Mata Akademisi, Milenianews.com – Pemikiran Hasan Hanafi hadir sebagai jawaban atas kebuntuan umat Islam dalam menghadapi perkembangan zaman. Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran baru dalam memahami agama, yaitu dengan mengaitkan warisan keilmuan Islam dengan kondisi sosial yang sedang dihadapi umat saat ini. Tema besar dari pemikirannya adalah pembaruan (tajdid) terhadap cara berpikir keagamaan yang tidak hanya mengandalkan hafalan teks, tetapi juga relevansi terhadap kehidupan nyata. Dalam hal ini, Hasan Hanafi menolak pandangan keagamaan yang terlalu memuja masa lalu tanpa memperhatikan tantangan sekarang. Ia ingin agar umat Islam mampu berpikir kritis, terbuka, dan solutif. Oleh karena itu, pemikirannya sangat penting dikaji ulang dalam konteks zaman modern yang penuh kompleksitas. Tema ini menjadi sangat relevan di era sekarang yang menuntut agama hadir secara nyata dan membumi.
Baca juga: Islam Tak Boleh Kaku: Hasan Hanafi dan Tafsir yang Bergerak
Agama harus nyambung dengan realitas sosial
Salah satu masalah utama umat Islam hari ini adalah keterputusan antara ajaran agama dengan realitas sosial. Banyak umat Islam yang mempelajari agama sebatas teori dan dogma tanpa memahami konteks sosial dan kebutuhan zaman. Akibatnya, agama seolah menjadi sesuatu yang asing dari kehidupan masyarakat, hanya berputar pada masalah ibadah personal dan ritual, tanpa menyentuh persoalan ketimpangan, kemiskinan, atau ketidakadilan sosial. Dalam pandangan Hasan Hanafi, hal ini terjadi karena terlalu kuatnya orientasi ke belakang (masa lalu), sementara tantangan yang dihadapi umat bersifat kontemporer dan butuh pendekatan baru. Ketika agama kehilangan peran sosialnya, umat pun menjadi pasif dan tidak mampu bersaing secara global. Maka, krisis keberagamaan bukan hanya soal iman, tapi juga soal makna dan fungsi agama dalam kehidupan.
Selain itu, banyak warisan keilmuan Islam yang dijadikan bahan kajian di lembaga pendidikan hanya dilestarikan secara tekstual tanpa proses pemaknaan ulang. Hasan Hanafi mengkritik sikap taklid terhadap turats, karena menurutnya, tidak semua warisan masa lalu 1 sesuai dengan kebutuhan masa kini. Misalnya, beberapa konsep politik dan hukum Islam klasik yang terbentuk dalam konteks masyarakat abad pertengahan, kini tidak bisa diterapkan secara kaku tanpa penyesuaian. Bila warisan itu diterima mentah-mentah, maka umat justru terjebak dalam romantisme sejarah yang membelenggu kemajuan. Hasan Hanafi menginginkan agar pemikiran Islam bisa dihidupkan kembali lewat pembacaan baru yang memihak kepada kepentingan umat masa kini. Tanpa pembaruan, umat Islam akan terus tertinggal dari segi pemikiran, teknologi, dan peran dalam dunia modern.
Teologi pembebasan jadi senjata keadilan sosial
Hasan Hanafi mengusulkan pendekatan baru dalam pemahaman agama yang berpusat pada perspektif manusia. Bagi Hanafi, Islam harus mendukung dan menyokong keadilan sosial, emansipasi, dan egalitarianisme. Teologi tidak hanya harus merenungkan tentang sifat-sifat Tuhan atau kehidupan abadi, tetapi juga harus mengatasi masalah sosial yang mempengaruhi orang-orang. Hanafi mendukung apa yang ia sebut “teologi pembebasan” yang terinspirasi oleh tradisi kenabian dalam membela orang-orang yang tertekan. Menurut pandangannya, agama seharusnya mengubah dan bukannya menjadi pembenaran bagi kekuasaan yang menindas rakyat.
Untuk mencapai visi-visi ini, Hasan Hanafi mengusulkannya melalui reinterpretasi konteks kritis terhadap warisan Islam. Turats tidak hanya untuk dihafal, tetapi berfungsi sebagai sumber inspirasi untuk perubahan sosial. Sangat penting bagi umat Muslim untuk membedakan bagian mana dari warisan yang berguna dan mana yang sudah usang. Ia menekankan perlunya pendidikan Islam yang mendorong pemikiran kritis, reflektif, dan pro-sosial terhadap masalah. Agama harus memasuki ruang publik agar dapat berpartisipasi dalam diskursus sosio-politik. Jika ini dilakukan, Islam akan lebih mudah beradaptasi dalam merespons radikalisasi, kesenjangan, dan berpikir yang terhenti. Dalam konteks ini, pembaruan tidak berarti memutuskan hubungan dengan tradisi, tetapi justru menghidupkannya dengan sentuhan modernisasi yang tak pernah berakhir.
Baca juga: Hermeneutika Hasan Hanafi Bukan Sekadar Tafsir Teks
Islam harus jadi kekuatan perubahan sosial
Pemikiran Hasan Hanafi adalah ajakan untuk membangkitkan kembali Islam sebagai agama yang hidup dan membumi. Ia ingin agar Islam tidak hanya menjadi simbol atau identitas kosong, tapi benar-benar menjadi kekuatan perubahan sosial. Dalam dunia yang penuh krisis moral dan ketimpangan, ajaran agama harus hadir dengan wajah yang membela manusia dan keadilan. Pemikiran Hasan Hanafi bisa menjadi panduan penting bagi umat Islam dalam membangun peradaban yang berakar pada tradisi namun terbuka terhadap masa depan. Pembaruan pemikiran bukan berarti keluar dari agama, tetapi justru kembali kepada semangat awal Islam sebagai agama revolusioner. Di tengah dunia modern yang terus berubah, pemikiran seperti ini sangat dibutuhkan. Karena itu, warisan intelektual Hasan Hanafi layak dikaji dan diterapkan lebih luas.
Penulisa: Muzayyanah, Dosen serta Widia Nur Hariastuti, Fairuz Nada, Salsabilah Hasibuan, Salsa Bilqis Amaliah, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.