Milenianews.com, Mata Akademisi – Dalil merupakan fondasi utama dalam menetapkan hukum Islam. Dalam konteks syariat, dalil berarti segala sesuatu yang dijadikan sandaran untuk mengetahui hukum suatu perkara. Tanpa dalil, sebuah hukum akan kehilangan pijakan dan keabsahannya. Secara bahasa, “dalil” berasal dari bahasa Arab دَلِيلٌ yang berarti petunjuk atau penunjuk jalan.
Dalam pengertian istilah ushul fiqih, dalil adalah apa yang menunjukkan kepada hukum syar’i, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam Islam, hukum tidak ditetapkan berdasarkan hawa nafsu atau akal semata, melainkan harus berdasar pada dalil yang shahih. Dalil inilah yang dijadikan dasar para ulama dan mujtahid dalam menggali hukum dari sumber-sumber Islam.
Dalil dalam Islam terbagi menjadi dua jenis besar, yaitu dalil naqli (bersumber dari wahyu) dan dalil aqli (berdasarkan rasionalitas atau logika). Keduanya saling melengkapi dalam proses ijtihad. Dalil naqli adalah dalil yang berasal dari nash, yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Kedua sumber ini merupakan landasan utama yang tidak bisa diganggu gugat, dan menjadi sumber segala hukum dalam Islam.
Baca juga: Moralitas Ditengah Arus Informasi
Al-Qur’an adalah dalil paling kuat dan paling utama. Sebagai kitab suci umat Islam, Al-Qur’an diturunkan langsung dari Allah SWT sebagai petunjuk hidup manusia, mencakup semua aspek kehidupan, baik ibadah maupun muamalah. Hadist atau sunnah Nabi Muhammad SAW menjadi dalil kedua setelah Al-Qur’an. Fungsi hadist adalah sebagai penjelas, penguat, dan terkadang pemberi hukum baru atas sesuatu yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur’an.
Kedua, dalil naqli. Ini harus dipahami dengan ilmu yang mendalam. Tidak semua ayat Al-Qur’an atau hadist dapat ditafsirkan sembarangan tanpa keahlian dalam ilmu tafsir dan ilmu hadist. Selain dalil naqli, ada juga dalil aqli, yaitu dalil yang bersumber dari akal. Contohnya adalah ijma’ (kesepakatan ulama) dan qiyas (analogi). Dalil ini diakui valid selama tidak bertentangan dengan dalil naqli.
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahid pada suatu masa terhadap suatu hukum. Ini menjadi dalil karena mencerminkan konsensus para ahli ilmu, dan dianggap sebagai bukti kuat dalam menetapkan hukum baru. Dalam tradisi fiqh, penggunaan dalil harus mengikuti kaidah ushul fiqh. Artinya, tidak semua orang bisa menetapkan hukum dengan dalil seenaknya. Harus ada keilmuan dan metodologi yang jelas.
Para ulama terdahulu telah menyusun ilmu ushul fiqh sebagai alat untuk memahami dan menggali dalil. Ini menunjukkan betapa pentingnya dalil dalam menentukan hukum yang benar dan tidak menyimpang. Dalil-dalil lain yang diakui sebagian ulama adalah istihsan (mengutamakan kemaslahatan), maslahah mursalah (kemaslahatan umum), urf (kebiasaan masyarakat), dan sadd adz-dzari’ah (mencegah kerusakan).
Dalam proses fatwa, dalil digunakan sebagai pijakan agar keputusan hukum tidak melenceng. Seorang mufti akan menelusuri dalil-dalil yang sahih sebelum menyatakan hukum sesuatu. Dalil tidak hanya digunakan dalam hukum fiqh, tapi juga dalam akidah. Dalam ilmu kalam, dalil digunakan untuk membuktikan keberadaan Allah, kenabian, dan kebenaran ajaran Islam secara rasional dan naqli.
Penggunaan dalil juga penting dalam menyikapi isu-isu kontemporer seperti teknologi, ekonomi digital, lingkungan, dan lainnya. Meski tidak disebutkan dalam nash, tapi bisa ditetapkan hukumnya lewat qiyas dan ijtihad berbasis dalil. Dalam dialog antar-agama atau dakwah, dalil juga menjadi senjata utama untuk menjelaskan kebenaran Islam. Baik dari sisi wahyu maupun logika, Islam memiliki dalil yang kokoh.
Dalil dapat bersifat qath’i (pasti dan tidak bisa ditakwilkan) atau zhanni (dugaan kuat). Dalil qath’i biasanya berasal dari ayat Al-Qur’an yang muhkam dan hadist mutawatir. Sedangkan dalil zhanni bisa berasal dari hadist ahad atau qiyas. Perbedaan dalam memahami dalil bisa menyebabkan munculnya berbagai mazhab dalam fiqh. Misalnya, perbedaan antara mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali dalam menggunakan atau menafsirkan dalil.
Meski berbeda, semua mazhab sepakat bahwa dalil adalah inti dari penetapan hukum. Perbedaannya hanya pada pendekatan dan penafsiran. Inilah yang menunjukkan dinamika hukum Islam yang kaya. Sebagai umat Islam, memahami dalil membuat kita lebih yakin dalam beribadah dan berperilaku. Kita tidak hanya ikut-ikutan, tapi paham dasar hukum dari amalan yang kita jalankan.
Baca juga: Kajian Teori Talak: Perselingkuhan Emosional Pada Media Sosial Yang Berujung Talak (Perceraian)
Dalam pendidikan, dalil juga diajarkan sejak dini, agar anak-anak memahami bahwa hukum Islam punya dasar kuat. Ini juga mencegah pemikiran yang menyimpang atau radikal. Di era digital, banyak orang mencari hukum lewat media sosial. Di sinilah pentingnya menyaring informasi dan selalu bertanya: “Apa dalilnya?” Jangan mudah percaya tanpa dasar yang jelas.
Kesimpulannya, dalil adalah pondasi utama dalam hukum Islam. Tapi menjadi penunjuk kebenaran, penjaga kesucian syariat, dan pelindung umat dari kesesatan. Maka, memahami dalil adalah bagian dari tanggung jawab setiap Muslim.
Penulis: Balghist Rizkya Paramitha, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.







