Musik  

Diharapkan Muncul Warna Nasyid Kekinian, Baznas DKI Gelar Lomba Millenial Nasyid Festival

Baznas  DKI menggelar  Lomba Millenial Nasyid Festival,  bertempat di Bazar Kuliner BAZIS (BKM) Matraman, tepatnya di seberang Masjid Matraman, 8-11 April 2023. (Foto: Istimewa)

Milenianews.com, Jakarta- Baznas  DKI berinisiatif menyelenggarakan Lomba Millenial Nasyid Festival yang dilaksanakan mulai tanggal 8 sampai dengan 11 April 2023, bertempat di Bazar Kuliner BAZIS (BKM) Matraman, tepatnya di seberang Masjid Matraman. Melalui kegiatan ini, diharapkan muncul warna nasyid kekinian yang dapat melepas dahaga spiritual masyarakat.

Lomba ini merupakan kompetisi nasyid pertama yang menggabungkan berbagai genre nasyid. Kemudian Baznas DKI mengajak Agus Idwar, sebagai pioneer nasyid di Indonesia, sekaligus orang yang pernah terjun langsung di industri music sebagai A&R Producer dari music sufi DEBU, Opick, dan alm Uje untuk men-design program ini sekaligus sebagai ketua Dewan Juri.

Sedangkan dewan juri terdiri dari, (1) Dewan juri final, 8 dan 9 April 2023: Erwin Snada, Edi Kemput (Gitaris Grass Rock), dan Agustian (Pengurus Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam MUI Pusat), (2) Dewan Juri Grand Final: Agus Idwar, Dik Doank, dan Dea Mirella.

“Semoga Millenial Nasyid Festival ini, mampu menghadirkan grup nasyid yang siap berdakwah secara profesional di industri musik Indonesia,” kata Agus Idwar.

Sejarah dan Metamorfosis Nasyid

Dalam tesisnya yang berjudul  Nasyid-morfosis di Indonesia, Agus Idwar  mengemukakan,  nasyid adalah entitas seni Islam yang muncul pada akhir tahun 80-an, yang diawali dengan munculnya grup nasyid Tauhid. Walaupun sebelumnya ada musik Islami seperti Bimbo atau Nasidaria, namun mereka tidak disebut atau dikenal sebagai grup nasyid.

Istilah nasyid muncul dari para aktivis Rohani Islam (Rohis) di SMA dan perguruan tinggi. Nasyid waktu itu diperkenalkan sebagai seni alternatif anak-anak muda di sekolah dan kampus. Warna nasyid yang muncul adalah warna nasyid Haroki dengan ciri berbahasa Arab, dibawakan secara Mars, bertema perjuangan, terutama terinspirasi dari perlawanan rakyat Palestina, dan dikemas tanpa alat musik. Alat musik pada waktu itu masih diharamkan.

Pada awal 90-an muncullah budaya populer Acapella, yang diperkenalkan oleh grup seperti Boyz 2 Men, All 4 One, Neri Per Caso, dan lain-lain. Melalui merekalah, acapella kemudian booming di Indonesia. Melalui gelombang budaya pop acapella inilah kemudian muncul grup nasyid Snada dari komunitas aktivis Forum Studi Islam FISIP UI.

Gaya bernyanyi acapella ini bukan hal baru, karena sudah muncul sejak abad ke-16 di beberapa gereja di Eropa. Jadi acapella adalah cara bernyanyi yang diadopsi dari budaya di luar Islam.  Hanya kerena acapella tidak meng-gunakan instrument music, maka acapella dapat diterima di kalangan aktivis Rohis tersebut. Melalui Snadalah nasyid mulai dikenal luas oleh masyarakat, karena Snada biasa menghiasi layar televisi saat bulan Ramadhan, Disamping itu, undangan off air dan wawancara radio kerap dilakoni oleh Snada. Dengan hadirnya Snada, sampai saat ini masyarakat berasumsi bahwa nasyid itu adalah acapella.

Seiring perjalanan waktu, banyak bermunculan grup nasyid dari berbagai genre, misalnya Ebit Beat A (genre Rap), Edcoustic (genre akustik), sampai Hiro yang dibentuk pada tahun 2019, dengan genre EDM (Electronic Dance Music). Bagaimana dengan Opick? Apakah termasuk dalam entitas nasyid? Sejarah mencatat bahwa lagu Tombo Ati Opick direlease dalam album yang bertajuk Tausiyah Dzikir dan Nasyid.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *