Milenianews.com, Jakarta – Di banyak ruang kelas Indonesia, para guru kembali berdiri di depan murid-muridnya dengan senyum yang kalau boleh jujur lebih mirip tameng daripada ekspresi lega. Hari Guru tahun ini nggak cuma jadi ajang kasih bunga atau potong tumpeng, tapi berubah jadi pengingat keras bahwa profesi guru lagi ada di fase paling rawan dalam sejarah pendidikan modern kita.
Dalam beberapa tahun terakhir, laporan soal kekerasan di sekolah makin naik. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan resmi menyampaikan pada 19 November 2025 bahwa tren kekerasan di sekolah, madrasah, dan pesantren terus meningkat.
Baca juga: AI Bukanlah Ancaman, Tapi Partner Kreatif untuk Guru dan Siswa
“Kasus kekerasan di lingkungan pendidikan menunjukkan tren kenaikan, dan beberapa bahkan berujung korban jiwa. Ini menandakan sistem perlindungan anak di sekolah belum berjalan optimal,” tulis KPAI dalam rilis resminya, Selasa (19/11) di Jakarta.
KPAI juga membeberkan bahwa pengaduan pelanggaran hak anak sepanjang tahun sebelumnya tembus lebih dari 2.000 kasus, dan sebagian besar terjadi di dunia pendidikan. Banyak di antaranya berawal dari miskomunikasi antara guru dan orang tua yang kemudian melebar jadi laporan hukum.
Kemendikbudristek dalam laporan tahunannya juga bilang bahwa aduan tentang guru umumnya bermula dari salah paham soal batas disiplin. Yang tadinya cuma teguran ringan, malah naik level jadi laporan kekerasan.
Guru tersudut di antara disiplin dan tuduhan
Fenomena yang muncul di banyak daerah menunjukkan pola yang sama: guru memberi hukuman ringan, orang tua nggak terima, laporan pun masuk. Nggak sedikit yang akhirnya berujung proses hukum dan penetapan tersangka. Kondisi ini bikin banyak guru merasa seperti jalan di lantai kaca salah dikit, retak.
KPAI kembali menyoroti persoalan ini lewat pernyataan resmi pada 25 November 2025, yang menekankan bahwa perubahan cara komunikasi antara sekolah dan orang tua ikut memperbesar potensi konflik.
“Perubahan persepsi masyarakat terhadap disiplin sekolah membuat banyak konflik meningkat. Orang tua lebih cepat bereaksi kepada penegak hukum daripada menyelesaikan persoalan melalui dialog,” kata KPAI dalam keterangannya, Selasa (25/11) di Jakarta.
Nasib guru honorer: Mengajar banyak, digaji minim
Masalah guru nggak berhenti di urusan laporan. Dari sisi kesejahteraan, kondisinya juga masih bikin geleng-geleng. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan banyak guru honorer yang masih menerima upah di bawah UMK. Beban ngajar tinggi, kontrak nggak jelas, fasilitas minim kombo lengkap yang bikin profesi pendidik makin terjepit.
Padahal, kalau dipikir-pikir, masa depan bangsa literally ada di tangan mereka.
Baca juga: AI Bukanlah Ancaman, Tapi Partner Kreatif untuk Guru dan Siswa
Meski berbagai tekanan datang dari segala arah, pembelajaran di sekolah tetap jalan. Guru tetap menulis di papan, tetap menjawab pertanyaan murid, tetap berusaha jadi jembatan ilmu di tengah kondisi yang serba nggak ideal. Tapi beban mental mereka? Jelas nggak ringan.
Hari Guru tahun ini bukan cuma perayaan, tapi reminder keras buat kita semua: guru butuh perlindungan hukum, komunikasi yang sehat dengan orang tua, dan kesejahteraan yang lebih manusiawi. Tanpa itu semua, masa depan pendidikan Indonesia bakal terus goyang.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.













