Budaya Berpikir Indonesia: Kecerdasan Bukan Sekadar Gelar, Empati jadi Barang Langka

Milenianews.com, Jakarta – Budaya berpikir di Indonesia sebenernya udah punya akar yang panjang dan bagus banget. Menurut Abigail Limuria, pandangan dari “orang cerdas harus ke luar negeri biar diapresiasi” itu salah kaprah. Menurut dia, pintar itu bukan soal gelar atau nilai tinggi, tapi kemampuan berfikir dengan tepat untuk capai tujuan dan bisa nge-handle interaksi sosial.

Baca juga: Sampoerna Academy Tingkatkan Kecerdasan Budaya dalam Momentum Imlek

Dalam bukunya “Makanya, Mikir!” (ditulis bareng Cania Citta), Abigail nyeritain konsep baru soal kepintaran. “Buat apa pintar kalau nyebelin?” ujarnya. Orang yang punya kecerdasan tapi bikin orang lain sebel ya percuma aja.

Abigail juga bilang, manusia kan makhluk sosial, pasti butuh bantuan orang lain buat capai tujuan. Kalau kamu gak disukai orang, ya susah banget deh buat sukses.

Dia juga ngingetin kita bahwa “Kepintaran bukan soal gelar atau nilai tinggi, namun seseorang yang mampu berpikir secara akurat demi mencapai tujuan pribadinya,” ujarnya pada saat peluncuran buku, Jum’at (4/07). Jadi, pintar itu harus nyambung sama kehidupan nyata dan hubungan sosial, gak cuma angka di kertas.

Empati & sosial: Pintar harus bisa gaul juga

“Ketika kita tidak pernah bosan, justru kehilangan pendirian diri. Pendapat dan kepercayaan yang kita miliki hanya menjadi kumpulan dari pendapat orang lain yang muncul,” ujarnya saat di podcast, Senin (12/05). Artinya, ngerti orang lain dan punya empati itu bagian dari pintar juga.

Maksud dari kata “bosan” adalah, bosan dengan opini orang lain atau pandangan yang terus-terusan kita ikuti tanpa berpikir sendiri.

Di era digital, kita kebanjiran info nonstop sampai kadang mati rasa. Ngerasain bosan itu malah penting buat bisa refleksi dan mikir lebih dalam. Kalau gak pernah bosan, kita cuma nyontek pendapat orang lain tanpa punya pendirian sendiri. Gramedia juga bilang, buku ini ngajarin cara mikir yang bener biar hidup lebih nyaman dan gak ribet.

Kalimat dari Abigail ini mau nyampein kalau kita terus-terusan ikut pendapat orang lain tanpa berpikir sendiri, kita bakal kehilangan pendirian diri. Pendapat yang kita kira milik kita ternyata cuma campuran dari opini orang lain. Tapi ini bukan berarti kita harus tutup telinga dari orang lain, justru kemampuan untuk mengerti orang lain dan punya empati juga bagian dari kepintaran. Intinya, pintar itu bukan cuma soal punya pendapat sendiri, tapi juga tahu cara menyaring, memahami, dan menghargai perspektif orang lain tanpa kehilangan identitas diri

Kualitas guru & kurikulum: Fokus ke yang penting

Abigail juga kasih pandangan kritis soal pendidikan di Indonesia. Menurut dia, masalah terbesar bukan cuma pemerataan fasilitas, tapi kualitas guru dan kurikulum. Kalau isi pelajarannya ngawur, ya percuma aja. “Kemauan itu enggak bisa diajari, harus tumbuh sendiri,” saat diskusi edukasi, Sabtu (30/08).

Baca juga: Kenali Yuk, 8 Sistem Pendidikan di Berbagai Negara

Abigail Limuria melalui bukunya “Makanya, Mikir!” ingin mengajak generasi muda Indonesia untuk mendefinisikan ulang konsep kepintaran. Pintar bukan hanya soal gelar, nilai tinggi, atau pengakuan dari luar negeri, tapi kemampuan berpikir secara tepat untuk mencapai tujuan, punya empati, mampu memahami orang lain, dan bisa hidup selaras dalam interaksi sosial.

Selain itu, kualitas pendidikan harus fokus pada guru dan kurikulum yang efektif, karena kemauan dan kemampuan berpikir kritis harus tumbuh dari diri sendiri. Intinya, budaya berpikir Indonesia perlu menekankan refleksi, empati, dan hidup bermakna, bukan sekadar prestasi akademik.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *