Tantangan Baru Dosen, Mengajar Generasi yang Serba Digital dan AI

Mahasiswa
Mahsiswa sedang presentasi menggunakan teknologi digital.

Milenianews.com, Jakarta – Ruang kelas di kampus sekarang udah beda banget, nggak sekaku dulu. Di era digital kayak sekarang, para dosen dituntut buat makin kreatif dalam ngajar mahasiswa Gen Z yang serba melek teknologi. Mereka nggak cukup cuma dikasih teori atau hafalan, tapi juga butuh tantangan dan pengalaman yang bisa nyambung ke dunia nyata.

Salah satu yang ngerasain perubahan ini adalah Anisa Putri, S.Pd., M.Hum, dosen Bahasa Inggris di salah satu kampus swasta di Jakarta. Katanya, cara ngajar zaman sekarang harus menyesuaikan perkembangan teknologi dan karakter mahasiswa.

Baca juga: Gema Irhamdhika, Sosok Dosen Muda UBSI yang Ubah Wajah Perkuliahan di Kampus

“Sekarang semuanya serba digital dan cepat banget berubah. Dulu suasananya masih manual banget, bahkan masih pakai OHP buat presentasi,” cerita Anisa sambil senyum saat diwawancarai, Sabtu (11/10).

Mahasiswa gen Z lebih suka tantangan

Mahasiswa zaman sekarang juga ngerasain banget bedanya cara ngajar di era digital. Fadli, mahasiswa Ilmu Komunikasi semester 7, bilang kalau pembelajaran yang interaktif jauh lebih seru dan bermakna.

“Belajarnya jadi lebih hidup, enggak cuma duduk dan nyatet. Kita bikin proyek kayak podcast, video, atau simulasi wawancara kerja. Jadi hasilnya bisa langsung kelihatan,” katanya antusias. Metode project-based learning ini bikin mahasiswa lebih siap masuk dunia kerja, sambil belajar berpikir kritis dan kreatif nyelesain masalah nyata.

Perubahan gaya belajar makin terasa dalam beberapa tahun terakhir. Apalagi sejak media sosial dan teknologi digital jadi bagian dari keseharian mahasiswa. Menurut Anisa, kunci biar materi gampang nyangkut di kepala mahasiswa adalah harus relate sama kehidupan mereka.

“Saya sering pakai contoh dari TikTok, film, atau berita terkini buat bahas topik bahasa Inggris. Misalnya waktu ngomongin public speaking, saya minta mereka bikin video ala konten kreator, kayak a day in my life,” jelasnya.

Teknologi dan empati harus jalan bareng

Nggak cuma ngajar lewat teknologi, Anisa juga mulai manfaatin Artificial Intelligence (AI) buat bantu nyiapin materi, analisis nilai, sampai bikin simulasi pembelajaran. “AI itu cuma alat bantu, bukan pengganti. Mahasiswa tetap harus punya critical thinking. Karena yang bisa ngerti emosi dan semangat mereka itu tetap manusia, bukan mesin,” tegasnya. Menurutnya, dosen masa kini wajib bisa menyeimbangkan teknologi dan empati, biar suasana kelas tetap hangat dan manusiawi.

Biar kelas nggak monoton, Anisa sering kasih tugas proyek nyata. Mahasiswanya disuruh bikin podcast berbahasa Inggris, simulasi wawancara kerja, sampai belajar naskah dan editing video. “Mereka belajar nulis script, editing, sampai public speaking. Jadi bukan cuma teori doang,” kata Anisa.

Sementara itu, Fadli punya pandangan sendiri soal dosen ideal di era digital. “Dosen yang ideal tuh yang ngerti tren, ngerti tools digital, dan bisa jadi mentor, bukan cuma ngasih nilai. Mahasiswa tuh butuh role model juga,” ujarnya.

Baca juga: Dosen UNM Latih Pelaku UMKM RT 05 Cikoko dalam Pembuatan Pamflet Digital untuk Promosi Usaha

Anisa berharap pendidikan tinggi ke depan bisa lebih seimbang antara teknologi dan nilai kemanusiaan. “Saya pengin kuliah itu jadi kombinasi antara teknologi dan sentuhan manusia. Ada ruang buat praktik, kolaborasi lintas jurusan, tapi tetap ada empati dan tanggung jawab sosial,” ungkapnya.

Fadli juga berharap sistem kuliah makin relevan sama dunia industri. “Kami suka tantangan, bukan hafalan. Kalau bisa, tugas kuliah dikaitin langsung sama dunia kerja biar lebih real,” tutupnya.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *