi Industri 5.0 dengan robot kolaboratif dan AI etis, tantangan sosial meledak: pengangguran massal? Keadilan data? Kerangka filsafat jadi senjata rahasia. Filsafat dorong berpikir kritis ala Socrates, tanya terus hingga akar masalah. Contoh nyata: Penelitian tentang human-AI interaction pakai ontologi tanya “Apa hakikat pekerja manusia di era mesin?” Epistemologi pilih mixed methods untuk data kaya, aksiologi jaga etika seperti bias algoritma. Hasilnya, studi tak ketinggalan zaman, tapi pimpin diskusi soal kemanusiaan di tengah teknologi.​​

Menjelajah hakikat realitas sosial ontologi membantu peneliti sosial memahami apa yang sebenarnya diteliti apakah masyarakat itu realitas objektif yang bisa diukur, ataukah hasil dari konstruksi sosial yang dinamis? Dalam konteks penelitian sosial modern, ontologi menjadi dasar dalam memilih metode dan pendekatan. Misalnya, peneliti yang mengadopsi paradigma positivis akan memandang fenomena sosial sebagai objek yang bisa diukur dan dianalisis secara statistik, seperti melalui survei besar atau eksperimen. Sebaliknya, peneliti konstruktivis lebih memilih pendekatan kualitatif, seperti wawancara mendalam atau studi kasus, karena mereka percaya realitas sosial dibentuk oleh makna yang diciptakan individu melalui interaksi sehari-hari.Pemahaman ontologi yang jelas sangat penting agar peneliti tidak salah kaprah dalam memilih teknik pengumpulan data. Misalnya, jika peneliti ingin meneliti pengalaman hidup korban bencana, pendekatan kualitatif akan lebih tepat daripada sekadar menghitung jumlah korban. Dengan ontologi yang kuat, penelitian sosial tidak hanya menghasilkan data, tetapi juga mampu menangkap esensi dari fenomena yang diteliti.

Epistemologi mencari pengetahuan yang valid epistemologi menjawab pertanyaan tentang bagaimana kita bisa memperoleh pengetahuan yang valid dan dapat dipercaya dalam penelitian sosial. Peneliti harus menentukan sumber pengetahuan yang digunakan apakah melalui logika dan teori (rasionalisme), atau melalui pengamatan dan data empiris (empirisme). Dalam praktiknya, peneliti sering menggunakan teknik triangulasi, yaitu menggabungkan berbagai metode seperti survei, wawancara, dan analisis dokumen untuk memastikan hasil penelitian tidak bias dan dapat dipercaya.Contohnya, dalam penelitian tentang ketimpangan ekonomi, peneliti bisa menggunakan teori Marxisme sebagai dasar logika deduktif, lalu memperkuat temuan dengan data lapangan dari observasi dan wawancara. Dengan demikian, hasil penelitian tidak hanya konsisten (reliabel), tetapi juga dapat dipercaya (credible). Epistemologi membantu peneliti berpikir kritis dan aktif dalam mencari kebenaran, bukan hanya menjadi pengamat pasif.

Aksiologi menjaga Nilai dan Etika dalam PenelitianAksiologi menekankan pentingnya nilai dan etika dalam penelitian sosial. Penelitian sosial tidak bisa dilepaskan dari manusia, sehingga peneliti harus mempertimbangkan dampak sosial dari temuan mereka. Misalnya, dalam penelitian tentang privasi data di era digital, peneliti harus memastikan bahwa data pribadi tidak disalahgunakan dan tetap menjaga kerahasiaan responden. Prinsip informed consent (persetujuan sadar) dan prinsip tidak merugikan (do no harm) menjadi landasan utama dalam penelitian yang etis.

Aksiologi juga menjamin bahwa hasil penelitian tidak hanya ilmiah, tetapi juga adil dan bermanfaat bagi masyarakat. Misalnya, penelitian tentang isu gender harus memberi suara bagi kelompok perempuan yang selama ini terpinggirkan. Dengan demikian, penelitian sosial dapat menjadi alat perubahan sosial yang positif, bukan hanya sebagai alat eksploitasi atau penguasaan informasi,Integrasi Filsafat dalam Era Revolusi Industri 5.0Di era Revolusi Industri 5.0, tantangan sosial semakin kompleks dengan munculnya teknologi seperti AI dan robot kolaboratif.

Baca juga: Analisis Pengaruh Eksploitasi Lingkungan Berdasartkan Ayat Al-Qur’an Dan Ilmu Alam

Kerangka filsafat menjadi senjata utama bagi peneliti untuk menjawab isu-isu besar seperti pengangguran massal, keadilan data, dan etika algoritma. Filsafat mendorong peneliti untuk berpikir kritis seperti Socrates, terus-menerus mempertanyakan akar masalah dan tidak hanya menerima fenomena secara dangkal.Contohnya, dalam penelitian tentang interaksi manusia dan AI, ontologi membantu menanyakan hakikat pekerja manusia di era mesin, epistemologi mendorong penggunaan metode campuran (mixed methods) untuk mendapatkan data yang kaya, dan aksiologi menjamin bahwa etika tetap dijaga, seperti menghindari bias algoritma. Dengan integrasi ketiga pilar filsafat, penelitian sosial modern tidak hanya relevan, tetapi juga mampu memimpin diskusi tentang kemanusiaan di tengah perkembangan teknologi.

Mengapa Filsafat Penting bagi Peneliti muda. Gabungan ontologi, epistemologi, dan aksiologi menciptakan penelitian sosial yang holistik tidak hanya menghasilkan fakta, tetapi juga cerita bermakna. Bagi peneliti muda, pemahaman filsafat melatih kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna di berbagai bidang, seperti kebijakan publik, aktivisme sosial, atau bahkan dunia kerja. Penelitian sosial yang dilandasi oleh kerangka filsafat dapat menjawab isu besar seperti perubahan iklim, kesetaraan sosial, dan keadilan digital, sambil tetap menjaga nilai-nilai humanis.

Penulis: Aisyah Putri Purwanto, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *