Milenianews.com, Jakarta- Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri M.S., menjadi salah satu pembicara (narasumber) pada acara FGD Penjaringan Isu dan Solusi Pembangunan Berkelanjutan dalam rangka Penyusunan RPJPN 2025 – 2045 yang diselenggarakan oleh BAPPENAS, Kamis (26/1/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin menyampaikan tentang Kebijakan, Strategi, dan Program Pembangunan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) Perairan Laut dan Tawar secara Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan.
Ia memulai uraiannya dengan menjelaskan pengertian ekonomi kelautan. “Ekonomi kelautan adalah kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas) yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia,” ujarnya.
Baca Juga : World Congress of Ocean di Jepang, Prof Rokhmin Kupas Akuakultur untuk Ketahanan Pangan
Prof. Rokhmin kemudian memaparkan pendekatan sistem untuk pembangunan Kehati (keanekaragaman hayati) berkelanjutan. Dimulai dari kebijakan Poleksosbud-Hankam untuk mengatasi masalah dan tantangan; melindungi yang kritis; dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Kemudian, kebijakan teknikal, yakni pemanfaatan (pembangunan) Kehati Perairan Berkelanjutan. Hal itu meliputi: produksi pangan, farmasi, energi, serat, dan lainnya, untuk kebutuhan nasional dan ekspor; pertumbuhan ekonomi inklusif; menyejahterakan seluruh rakyat secra adil; dan keberlanjutan SDA dan LH (Kehati).
Negara Kepulauan Terbesar
Ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu menyebutkan, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di bumi. “Luas laut teritorial dan pedalaman 3,4 juta km2; luas ZEE 3 juta km2; luas daratan 1,9 juta km2; panjang garis pantai 108,000 km; jumlah pulau 17.504 pulau (16.056 dengan nama dan 1.448 tanpa nama),” tuturnya.
Ia lalu menjelaskan, ada 11 sektor ekonomi kelautan. “Total potensi ekonomi 11 sektor kelautan Indonesia adalah 1.348 triliun dolar/tahun atau 5 kali lipat APBN 2021, atau 1,3 PDB Nasional saat ini,” ujarnya.
Sektor kelautan dan perikanan, tambah Prof Rokhmin, menyediakan lapangan kerja untuk 45 juta orang, atau 40 persen total angkatan kerja Indonesia.
“Pada 2014 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 20 persen. Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia dan Islandia), kontribusinya lebih dari 30 persen,” ungkapnya.
Selain itu, kata Prof Rokhmin, ARLINDO yang secara kontinu bergerak bolak-balik dari S. Pasifik ke S. Hindia juga berfungsi sebagai “nutrient trap” (perangkap unsur hara, seperti nitrogen dan fosfor), sehingga perairan laut Indonesia merupakan habitat ikan tuna terbesar di dunia (the world tuna belt), memiliki marine biodiversity (keanekaragaman hayati laut) tertinggi di dunia, termasuk “Coral Triangle”, dan memiliki potensi produksi lestari (MSY = Maximum Sustainable Yield) ikan laut terbesar di dunia, sekitar 12,5 juta ton/tahun (FAO, 2008; KKP, 2017).
“Sebagai bagian dari Global Conveyor Belt dan terletak di Khatulistiwa menjadikan Indonesia secara klimatologis sebagai pusat pengatur iklim dunia (El-Nino dan La-Nina),” kata Prof Rokhmin, mengutip data NOAA (1998).
Ia juga menyebutkan, keanekaragaman hayati laut Indonesia terbesar di dunia. Indonesia memiliki lebih dari 2.000 spesies ikan terumbu karang, setidaknya 30 spesies cetacea, mulai dari paus biru dan sperma hingga orca dan lumba-lumba Irrawaddy, dan enam dari tujuh spesies penyu dunia.
Berbicara perikanan tangkap, Prof Rokhmin mengemukakan, total potensi lestari SDI (sumber daya ikan) laut Indonesia mencapai 12,54 juta ton, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% atau 10,03 juta ton. “Pada 2011-2020, produksi perikanan tangkap laut terus meningkat (rata-rata 2,1% per tahun). Mulai 2015 potensi SDI laut meningkat, namun tingkat pemanfaatan menurun,” tuturnya.
Bicara perikanan budidaya, kata Prof Rokhmin, peluang pengembangan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di Indonesia masih sangat leluasa. Sejak 2009, Indonesia peringkat ke-2 sebagai produsen akuakultur terbesar dunia.
“Hingga Triwulan III-2021, produksi perikanan budidaya mencapai 12,25 juta ton dengan dominasi masih dari komoditas rumput laut (58%). Jika dibanding tahun 2020 pada periode yang sama, produksi perikanan budidaya hingga Triwulan III-2021 naik 6%, dimana kelompok ikan naik 36%, sementara rumput laut turun -8%,” paparnya.
Prof Rokhmin juga menyinggung tentang bioteknologi kelautan. “Bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut atau bagian dari biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau memodifikasi produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan dan hewan, dan mengembangkan (merekayasa) biota laut untuk keperluan tertentu, termasuk perbaikan lingkungan,” ujarnya mengutip Lundin and Zilinskas (1995).