Ciri Manusia Indonesia yang Masih Relevan hingga Kini

(sumber cover : Google Picture)

Judul Buku : Manusia Indonesia

Jenis Buku : Novel

Penulis : Mochtar Lubis

Penerbit : Yayasan Obor Indonesia

Cetakan : Pertama, 2016

Tebal : 140 halaman

Milenianews.com, Ngobrolin Buku- Mochtar Lubis lahir di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 7 Maret 1922, meninggal pada tanggal 2 juli 2004 di Jakarta. Ia seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke  dalam penjara hampir  sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Ia menyampaikan Pidato Kebudayaan pada tanggal 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta yang kemudian  dituangkan ke dalam sebuah buku  berjudul Manusia Indonesia. Buku tersebut diterbikan oleh Yayasan Obor Indonesia, dan diberi Kata Pengantar  oleh Jakob Oetama.

Dalam kata pengantarnya tersebut Jacob Utama  menyebutkan, manusia Indonesia distereotipkan  dikatakan di tengah-tengah antara pro dan kontra yakni tidak memihak ke pro (pendapat yang mendukung pernyataan tersebut), begitupun tidak memihak ke kontra (pendapat yang menolak pernyataan tersebut). “Saya bisa menjelaskan sedikit tentang pemberian stereotip yakni berkenaan dengan prasangka umum yang bersifat sepihak, terlalu dilebih-lebihkan pada suatu kelompok, suku atau kelas yang seringnya dikatakan dengan rasisme dan sekisme yang dapat mengancam indentitas nasional. Dengan penjelasan tersebut bisa dikatakan stereotip tersebut  tidak seluruhnya benar ataupun salah,” ujarnya. 

Dalam buku  ini  terdapat tulisan yang bersifat kritis dan dan blak-blakan. Bahasanya  menyindir-menyindir feodalisme. Mungkin penulis  melihat hal  tersebut pada zaman dahulu dengan zaman sekarang tidak ada bedanya karena penguasa di pemerintah akan melakukan apapun yang dituangkan dalam peraturan supaya masyarakat patuh dan tunduk akan peraturan yang sudah dibuat. Dan apa yang dijelaskan Mochtar Lubis benar adanya karena bangsa Indonesia yang belum berubah dan sudah memperkirakan bahwa telah benar-benar terjadi saat ini.

Penulis melihat Mochtar Lubis dalam pidatonya memiliki gaya dan sikapnya yang lugas dalam mengupas tentang sifat-sifat masyarakat Indonesia sejak dari zaman penjajahan Belanda serta bagaimana bangsa luar memandang manusia Indonesia. Penulis mengemukakan, manusia Indonesia memiliki enam sifat yakni (1) munafik atau bermuka dua. Setelah berhadapan dengan siapa saja mengatakan yang diucapkan tetapi setelah bertemu dengan siapa lagi juga akan mengatakan berbeda dari yang sebelumnya. (2) enggan mengambil tanggung jawab. Ketika manusia telah melakukan sesuatu harus diselesaikan dengan tanggung jawab yang diberikan, ketika sudah melakukan sesuatu tidak tepat maka harus menanggung akibatnya. (3) bersikap dan berperilaku feodal, sistem politik yang memberikan kekuasaan besar pada golongan bangsawan. (4) percaya takhyul, manusia lebih percaya kepada yang dianggap sakti daripada tuhan Yang Maha Esa. (5) artistik, manusia yang memiliki unsur nilai keindahan yang melekat. (6) lemah karakter dan watak.

Dari keenam sifat steorotip sifat manusia Indonesia yang diutarakan oleh Mochtar Lubis terdapat beberapa sifat yang bisa diambil yakni sifat artistik  yang harus dibanggakan dan juga sebagai sifat yang paling menarik dan memperkenalkan bangsa Indonesia ke dunia luar. Dalam sudut pandang tersebut maka persoalan manusia Indonesia yang sedang dibicarakan oleh Mochtar Lubis bukan menjadi masalah dikarenakan dengan keberagamannnya,  karakteristik bangsa Indonesia bukanlah suatu hal yang mudah untuk dikatakan distereotipkan menjadi sebuah sifat bangsa sebagai negara yang utuh. Selain itu pendiri Harian Indonesia Raya itu tak lupa mengemukakan sifat yang baik seperti masih kuatnya ikatan saling tolong-menolong. Ia menegaskan bahwa manusia Indonesia pada dasarnya berhati baik, lembut, suka damai, punya rasa humor serta dapat tertawa dalam penderitaan. Manusia Indonesia juga cepat belajar dan punya otak encer serta mudah dilatih keterampilan. 

