Judul buku: Diam Dalam Sunyi
Penulis: : Lisa Pertiwi Dkk
Penerbit: Main Publisher Cabang NTT
Cetakan: Pertama, Juli 2025
Tebal: 106 hlm
Milenianews.com, Ngobrolin Buku– Diam dalam sunyi, sebuah perjalanan batin. Kata-kata terdiam, namun hati berbisik. Sunyi menyimpan makna, diam menginspirasi. Diam dalam sunyi, kesempatan merenung dan merasakan kedalaman jiwa. Kata-kata sunyi, namun makna mendalam terpancar.
Sentuhan rasa itulah yang kita dapatkan manakala membaca buku antologi puisi berjudul Diam dalam Sunyi. Buku antologi ini memuat 26 puisi karya para penulis dengan berbagai latar belakang.
Salah satunya adalah Lisa Pertiwi yang merupakan seorang penyandang disabilitas. Namun, meski ia memiliki kekurangan fisik tetapi ia tetap bersemangat dalam menjalani hari-harinya.
Hal itu terasa sekali dalam puisinya yang berjudul Mengapa Harus Aku?:
“….
Sungguh aku berusaha ikhlas menerima keadaan ini
Aku berhenti bertanya atas penyebab luka yang
menderaku hingga kini
Aku berusaha untuk tidak mengeluh lagi
Mungkin memang bukan kesembuhan yang
Kau gariskan padaku
Tetapi, kematian yang akan membuatku
berhenti merasakan luka
Tidak mengapa Ya Rabb jika itu memang garis
takdirku
Namun, pintaku satu
Berikanlah hati yang lapang untukku menerimanya
Juga kumohon pada-Mu, Ya Rabb, beri kesabaran bagi
orang tuaku dalam merawatku.”
Salah satu puisi yang sangat menyentuh ditulis oleh Mayvia Gloria Christie, berjudul Ibu, Ceritakan Padaku. Puisi ini merupakan ungkapan dari seorang anak tunanetra yang melihat dunia melalui kasih dan cerita sang ibu. Dalam keterbatasannya, sang anak menjadikan ibunya sebagai mata hatinya dan penuntun hidupnya:
“Ibu, ceritakan padaku tentang indahnya bunga
Karena ‘ku tak bisa menatap kirana warnanya
Ceritakan padaku tentang indahnya sayap kupu-kupu
Karena kuyakin sayapnya berhiaskan pancarona
Ceritakan padaku, roda wajah sendumu saat
tersenyum
Aku ingin tahu Bu, aku ingin merasakannya, aku ingin
menikmatinya
…
Engkaulah mataku yang melihat indahnya
nabastala
Di hantaran ribuan galaksi di atas awan
Engkaulah malaikatku, yang membawaku
melanglang buana
Yang menyelidiki rahasia alam semesta
Ibu engkaulah segalanya di dalam hidupku
Menghalau sedihku, mengobati lukaku,
Menghapus air di sudut mataku.”
Para penulis tidak hanya tinggal di Tanah Air Indonesia. Bahkan, ada penulis yang menetap di Malaysia, yakni Rosmaria. Puisinya yang berjudul Hayalan dalam Dunia sangat romantis dan syahdu:
“Daun-daun rindu mulai gugur dari ranting kehidupan
Embun setia telah lama berjauhan
Mentari masih setia selimuti ranjang pagi
Kehangatan merajai, menelan kesejukan tanpa henti
….
Di rimbunan sunyi, tetap kulangitkan doa-doa
Agar membuat kita akan selalu bersama
Menikmati sesungguhnya cinta, biarpun dalam
badai bergelora
Hanyut selalu, dalam hayalan keasmaran dunia asmara…”
Banyak penulis yang merupakan siswa SMA. Bahkan ada yang baru berusia 15 tahun. Namun karya mereka menginspirasi.
Salah satunya Nisrina Nafsiyanah Muthmainnah, kelas XI, dengan puisinya yang berjudul Diam yang Bicara:
“Langit kelabu
Tanda hari telah usai
Merah jingga, kuning
Terlukis sunyi di sana
Mentari berpamitan
Kicauan burung bersautan
Angin berbicara
Seakan enggan melepaskan
Gejolak itu kembal hadir
Perasaan yang belum selesai
Hatiku diam
Namun, jiwaku berbicara dalam bahasa cahaya”
Membaca buku antologi ini, kita diajak bermenung dalam diam. Namun dalam diam itu kita menemukan makna dan hakikat diri kita.
Seperti diungkapkan oleh Adara dalam puisinya yang berjudul Saat Langit Menukar Kita:
“Kau tahu pepatah yang berkata,
Jika dua orang berdiri sejajar saat petir menyambar,
Maka jiwa mereka bisa tertukar—
Bukan raganya melainkan ruhnya
Terkadang jiwa bisa tertukar diam-diam,
Bukan karena siapa kita di luar,
Melainkan karena sesuatu di dalam,
Yang belum kita kenali secara utuh.”













