Milenianews.com, Jakarta– Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta bekerja sama dengan Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam Majelis Ulama Indonesia (LSBPI MUI) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) membincangkan royalti karya seni dalam perspektif hukum Islam. Kegiatan ini berlangsung di Aula Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA), Selasa, 16 September 2025.
Ahmad Abubakar, ketua PW Muhammadiyah DKI Jakarta membuka kegiatan ini dengan penekanan urgensi mengapresiasi karya manusia, apalagi sebagai muslim seharusnya mudah berterima kasih dan bersyukur. “Umumnya, masyarakat Indonesia masih belum mampu menghargai dan mengapresiasi karya. Harapannya kegiatan seperti ini bisa menguatkan literasi tentang urgensi dan aturan mengenai royalty karya seni,” kata Ahmad Abubakar.
Saiful Bahri, ketua Majelis Tarjih PWM DKI Jakarta menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan sinergi yang luar biasa antara MTT PWM DKI Jakarta dan LSBPI-MUI. “Momennya berkelanjutan, karena LSBPI MUI sebelumnya sudah menerbitkan buku Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami dan kemudian MTT PWM DKI Jakarta memiliki konsen untuk menghasilkan karya dari hasil diskusi dan kajian tentang seni budaya. Maka, terbitlah buku Seni Budaya Islami dan Transformatif,” ujar Saiful Bahri.
Ia menambahkan, buku setebal 420 ini menjelaskan berbagai hal terkait dengan bentuk-bentuk seni dan hal-hal yang terkait dengan budaya dipandang dari perspektif Islam dan pendekatan ketarjihan Muhammadiyah. Salah satu konten buku ini menulis tentang royalty dan hak cipta karya seni. Hal yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. “Maka, perlu diskusi lanjutan mengenai hal ini dengan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya.,” kata Saiful Bahri.
Acara yang dimoderatori oleh Muhib Rosyadi ini menghadirkan dua narasumber, Nur Fajri Romadhon (MTT PWM Jakarta) dan Erick Yusuf (LSBPI MUI). Erick membahas tentang perlunya pengembangan pembahasan royalti sebagai bentuk apresiasi sekaligus proteksi bagi kreator dan orang yang menghasilkan karya seni.
“Pada perkembangan dunia modern bahkan perlu ditambahkan literasi tentang intellectual property (IP) sehingga para seniman dan kreator seni bisa mendapat pengakuan sekaligus perlindungan dan apresiasi yang layak,” kata Erick Yusuf.
Nur Fajri lebih banyak membahas pendekatan syariat Islam. Menurutnya, hak cipta karya apapun berkenaan dengan hak moral dan hak ekonomi. Majma’ Fikih Islami ad-Dauli, badan keilmuan internasional yang terdiri dari para ulama, fuqaha, dan pakar dari berbagai disiplin ilmu untuk mengkaji dan mengeluarkan fatwa mengenai isu-isu kontemporer dalam hukum Islam termasuk hak cipta dan royalti karya seni.
Nur Fajri menegaskan, agama Islam tak hanya melihat harta fisik (mal) tapi juga ada harta non fisik (jasa dan sebagainya), termasuk karya seni. “Seni adalah buah dan ranting dari kreatornya, seperti yang dituliskan dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah,” ujarnya.
Diskusi dimulai dengan komentar dari Nurhadi, wakil ketua PWM DKI Jakarta menegaskan bahwa acara seperti ini semestinya nanti bisa dikembangkan dalam kapasitas yang lebih besar supaya bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas dan diketahui berbagai elemen sosial yang sangat memerlukan informasi seperti yang didiskusikan.
Para diskusan yang terdiri dari perwakilan Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Jakarta, para dosen, mahasiswa dan undangan turut aktif mendiskusikan dan mengembangkan bahasan dengan berbagai komentar dan pertanyaan. Hadir dalam forum ini para penulis buku Seni Budaya Islami dan Transformatif.
Pembahasan dengan apresiasi karya seni atau karya lainnya sebenarnya dari sudut pandang ajaran Islam adalah untuk membahas halal dan haramnya, lalu pendekatan berikutnya bisa dilihat dari wilayah etis dan moral. Sehingga dalam menyikapi masalah royalti ini semestinya bisa moderat antara dua sisi ekstrim yang ada di tengah masyarakat, yaitu mereka yang tidak menghargai karya seni atau mereka yang selalu menilainya dari sudut pandang metralistik (dinilai dengan nominal uang).