Tidak Ada Panggilan ‘Prof’ di Yale? Inilah Kisah dari Peserta IISMA di Yale University

Kisah dari Peserta IISMA

Milenianews.com, Jakarta – Jaza Nabila Taufik, mahasiswa dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), terpilih sebagai peserta International Student Mobility Awards (IISMA) dan mendapatkan kesempatan belajar di Yale University selama satu bulan. Terdapat kisah menarik dari peserta IISMA yang satu ini.

Bagi Jaza, menjadi salah satu awardee IISMA merupakan kebanggaan yang besar. Ia sudah lama bercita-cita untuk belajar di salah satu kampus Ivy League, termasuk Yale University.

Baca juga : Kisah Edy, Kepala Sekolah Berprestasi yang Dulunya Penjual Bunga!

Kampus Ivy League adalah kelompok universitas elit di Amerika Serikat yang memiliki reputasi akademik yang sangat baik. Yale University sendiri merupakan salah satu kampus terbaik di dunia dan menduduki peringkat 16 dalam QS World University Rankings 2024.

“Dari dulu, salah satu impianku adalah belajar di salah satu kampus Ivy League, salah satunya adalah Yale University. Bisa dibilang IISMA memberi aku kesempatan untuk mencapai impianku. Jadi dengan semangat aku daftar untuk program tersebut,” ujarnya dalam situs Unair dikutip Senin (17/7).

 Kisah dari peserta IISMA

Perbedaan budaya belajar

Jaza menyampaikan pengalamannya di Yale University, di mana ia menemukan budaya belajar yang berbeda. Salah satu perbedaannya adalah sistem pembelajaran di Yale yang berbeda dengan yang biasa ia alami di Indonesia.

Di Yale, Jaza mengikuti kelas yang hanya terdiri dari 15 mahasiswa. Selain itu, metode pembelajaran yang diterapkan lebih mirip seminar.

“Tidak ada lecture dari dosen. Mahasiswa dan dosen duduk melingkar dan saling memberikan pendapat, masukan, dan pengetahuan baru terhadap readings (bahan bacaan) hari itu,” terangnya.

Baca juga : Kisah Doktor Muda Unair yang Menjadi Ahli Hukum!

Jaza melanjutkan dengan mengatakan bahwa sistem percakapan dalam dunia akademik di Yale juga berbeda dengan di Indonesia. Di sana, tidak ada panggilan “Pak”, “Bu”, atau “Prof” antara mahasiswa dan dosen. Sebaliknya, mereka langsung menggunakan nama depan.

“Awalnya agak terkejut, sih, sama budaya bahasa mereka ini. Kalau ngomong sama orang yang lebih tua rasanya jadi kaya sebaya. Jadi, kita nggak perlu pakai “Pak”, “Bu”, atau “Prof untuk memanggil para dosen, cukup menyebut nama depan saja,” imbuhnya.

Kampus mendorong mahasiswa seimbangkan akademik dan sosial

Jaza menjelaskan bahwa di Yale, ia diajak untuk menemukan keseimbangan antara akademik dan kegiatan sosial. Yale menyediakan beragam fasilitas dan program yang membantu mahasiswa dalam mencapai keseimbangan tersebut.

“Jadi, ada yang namanya Yale Summer Session. Panitia program ini akan merencanakan kegiatan-kegiatan bagi mahasiswa di setiap minggunya, misalnya olahraga bersama, lalu juga ada karaoke night, jalan-jalan ke kafe kucing, bahkan sampai jalan-jalan di luar kota,” imbuhnya.

Baca juga : Kisah Fiqey, Mahasiswa ITS Raih 4 Medali di 4 Ajang Kemendikbud

Jaza berharap melalui program IISMA, ia dapat memetik banyak pelajaran, pengetahuan, dan wawasan baru.

“Bakal rugi kalau balik ke Indonesia tapi diri sendiri nggak juga. Jadi, aku berharap agar bisa konsisten dengan kebiasaan-kebiasaan baik yang ada di sini, khususnya terkait pembelajaran sehingga nanti juga bisa diterapkan di Indonesia,” pungkasnya.

Jangan sampai ketinggalan info terkini bagi generasi milenial, segera subscribe channel telegram milenianews di t.me/milenianewscom.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *