Jakarta, Milenianews – Tren Internet of Things (IoT) di Indonesia bertumbuh seiring dengan gencarnya era 4.0 atau era digital. Seiring pertumbuhan IoT di Indonesia, maka diperlukan sebuah regulasi khusus untuk IoT dari pemerintah. Untuk itu Kominfo akan buat regulasi IoT awal 2019. Meskipun pertumbuhannya di sektor consumer masih belum begitu memuaskan, pemanfaatan di ranah industri tampak menunjukkan keseriusan. Efisiensi perputaran roda bisnis dalam tubuh perusahaan adalah satu alasan kuat yang mendasarinya.
Setelah proses yang berlarut-larut, regulasi IoT akhirnya menemukan titik terang . Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara S.Stat. MBA mengatakan berencana menerbitkan regulasi IoT pada kuartal I 2019.
“Di kuartal pertama akan kita keluarkan standarisasi chip IoT,” kata Rudiantara usai acara Alibaba Cloud di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, Rabu (9/1).
Menurutnya aturan ini nantinya akan menggabungkan dua pendekatan standar teknologi radio, yaitu teknologi Narrow Band IoT (NB-IoT) dan long range access (LoRa).
“Saya mau dua-duanya (bisa digunakan). Ada dua pendekatan satu NB itu yang kebanyakan digunakan operator tapi juga ada LoRa yang unlicensed,” kata Rudiantara.
Rudiantara mengatakan konsolidasi operator akan terbit pada akhir kuartal pertama dan Kominfo Akan Buat Regulasi IoT Awal 2019.
Aturan mengenai IoT ini memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Bahkan Dirjen SDPPI Ismail menyebutkan dalam sebuah postingan rencananya peraturan akan terbit pada Desember 2018. Akan tetapi karena beberapa pertimbangan akhirnya sedikit molor.
Beberapa waktu lalu, Rudiantara menyatakan bahwa konsolidasi operator penting jika perusahaan ingin menjadi lebih kuat. Konsolidasi perusahaan telekomunikasi tak hanya melulu soal kebijakan.
“Ya harus dua-duanya, kami sedang menyiapkan jadi jangan dibuatkan kebijakan konsol tapi gak ada (konsolidasi), yang penting saat konsolidasi itu concern harus sudah bisa di-address (jalankan),” imbuhnya.
Beberapa “Dilema” Sehingga Akhirnya Kominfo Akan Buat Regulasi IoT Awal 2019
1. Standar Frekuensi
Pemerintah pusing menentukan standar frekuensi untuk IoT. Berbeda dengan penentuan frekuensi untuk industri seluler yang bisa mengacu pada ITU (International Telecommunication Union).
Di Indonesia sendiri, IoT bisa menggunakan frekuensi di atas 3,3 GHz maupun di bawah 900MHz kata Dirjen SDPPI Kominfo, Ismail.
Masih terkait isu frekuensi, dilema lain yang dialami pemerintah adalah soal lisensi frekuensi. Apakah akan dilisensi atau dibiarkan tak berlisensi. Jika mesti berlisensi, artinya apakah frekuensi perlu dibeli oleh operator dan produsen perangkat atau tidak.
Namun jika tidak dilisensi, pemerintah khawatir Indonesia tak bisa menjadi tuan rumah di negaranya sendiri di industri IoT. Dengan banjirnya perangkat IoT asing yang masuk, dikhawatirkan asing bisa bebas menggunakan frekuensi tanpa melewati izin pemerintah.
2. Standarisasi Perangkat
Agung Harsoyo, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), mengatakan bahwa untuk menetapkan standarisasi perangkat ada dua opsi yang bisa diambil pemerintah. Yang pertama adalah mengadopsi standar yang telah disepakati secara global atau melakukan survei sendiri.
“Terkait dengan peralatan, kami kan sudah punya standarnya jadi tinggal mengadopsi saja. Atau kita juga bisa pakai konsep kedua yaitu postmarketing surveillance. Maksudnya kita biarkan (standar) digunakan dulu lalu kita nanti survei apakah baik atau tidak,” terangnya.
Postmarketing surveillance dilakukan untuk melihat kesesuaian alat dan perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat dan masih beredar di pasar terhadap persyaratan teknis.
Kominfo akan buat regulasi IoT awal 2019 tapi kendati demikian, Ismail memastikan bahwa standar yang akan dipakai di Indonesia juga masih akan mengacu pada standar yang banyak digunakan di negara lain.
3. Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)
Seperti halnya seluruh ponsel 4G di Indonesia, perangkat IoT juga harus memenuhi TKDN. Hal ini dilakukan agar Indonesia tak hanya sekadar menjadi pasar.
Ismail mengatakan pemerintah ingin mengantisipasi gelombang IoT dengan sudah siapnya regulasi mengenai TKDN IoT ini. Dia tidak ingin berlakunya TKDN terlambat seperti halnya di ponsel 4G.
“TKDN ponsel 4G itu terlambat sudah booming digunakan baru menerapkan TKDN. Tapi tetap ada manfaat. Itu juga sudah ada hasilnya. Belanja ponsel kita itu sudah menurun dratis. Dia sudah nggak 3,5 milair perangkat. Tapi sekarang di bawah 1 miliar karena industri sudah melakukan pabrikasi di sini untuk mengejar TKDN,” jelas Ismail.
Ismail menambahkan bahwa skema TKDN untuk perangkat IoT akan dibahas oleh Kementerian Perindustrian. Bisa saja pemerintah mengizinkan perangkat IoT masuk Indonesia dengan skema yang sama dengan ponsel 4G.
“Itu domainnya Kemenperin. Jadi mereka yang akan menetapkan berapa besarnya TKDN. Nah dengan dasar itu kita menetapkan sertifikasi perangkatnya. Dasarnya adalah mereka memiliki sertifikat dulu (dari Kemenperin),” tutup Ismail.
Sekadar informasi, Kemenperin memberikan izin sertifikasi pada ponsel 4G dipasarkan di Indonesia ketika sudah memenuhi 30 persen TKDN pada 2017. Pemenuhan kandungan bisa melalui tiga jalan yaitu melalui peranti keras, peranti lunak dan komitmen investasi.
Kominfo akan buat regulasi IoT awal 2019 ini, karena banyak sekali yang harus diatur mengenai teknologi khususnya IoT.
Sumber : CNN Indonesia