Dalam buku Manusia Indonesia, pidato Mochtar Lubis tidak menyinggung sama sekali tentang subversi Orde Baru dan kekerasan politik di tahun 1965. Kecelakaan sejarah tersebut bisa jadi menjadi titik temu perkumpulan tumpukan persoalan yang dikritik Mochtar Lubis yang kiranya harus ditelusuri dari riwayat kolonialisme di Indonesia.

Sarlito Wirawan dalam tanggapannya mengenai Mochtar Lubis menatakan bahwa “manusia Indonesia tidak sejelek itu” juga diselipkan anekdot-anekdot serampangan, sesat pikir “no true Scotsman” dan romantisasi kaum marjinal seperti petani (dikritik kembali oleh Mochtar Lubis dengan baik) dengan diiringi celetukan khas modernis Orde Baru “ya memang masih berkembang”.

Penulis  memposisikan Mochtar Lubis kepada tradisi kulturalis yang berkembang di masa Orde Baru, ketika persolan bangsa     ini bisa dititikberatkan pada masalah “budaya” dan “kepribadian suatu masyarakat”. Mochtar Lubis memang menyentuh masalah tatanan ekonomi politik internasional yang membuat negara   penghasil alam bergantung kepada negara industri eksploitatif, juga tentang takhyul modernitas yang “dengan segala jimat atau manteranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP”.

Mochtar Lubis menarik jauh sejarah hingga mengkarakterisasi problem yang dia sampaikan sebagai sesuatu yang berkembang dari sejarah Indonesia prakolonial. Mochtar Lubis mengatakan bahwa ada suatu karakter bangsa Indonesia yang bisa diambil secara umum, dan dari karakter ini pula dia bertautan dengan problem besar seperti korupsi, demokrasi elektroral dan lain-lain.

Hal ini bisa dimaklumi mengingat konteks Orde Baru. Yang menarik dari buku Manusia Indonesia yakni dari argumentasi dari penanggap, Wildan Yatim dan Abu Hanifah yang diakui Mochtar Lubis selangkah lebih maju dari argumentasi awalnya dan tentunya jauh dari sanggahan kelakar seperti Sarlito. Dalam buku manusia Indonesia terdapat kata-kata yang menggambarkan manusia Indonesia serta terdapat berbagai pertanyaan ataupun pernyataan yang bisa menjadi renungan untuk kita semua.

Keunggulan dan Kelemahan Buku

Buku Manusia Indonesia sangat lugas karena menggambarkan ciri manusia Indonesia. Buku Manusia Indonesia masih sangat relevan dengan kondisi kekinian Indonesia. Dan juga sangat terkait yang dijelaskan dalam enam sifat yang dijelaskan di kehidupan masyarakat Indonesia, apalagi masyarakat masih banyak yang masih mempercayai takhayul. Serta cukup menarik untuk dibaca karena perdebatan antartanggapan oleh orang yang ahli di bidangnya dari pembaca pidato Mochtar Lubis.

Buku Manusia Indonesia menggunakan bahasa yang agak berat yang mengakibatkan pembaca merasa jenuh dan juga ketertarikannya untuk membacanya kurang. Buku Manusia Indonesia  menggunakan warna merah dominan yang mana sangat disayangankan Mochtar Lubis kurang simpati terhadap suku Jawa.

Kesimpulan 

Buku Manusia Indonesia sangat bagus untuk dibaca karena sebagai bahan kritik kita sebagai manusia Indonesia harus berbenah diri untuk menjadi lebih baik apa yang sudah Mochtar Lubis yang sudah dikatakan dalam buku tersebut. Dan kita sebagai manusia Indonesia juga harus menjaga kebudayaan yang ada di tengah gempuran budaya komsumtif yang ditandai oleh kenenengan yang hampa-hampa seperti saat ini.

Penulis: I Putu Tangkas Darma Wijaya, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unesa.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *