Ketika Mulut Telah Bersuara

Oleh : Hani Dwi Ylinda Putri

Milenianews.com – Ini ceritaku. Seorang gadis remaja yang masih duduk di bangku sekolah demi mengejar sebuah cita-cita dan harapan besar orang tua. Aku takut dewasa, karena banyaknya masalah yang selalu aku hadapi dengan kegelisahan pada saat itu. 

Pada saat di mana aku bingung untuk bagaimana aku bisa tumbuh menjadi apa yang orang tuaku inginkan. Aku juga tidak bisa berbuat banyak pada hari itu. Karena, yang aku bisa hanyalah diam tak bersuara. 

Aku takut, aku takut sekali pada saat itu karena aku tak ingin menjadi orang lain untuk menggantikan jati diriku yang sebenarnya. Aku pun mulai berpikir untuk menyiapkan sebuah tekad  dan usaha agar aku bisa bangkit pada saat itu. Namun, aku gagal. 

Saat itu tidak ada seorang pun yang bisa memberiku sandaran terhadap lelahku. Tapi aku percaya akan takdir yang bisa membawaku pulang kembali kepada asalku. Aku pun ingin bersuara akan menyatakan sebuah pendapat tentang kejamnya dunia. Agar tidak adanya korban kedua setelahku.

Karena, kata orang duniaku lebih indah daripada mereka. Padahal tak satu kata pun dari mereka benar adanya. Mereka tidak bisa melihat kepada arah yang lainnya karena mereka juga tidaklah tahu ke mana arah mereka berpulang.

Dan seketika aku pun kembali berpikir. Tentang bagaimana caranya aku bisa menemukan kembali jati diriku yang sebenarnya agar aku tahu di mana arah jalan pulangku itu.

Ketika aku sedang mencari tahu tentang bagaimana aku bisa menemukan jati diriku pada saat itu, aku pun kembali teringat pada sosok Nenek yang selalu aku rindukan. Dia adalah Nenekku, tempat berpulangku, yang sebenarnya. 

Aku selalu mengingatnya ketika aku sedang jatuh. Karena, aku juga begitu merindukannya. Ketika dulu aku jatuh dialah yang berusaha mengajakku untuk bangkit kembali demi aku bisa menopang untuk masa depanku nanti.

Aku selalu menangis pada malam hari karena aku selalu merindukannya. Apakah Nenek tidak bisa pulang kembali kepadaku Tuhan? karena aku sangat merindukannya. Siapa lagi kalau bukan dia yang bisa membawaku pulang kepada rumahku.

Tapi, ketika aku menangis aku selalu ingat pada motivasi yang selalu ia berikan kepadaku bahwa “Orang Baik dan Orang yang Mampu Berjuang akan Mendapatkan Sebuah Nilai dan Hasil yang Lebih Baik daripada Orang yang Tidak Pernah Tahu Apa itu Arti Perjuangan”.

Aku pun mulai tersadar pada saat itu. Perjuangan itu perlu dan semangat itu bahkan sangat di perlukan. Meskipun ia sudah tidak ada di sampingku lagi, hanya satu yang perlu semua orang tahu bahwa aku itu kuat, ya kan Nek?

Nenek, perlu kau tahu aku begitu sangat merindukanmu. 

Memasuki kehidupan baruku. Aku pun akan memulai untuk menyiapkan sebuah tekad yang memang harus aku usahakan. Tidak peduli apa kata orang lain nantinya. Karena, yang aku tahu hanyalah kata untuk Bangkit, Bangkit, dan Berhasil.

Setiap malam aku selalu berdoa kepada sang maha kuasa yang memiliki seluruh alam semesta, untuk aku dan diriku.

Di kala itu, aku selalu terdiam dalam luka. Dipaksa keadaan untuk memahami sebuah duka. Dan di temani oleh angin malam dengan suasananya yang sendu. Aku terus menatap sajadah yang ada di hadapku sambil berkata ; Tuhan, bolehkah aku merindu kembali?

Jujur aku sangat tidak bisa menyembunyikan sebuah rasa rindu, kegelisahan, dan kebingungan ini. Karena pada siapa lagi aku harus bersandar? aku saja belum tahu di mana letak arah jalan pulangku. Kira-kira, sampai kapan ya aku bisa terus bangkit tanpa adanya bantuan dari orang lain?

Silih berganti hari, aku sudah mulai bangkit secara perlahan. Aku berani mengangkat kedua tangan untuk maju bersuara. Aku yakin, aku pasti bisa. Karena aku mempunyai tekad dan usaha yang memang sudah aku siapkan.

Tetapi semua perlombaan yang telah aku ikuti nyatanya masih berhasil nihil. Namun, aku tidak pernah patah semangat untuk terus maju dan berjuang kembali apa pun keadaannya.  Karena jikalau aku berhenti pada satu titik saja, aku pastinya akan malu kepada seseorang yang telah menjadi alasan untuk aku kembali bangkit.

Perjuangan belum selesai. Aku masih harus mengikuti beberapa perlombaan kembali di sekolahku yang baru. Karena aku sering terlibat di dalam perlombaan yang sekolahku adakan. Sehingga, aku bisa menjadi yang terpilih untuk mewakili sekolahku ini.

Dan akhirnya buah kesabaranku bernilai indah pada saat itu. Aku pun merasakan apa yang memang sudah seharusnya aku rasakan saat itu. Meski sebenarnya aku pun tidak terlalu ber ekspektasi lebih tinggi pada saat itu. Tapi aku harus tetap selalu bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan saat itu.

Hari berganti hari dan perjuanganku juga belum selesai sampai di situ saja. Karena, perjuanganku masih panjang lagi di depan sana. Untuk itu juga aku lebih membutuhkan banyak semangat lagi agar bisa terus bangkit. Belajar dari masa lalu saja bahwa, yang pahit akan sebisa mungkin berbuah lebih manis di kemudian hari nantinya.

Di salah satu malam, aku sedang berpikir. Sudahkah aku pulih sepenuhnya angin? Karena aku sangat takut sekali untuk jalan yang akan aku tempuh selanjutnya. Aku juga masih sangat takut akan kembalinya luka lama itu. Akankah aku akan memutuskan sebuah alasan untuk bagaimana caranya aku berjuang? Ya, mungkin.

Semerbak bau embun pagi yang membuatku terbangun dari rasa lelahku. Dan aku mulai berpikir untuk melakukan sebuah aktivitas atau  hal yang baru. Lalu aku pun berangkat  ke sekolah dan aku harus siap kembali untuk setiap tantangan yang selanjutnya akan aku tempuh kembali. Tuhan, bantu aku a. karena aku masih takut untuk melangkah lebih jauh lagi.

Damn, di salah satu hari ketika aku ingin memulai sesuatu hal yang baru aku mendapat sebuah bullyan dari teman sekelasku sendiri. Aku sempat marah. Namun, itu tidak akan membuat sebuah masalah terselesaikan sama sekali. Dan aku pun mengadu kepada kedua orang tuaku tapi mereka menginginkan aku agar diam saja dan tidak usah membalas sebuah perbuatan yang kurang enak kepadaku. Jadi, aku pernah teringat atas motivasi yang pernah aku baca deh yang katanya “Karena tubuhmu mendengar semua yang dikatakan oleh pikiranmu.” – Naomi Judd. 

Dan, aku mulai berpikir untuk membalas semua perkataan seseorang yang merendahkanku dengan sebuah prestasi dan penghargaan terhadap diriku sendiri. Aku dikirim untuk mengikuti sebuah perlombaan tingkat Nasional yaitu JUMBARA IX pada saat itu dan juga sebagai tamu undangan dalam sebuah acara perlombaan Nasional dalam perlombaan PORSENI SE-JATIM dan menunjukkan sebuah tarian adatku yaitu tarian adat MADURA. 

Aku berhasil!!! Aku berhasil untuk menutup sebuah mulut yang berkata buruk terhadap diriku dan sebuah penghargaan yang aku dapatkan. Terima kasih Tuhan, engkau telah mengabulkan semua permintaanku saat itu. 

Waktu pun berlalu, dan aku masih terus berkarya untuk melanjutkan sebuah bakat yang selama ini aku pendam yaitu Menulis di dalam buku. Karena, sebuah keinginanku dari dulu untuk menjadi seorang penulis. Dan aku pun juga berhasil perlahan untuk menyebarkan sebuah tulisanku yang memang aku tulis sesuai hati dan pikiranku sendiri. Begitu pun tulisan ini, tulisan yang juga merupakan sebuah karya kecilku nantinya. Ingat kembali “Jika kamu bisa memimpikannya, kamu bisa melakukannya.” – Walt Disney.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *